Mengapa Petani di Indonesia Sulit Sejahtera – Sektor pertanian boleh dibilang banyak membantu mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan Indonesia. Jika dilihat dari 2002-2020, angka kemiskinan nasional pun menurun hampir 40% (menggunakan paritas daya beli $3.2).
Walaupun begitu, banyak petani di Indonesia yang masih tetap miskin. Hal ini tentu menyedihkan, sebab pekerja yang memajukan sektor pertanian malah terbelakang. Lantas, apa sih penyebab petani tidak sejahtera?
Baca juga:
Mengapa Petani di Indonesia Sulit Sejahtera?
Indonesia sebagai negara agraris sebenarnya memiliki potensi pertanian yang luar biasa. Menurut Faiz Manshur, Ketua Odesa Indonesia, setidaknya ada 2 hal yang bisa jadi potensi pertanian.
Yang pertama adalah lahan. Setiap lahan merupakan potensi—apa pun keadaannya. Sebab, semua tetap bisa jadi tempat produksi. Yang kedua adalah Sumber Daya Manusianya (SDM) atau petani. Berbasis dua modal ini, sebenarnya sudah ada potensi untuk kemajuan pertanian.
Pertanyaannya, kenapa dengan kedua potensi ini, banyak petani tetap hidup terbelakang? Kebanyakan keluarga petani, khususnya buruh tani, umumnya hidup dalam kemiskinan.
Anak-anak mereka menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan, sanitasi di rumah tangga pun masih sangat kurang. Tingkat gizi dalam pangan juga rendah, dan sebagian besar bayi mereka mengalami masalah stunting. Ada beberapa penyebab mendasar kenapa petani di Indonesia sulit keluar dari jerat kemiskinan dan sulit sejahtera.
Penyebab Petani di Indonesia Sulit Sejahtera
Beberapa hal untuk mengurai kemiskinan di Indonesia sehingga menyebabkan kesulitan untuk sejahtera pernah dilakukan oleh Odesa Indonesia. Faiz Manshur, Ketua Yayasan Odesa Indonesia melihat dari sekian banyaknya persoalan, ada tiga hal yang penting untuk mendapat perhatian, terutama pemerintah dan kalangan pelaku pemberdayaan. Ketiga hal tersebut adalah 1) minim literasi, 2) keadaan alam yang rusak, dan 3) minimnya produktivitas.
1. Minim Literasi Keuangan & Terjebak Hutang
Kami di Odesa.id berkesempatan berbincang dengan Kang Toha, petani yang aktif di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Di musim tanam, Kang Toha bercerita bahwa modal usaha yang dikeluarkan rekan petaninya terbilang cukup besar, yakni Rp50 juta.
Padahal seharusnya, dengan modal Rp15 juta pun cukup: Asalkan irigasi diperbaiki, benih pakai punya sendiri, dan jenis tanaman dibuat bervariasi agar tak rugi apabila satu jenis gagal panen. Satu lagi yang penting: Uang hutang jangan dipakai buat urusan pribadi selain tani.
Kang Toha juga menyebutkan, petani pun rawan terjebak dalam hutang bank. Apalagi, bank saat ini lebih mudah mengeluarkan pinjaman pada petani. Ditambah lagi, banyak yang punya kecanduan “ngutang”; merasa kepepet, berujung ngutang tanpa pikir panjang. Dampaknya? Boros dan tidak efisien.
Akar masalahnya adalah minimnya literasi keuangan, berujung pada pola pikir jangka pendek. Akhirnya, siklusnya kerap terulang: Hutang – panen (ini pun tidak selalu berhasil) – pendapatan habis untuk bayar hutang & bunga.
2. Keadaan Alam Rusak & Iklim Semakin Kacau
Kerusakan lingkungan pertanian telah mengurangi kemampuan petani untuk bertahan hidup. Sama seperti di kota, lingkungan sangat berpengaruh di desa. Misalnya saja, di kota kita tinggal di gang sempit dengan sirkulasi udara & sanitasi air buruk. Tentu akan membuat lebih sulit berkembang secara sehat, bukan? Sama juga halnya dengan di desa.
Tak hanya itu. Dengan adanya perubahan iklim, siklus & hasil panen pun terdampak. Contohnya saja, tanah jadi kurang nutrisi dan udara memanas, membuat tanaman sulit berkembang. Akhirnya, hasil panen juga berkurang dan berdampak pada pemasukan petani.
Efek perubahan iklim tak hanya sampai di situ. Apabila perubahan iklim terus meningkat, bencana alam diprediksi juga bisa meningkat. Akibatnya, rumah tangga yang rentan secara ekonomi dapat kembali jatuh ke dalam kemiskinan.
Melansir data World Bank, sejak 1990-2021, setidaknya ada lebih dari 300 bencana alam yang terjadi di Indonesia—dan sudah berdampak ke lebih dari 11 juta orang.
3. Produktivitas Terbatas & Harga Bahan Pokok Mahal
Melansir dari laporan World Bank, produsen pertanian kerap kali mendapat insentif yang kurang sesuai. Harga bahan pokok pun tinggi karena pembatasan impor. Hal ini juga berpengaruh ke lambatnya diversifikasi penanaman tumbuhan komersial bernilai tinggi.
Menurut World Bank, salah satu solusinya adalah berinvestasi ke infrastruktur yang kuat dan produksi pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim. Selain itu, salah satu yang bisa dilakukan adalah mendorong pertanian tanaman komersial.
Menghapus subsidi produk pertanian juga bisa jadi salah satu solusi. Sebab, subsidi ini tidak tepat sasaran bagi petani miskin. Malah, subsidi ini sebagian besar tidak efektif, mendistorsi pasar pertanian, dan melemahkan produktivitas pertanian.
Waktunya Bantu Petani Kita dengan Aksi Kecil Tapi Berarti
Setelah turun ke lapangan langsung dan melihat nasib petani, kami percaya bahwa mereka harus diberi dukungan.
Untuk itu, kami secara aktif membantu petani dalam 3 aspek: Ekonomi pertanian, pendidikan anak tani, dan kesehatan program sanitasi. Dengan 3 program ini, harapannya para petani bisa bangkit secara ekonomi, literasi pendidikan, dan kesehatan.
Bersama beberapa relawan, kami terlibat langsung dalam program kemanusiaan membantu petani di area Cimenyan, Bandung. Apabila tertarik, Anda pun bisa daftar jadi relawan & ikut merasakan keseruan mengajar anak tani.
Namun, jika waktu terbatas untuk ikut volunteer, Anda juga bisa membantu lewat jalur berdonasi. Anda pun bisa memilih donasi mau disalurkan ke mana.
Banyak petani kita yang membutuhkan dukungan untuk membangun rumah layak huni, pembangunan sarana mandi, penghijauan, pendidikan, dan amal sosial.
Penulis: Nadya Elianna
Admin: Fadhil Azzam
Mari Kita Membantu Petani Agar Tidak Menganggur