Aktivis Mahasiswa Bandung dan Kesukarelawanan Sosial Odesa

Aktivis Mahasiswa Bandung dan Kesukarelawanan Sosial Odesa – Menjadi aktivis selagi menjalani masa kuliah itu bagian penting dari usaha meraih kemajuan diri. Apalagi di era saat ini di mana banyak sekali ragam jenis kegiatan yang bisa dilakukan. Menjadi aktivis mahasiswa tidak sekadar kegiatan demonstrasi, tetapi juga tidak sekadar asal aktif tanpa pertimbangan gagasan.

Hal tersebut disampaikan oleh Faiz Manshur, Ketua Odesa Indonesia, seusai menyampaikan pentingnya kaum muda memahami dan mengambil peran gerakan literasi mengatasi kemiskinan dan ekologi di Cikadut Kabupaten Bandung.

Di hadapan 50 mahasiswa yang mengikuti workshop ekologi pertanian, Minggu 2 Juni 2024 tersebut,  Faiz Manshur mengatakan bahwa mahasiswa di Bandung agar saat menjalani aktivitas selama menjadi mahasiswa tidak sekadar ikut-ikutan tanpa tujuan yang jelas. 

“Mahasiswa itu perlu memilih jalur yang memungkinkan tumbuh-kembang dirinya di masyarakat dengan tiga hal, memperkuat gagasan, pengalaman berorganisasi, dan sekaligus memperluas interaksi di masyarakat,” kata Faiz. 

Lebih lanjut tentang hal ini, saya (Agus Salim) menuliskan dalam bentuk wawancara.

Baca juga kajian aktivis sebelumnya;

Model Kaderisasi Aktivis Pergerakan Odesa Indonesia

Perbedaan Aktivis dengan Orang Pergerakan

Kerja Kebudayaan Relawan Odesa Indonesia

Video Falsafah Gerakan Kesukarelawanan Kaum Muda Odesa

Aktivis Mahasiswa Bandung dan Gerakan Sosial Odesa

aktivis mahasiswa bandung
Aktivis Mahasiswa Bandung berkegiatan di Odesa. Bekerja dengan gagasan dan pelayanan sosial. Memproduksi kader intelektual organik.

Apa yang semestinya dilakukan oleh aktivis mahasiswa di Bandung terkait dengan kegiatan organisasi? Apakah mereka harus belajar berorganisasi sosial? Dan apa yang paling baik untuk pilihan tersebut?

Kalau pertanyaan tentang semestinya itu agak susah saya menjawab. Sebab menjadi aktivis atau tidak itu adalah pilihan. Mau jadi aktivis atau tidak, tidak berurusan dengan kewajiban.

Tetapi untuk pertanyaan apakah seorang mahasiswa, maksudnya anak-anak muda usia 19 hingga 25 tahun itu perlu berorganisasi, buat saya sangat perlu. Berorganisasi itu bagian dari cara meraih kecerdasan emosional.

Kita tidak bisa lagi memakai rumus hanya cerdas secara kognitif. Apalagi pendidikan di kampus itu kan tidak terlalu bagus untuk membentuk intelektualitas. Kalau mau memiliki kecerdasan yang baik tentu harus berorganisasi.

Nah dalam memilih organisasi inilah yang penting direnungkan oleh mahasiswa. Saran saya kepada mahasiswa agar mencari organisasi yang ada minat diskursus pemikiran. Ini penting karena kalau kita tidak kuat dalam gagasan nanti nilai diri kita hanya sebatas bisa bekerja, atau berinteraksi.

Sementara untuk sebuah nilai kualitas diri, kita butuh modal baik gagasan maupun pengalaman. Sealur dengan itu, jangan pula memilih organisasi yang hanya melulu kajian tanpa pernah bersentuhan dengan kelompok luar. Ini prinsip dasar, paling dasar.

Kaidah selanjutnya?

Menjadi aktivis pergerakan di masa mahasiswa itu butuh latihan. Dan menurut saya latihan terbaik adalah kepadatan sekaligus rutinitas yang konsisten atas aktivitas. Maksudnya butuh rutinitas yang jelas, alias tidak serampangan dan konkret dijalankan secara konsisten dalam waktu tahunan, bukan sekadar even sesaat. Jangan ngaku aktivis kalau kegiatan sporadis dan temporer pendek. Kita tahu, dalam proses pengalaman butuh kualitas dan untuk meraih kualitas itu butuh rutinitas sehingga dari situ muncul pertumbuhan. Kalau aktivitas hanya sesekali dan selebihnya kita bingung mau apa maka hal itu justru merugikan.

Aktivis Mahasiswa Bandung Butuh Gagasan dan Kemampuan Menulis

Dalam pembicaraan di hadapan mahasiswa itu Anda bilang kalau aktivis yang tidak bisa menulis maka itu bukan aktivis….

Lah iya. Label aktivis itu kan jelas bukan bermaksud harafiah. Kalau mau disebut aktivis karena hanya aktivitas, kerbo pun beraktivitas. Nah, maksud menjadi aktivis, apalagi masih terkait dengan dunia akademik tentu urusan menulis harus didudukkan sebagai sesuatu yang primer. Kalau aktivis tetapi kegiatannya hanya ke sana kemari tanpa sikap kritis, apa bedanya dengan kawanan ternak?

Belajar menyampaikan gagasan baik lisan maupun tulisan harus menjadi prioritas. Itulah mengapa saya tidak suka kalau ada relawan di Odesa yang kerjanya hanya blusukan tetapi tidak minat diskusi atau tidak minat membaca.

Diskusi dan gemar membaca buku ditambah latihan menulis itu adalah pokok. Kalau Odesa tidak bisa menegakkan itu otomatis ini organisasi tidak ada bedanya dengan organisasi lain. Saya harus memastikan bahwa ada doktrin yang kuat dalam menjalankan organisasi supaya adik-adik mahasiswa ini punya corak yang khas. Intelektual itu keharusan, sebagaimana keharusan bertindak praksis. 

Dengan kata lain Anda mengkritik kalangan aktivis mahasiswa yang tidak mengambil peran diskusi, praktik dan menulis?

Ya tidak penting saya harus mengkritik. Tetapi saya hanya menyampaikan apa yang semestinya untuk sebuah pertumbuhan generasi yang baik. Kita ini sering sepilah-pilah dalam membangun pengalaman. Ada yang mahir memimpin organisasi tetapi intelektualitasnya kurang memadai. Maka ketika tua mereka menyesal karena zaman mudanya tidak latihan menulis.

Ada yang hanya gemar belajar di kamar membangun diri menjadi intelektual dengan malas berurusan dengan realitas yang lebih luas pada akhirnya jadi penulis tetapi kuper. Nah, yang fatal adalah tidak bisa mengambil peran dalam organisasi dan sekaligus tidak punya gagasan. Ujung-ujungnya hanya bingung sendiri dan hidup sebatas urusan pencapaian pemenuhan dasar ekonomi. Padahal kita sedang membutuhkan banyak orang yang bisa mengambil peran sosial kemasyarakatan. 

Aktivis mahasiswa bandung
Diskusi para aktivis mahasiswa Bandung di Odesa. Sesi geologi dan kebencanaan bersama Prof. Danny Hilman Natawidjaja.

Dengan kata lain, menjadi aktivis mahasiswa itu adalah melatih agar nanti anak-anak muda bisa maksimal dalam peran sosial sekaligus intelektual?

Betul. Urusan hidup yang paling dasar adalah kita pandang sebagai survive. Ini kaidah biologis setiap spesies. Tak terkecuali manusia. Spesies yang bisa bertahan dan mengembangkan kehidupannya adalah mereka yang punya kecerdasan emosional dan manusia juga dibekali dengan modal kecerdasan koginif.

Kalau secara emosional kita bisa berinteraksi dengan banyak pihak tentu itu akan memudahkan kita mendapatkan kesempatan survival.  Cara survive yang terbukti baik alias beradab yan dengan mengembangkan kerjasama, membangun mental welas-asih antar sesama.

Pekerjaan atau karir akan lebih mudah karena faktor jaringan misalnya. Kalaupun tidak urusan ekonomi, orang yang cerdas secara emosional itu akan lebih mudah bahagia juga. Nah saya bersama para pengurus Odesa Indonesia membuka kesempatan itu kepada mahasiswa.

Odesa harus bisa memberikan bukti atas apa yang dilakukan, bukan sekadar kepada petani, melainkan juga kepada mahasiswa. Dengan keterlibatan mahasiswa dari perkotaan Bandung, para petani mendapatkan kesempatan kenal dengan orang luar.

Anak-anak petani bisa belajar kepada mahasiswa, dan dari situlah mahasiswa ini mendapatkan pengalaman yang memadai terkait dengan urusan banyak hal seperti sanitasi, ekologi, kemiskinan, botani, pangan, kebijakan publik desa, dan anekaragam pengalaman dari rakyat di akar rumput.

Kalau begitu apa yang disebut aktivis mahasiswa itu bukan diukur oleh kegiatan demonstrasi saja…..?

Ya. Mereka yang berdemontrasi di jalanan menuntut kebijakan publik itu juga aktivis, tetapi mereka belum tentu aktivis pergerakan yang sesungguhnya. Sekarang juga muncul tren gerakan kaum muda melalui medos.

Tetapi ada juga jenis aktivis lain yang kegiatannnya adalah pemberdayaan yang mengambil peran konkret di masyarakat. Ini masalah ruang lingkup saja. Saya senang pada setiap hal untuk urusan kemasyarakatan, tetapi yang paling utama adalah bicara tentang proses pembentukan diri secara kualitatif. Itu artinya dalam menjalani aktivitas mahasiswa ya jangan asal aktif.

Harus jelas arah tujuan, termasuk hasil untuk dirinya dan hasil untuk masyarakat atau lingkungan. Intinya semua aktivitas sosial kemahasiswaan diperlukan dan semuanya akan menjadi pengalaman penting bagi mahasiswa.

Nah, Odesa Indonesia memilih jalan pemberdayaan masyarakat. Dalam pemberdayaan itu rumusnya bukan sekadar memberdakan mereka yang lemah, melainkan juga menambah daya bagi pelakunya, terutama untuk peningkatan daya intelektual dan daya kepemimpinan. Gerakan Odesa itu prinsipnya adalah menegakkan ilmu pengetahuan yang rasional, objektif dan mencerahkan. 

Bagaimana dengan politik?

Politik itu bagian dari realitas hidup kita. Tidak bisa diusir-usir. Urusan kemiskinan, sanitasi, ekologi, pertanian dan lain sebagainya selalu berkait dengan kebijakan pemerintah. Kalau apolitis itu tidak bagus, tetapi asal-asalan berpolitik apalagi sekadar menjadi pengekor senior itu juga tidak bagus.

Kita cari ilmu melalui teori dan praktik sekaligus. Dan juga bersikap kritis dengan seringnya memiliih tema-tema tertentu karena kalau dalam ilmu itu asal-asalan bisa tidak relevan. Dan setiap ilmu yang tidak relevan itu bisa menimbulkan kebosanan atau kemubaziran.

4 Pelayanan Sosial Odesa Indonesia

aktivis mahasiswa bandung
Aktivis Mahasiswa Bandung yang aktif di Odesa bekerja dengan gagasan dan pelayanan konkret.

Apa saja pelayanan Odesa untuk masyarakat?

Ada beberapa tema penting dalam membangun masyarakat dan itu sangat penting untuk dialami oleh mahasiswa. 

1. Pelayanan Sanitasi Rakyat Miskin

Pertama kegiatan sanitasi yang meliputi edukasi dan pembangunan fisik. Ini sangat mendasar di mana Indonesia masih memiliki problem ketidakberesan masalah sanitasi di perkotaan dan perdesaan.

Nah kami mengambil segmen perdesaan untuk menjadi bagian dari persoalan Indonesia yang perlu dipahami oleh generasi muda. Jangan kita lambat berbenah dalam hal sanitasi. Buruknya masyarakat atau bangsa juga terkait dengan masalah sanitasi. Apalagi sanitasi itu juga sangat banyak berkait dengan masalah kemiskinan ekonomi dan keterbelakangan pendidikan.

Nah di situ mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman penting untuk sebuah cara pandang hidup tentang pentingnya kesehatan. Saya juga sering menarik masalah sanitasi ini ke urusan mindset keagamaan sehingga ada semacam pengingat bahwa keagamaan yang kita jalani ini belum sungguh-sungguh kalau belum mengambil peran dalam perbaikan sanitasi. 

2. Pelayanan Ekologi untuk Petani

Kedua, Odesa Indonesia mengambil peran penting dalam gerakan ekolologi pertanian. Kebetulan di Kawasan Bandung Utara ini selain masalah kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan, juga ada problem kerusakan lingkungan yang berkait dengan pertanian dan kebijakan publik negara. Ini bisa menjadi laboratorium karena ada masalah dasar rakyat dan lingkungan sekaligus kita menjalankan eksperimen penyelesaian masalah.

Dengan aktivitas itu mahasiswa yang aktif di Odesa akan mendapatkan pengalaman berharga melalui gerakan sosial, bukan sekadar bakti sosial. Kita lakukan pemberdayaan yang sungguh-sunguh, bukan sekadar menawarkan cara, tapi juga mampu melahirkan hasil yang nyata.

Para relawan begiat bersama dengan para pengurus dan para petani melalukan perubahan sosial secara bersama-sama. Ada praktik konservasi lingkungan di Odesa Indonesia dan ini sangat penting untuk respon terhadap perubahan iklim. 

3. Peyalanan Literasi untuk Anak Petani dan Petani

Ketiga, kita juga mengambil peran dalam pendidikan dengan memformulasikan gerakan pendidikan non-formal melalui literasi. Ada dua segmen dalam literasi ini. Pertama literasi anak-anak petani desa yang dijalankan grup Sekolah Sabtu-Minggu (Samin). Di situ mahasiswa terlibat rutin setiap hari minggu untuk menyelenggarakan kegiatan literasi yang kontekstual di perdesaan.

Literasi kedua pada kalangan orang tua yang dijalankan pengurus tetapi juga menarik para relawan untuk terlibat. Biasanya literasi pada petani terkait dengan sanitasi saat ada kegiatan pembangunan sanitasi. Ada juga literasi untuk kaum petani perempuan dan petani laki-laki. Petani perempuan menjalani literasi ekonomi dan pangan dengan konsep pertanian pekarangan. Sedangkan pada petani laki-laki biasanya dikaitkan dengan masalah ekologi untuk menanam pohon buah-buahan dan tanaman herbal. 

4. Pelayanan untuk Fakir-Miskin, Terutama Lansia

Keempat, Odesa Indonesia juga menyertakan kegiatan amal sosial. Banyak fakir-miskin yang perlu ditolong tetapi tidak sekadar materi. Materi kita perlukan seperti beras, uang, pakaian atau perabot rumah tangga. Di sela-sela kegiatan pemberdayaan masyarakat itulah kita bekerja selain mengalokasikan waktu, energi dan pemikiran juga menyertakan materi. [Abdul Wahid]

Penulis : Abdul Wahid

ADmin : Fadhil Azzam

Sekolah Samin: Mahasiswa Bandung Bergiat Literasi di Desa

Sekolah Samin di Trans TV

Keranjang Belanja