Pembangunan Desa Menumbuhkan Tanaman Pangan
Faiz Manshur
Ketua Odesa Indonesia
Apa yang penting dalam pembangunan masyarakat desa di saat ini?
Pertanyaan ini mudah dijawab, yakni menjalankan misi 30 tahun silam yang sampai sekarang belum kunjung dijalankan. Apa itu? Ialah memenuhi kebutuhan dasar hidup rakyat yaitu pangan yang cukup.
Kita tahu, di luar problem keterbelakangan dalam bidang pendidikan dan sanitasi, Indonesia memiliki problem pangan yang krusial. Selama ini kita lengah karena masalah pangan hanya dilihat “asal tidak ada kelaparan.” Padahal dalam urusan makanan ini, rendah gizi menjadi penyebab keterpurukan sumber daya manusia.
Liputan Harian Kompas 9 Desember 2022 lalu misalnya, memperlihatkan hal itu. Rendahnya ekonomi, disertai beban hidup untuk pemenuhan non-ekonomi mengakibatkan lebih dari separoh penduduk Indonesia, sekitar 183,7 atau 68 persen tak mampu memenuhi kebutuhan gizi. Kekurangan makanan itu meliputi seluruh elemen gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.
Kalau melihat gurita problem kurang gizi dari data tersebut maka usaha pemenuhan makanan ini tentu mesti harus diperhatikan sebagai masalah hidup, bukan cuma urusan kekurangan pendapatan finansial. Tidak cukup juga diselesaikan hanya melalui jalur pendidikan formal. Tak mungkin juga cukup diatasi hanya sebatas dengan pemberian bantuan dari pemerintah dalam bentuk bantuan sosial atau makan siang gratis bagi anak.
Kita tahu, kebutuhan makanan bukan sekadar makan siang dan juga meliputi anak-anak di bawah pra-sekolah sekaligus orang dewasa yang tak bersekolah lagi. Ini adalah perkara manusia hidup harus mendapatkan kesempatan mengakses sumber pangan secara memadai.
Usaha makanan berbasis survive, yakni memenuhi kebutuhan dasar makanan itulah yang harus diutamakan. Strategi ini berbeda dengan usaha meningkatkan pendapatan finansial. Dengan menyediakan langsung sumber gizi dari area lokal masing-masing, hal tersebut rakyat akan lebih efisien dalam mendapatkan sumber gizi.
Saya bersama teman-teman di Yayasan Odesa Indonesia Bandung punya pengalaman yang menarik dalam usaha perbaikan gizi dan peningkatan ekonomi ini. Pada sebuah penemuan dari seorang petani, terdapat fakta sebagai berikut:
1 buah pepaya rata-rata berbobot 1,5 Kg. Harga pepaya dari kebun petani rata-rata Rp 5.000. Setiap pohon pepaya manis/california menghasilkan 50 buah dalam satu tahun. Usia pohon pepaya rata-rata bertahan 4 tahun. Kesimpulan hasil ekonomi sebagai berikut. Rp 5.000 x 50 = Rp 250.000 x 4 Rp 1.000.000. Dengan kata lain, setiap pohon buah pepaya memiliki nilai Rp 1.000.000.
Ketika dikomparasikan dengan hitungan pada hasil panen buah lain, seperti mangga, alpukat, sirsak, nangka, hitungan hasil pepaya tersebut, nilainya setara, yaitu Rp 1.200.000 untuk panen setiap tahun.
Pepaya lebih rendah karena hanya menghasilkan Rp 1.000.000. Namun ada dua kelebihan tanaman buah pepaya, yaitu lebih cepat dipanen dan para petani bisa menanam lebih banyak sekaligus memiliki kelebihan lebih cepat dan manfaat daunnya juga baik untuk gizi manusia dan ternak (domba, ayam, sapi dan ikan).
Strategi menanam tanaman pangan baik penghasil biji seperti hanjeli, sorgum dan padi gogo mesti dijadikan prioritas. Demikian juga mengembangkan praktik pertanian tani pekarangan yang itu akan membuka peluang tetap bertani sekalipun dilakukan di halaman rumah dan saat musim kemarau sekalipun. Dan yang tak kalah penting adalah kita bisa menggerakkan petani menanam buah-buahan karena di desa-desa masih banyak lahan kosong.[]
Memperbaiki Indonesia dari Desa: Video Pergerakan Odesa
Meningkatkan Kesehatan dan Gizi Anak dengan Kegiatan Berkebun