KEBUN PERUBAHAN
Memperbaiki Pendidikan Melalui Pertanian
Faiz Manshur. Ketua Odesa Indonesia
Karena kita ingin berubah, maka, urusan pola-pikir mesti menjadi pokok pembahasan yang paling mendasar. Bicara pola-pikir berarti bicara pendidikan.
Selanjutnya secara otomatis kita akan bicara sekolah sebagai cara terbaik dalam mewujudkan perubahan tersebut. Di sinilah muncul masalah karena sekolah ternyata, sekalipun memiliki kemampuan mengubah keadaan, tetapi tak selalu memberi nilai. Akibatnya, perubahan tak selalu mengarah pada target perbaikan.
Beberapa pemikir dunia sebenarnya sudah mewanti-wanti persoalan ini karena praktik dalam sekolah formal membatasi kebebasan dan kreativitas murid. Dalam sekolah formal tersebut, dinding kelas, mengondisikan guru berlaku doktriner dan pragmatis dengan memperkenalkan benda atau menghitung sesuatu dengan visual buatan.
Kebun Perubahan dari Sisi Filsafat
Filsuf Jean-Jacques Rousseau (1972-1778) misalnya, mengatakan bahwa apa yang diperbuat oleh sekolah-sekolah formal dengan seringnya memberikan contoh kepada siswa melalui benda-benda mati sesungguhnya hanya sebatas mengajarkan pengetahuan “tentang benda”, bukan mengajarkan (hakikat) dari benda itu sendiri.
Artinya, murid hanya akan mengetahui “tentang benda” tetapi tak mengetahui hakikat atau eksistensi dari benda yang meliputi latarbelakang dan peran hidup benda tersebut.
Dengan praktik itu, Rousseau kemudian menarik kesimpulan bahwa pendidikan yang ideal hanya mungkin terjadi jika kita mengajak anak ke alam terbuka. Para guru mesti bekerja sebagai pendamping untuk membantu anak-anak melihat kenyataan, menafsir satu persatu benda hidup yang beragam. Dengan cara ini, siswa akan lebih menemukan cara memahami hakikat kehidupan yang sejati.
Kemudian ada juga pandangan dari Mahatma Gandhi(1869–1948) yang menilai bahwa pembelajaran di tengah dinding tembok akan memangkas nalar kreatif siswa karena anak dipaksa untuk membatasi apresiasi atas ragam fenomena.
Bagi Gandhi, sekolah formal adalah reduksi pemikiran karena siswa tak akan mendapatkan kesempatan bebas memahami kehidupan nyata. Maka, kegiatan bertani menurut Gandhi adalah cara terbaik mewujudkan kreativitas anak.
Terkait dengan ini, kita mendapatkan alasan yang meyakinkan dari seorang filsuf pendidikan dari Swiss, Heinrich Pestalozzi (1746-1827), yang beralasan bahwa berkebun memiliki keunggulan karena pendidikan yang terbaik itu bukan mengajarkan anak sebatas belajar kata-kata, melainkan harus melakukan observasi secara bebas dan itu hanya bisa dilakukan di alam terbuka.
Dengan berkebun, Pestalozzi berargumen bahwa anak-anak akan mendapatkan tiga hal mendasar yang didapatkan secara seimbang melalui tangan (tindakan), hati (empati), dan kepala (rasio).
Kebun Perubahan: Melangkah Konkret
Beberapa pandangan di atas menarik untuk kita hubungkan dengan realitas pendidikan kita yang tak beranjak menjadi solusi atas problem rakyat.
Bangsa kita kekurangan makanan dari hasil produksi sendiri. Itu artinya pendidikan kita tidak mengajarkan solusi hidup bagi rakyatnya. Pertanian kita lemah sementara untuk maju ke industri dan teknologi mestinya harus memiliki ketagguhan produksi pangan.
Tetapi itu tak nyata terjadi sehingga Indonesia kebingungan untuk mengusahakan lapangan kerja bagi setiap Angkatan pada setiap generasi.
Karena alasan-alasan mendasar seperti itu, Yayasan Odesa Indonesia di Cimenyan Kabupaten Bandung mengusahakan sebuah solusi yang mendasar, yakni pendidikan pertanian, dan itu harus dimulai dengan praktik botani.
Ilmu tentang tumbuhan adalah ilmu yang paling esensial karena di dalamnya memuat tiga nilai, yakni nilai pangan, nilai ekologi dan nilai kehidupan itu sendiri. Dengan menjadikan kebun sebagai media pembelajaran, kita bukan sekadar menanam pohon, melainkan menanam kebajikan yang outputnya untuk memanen kebijaksanaan.
Kebijaksanaan adalah target besar yang akan didapat dari tiga proses pendidikan bersandar pada tiga kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan ekologis. []
Kemeriahan Berkebun di Sekolah Botani Odesa
Menumbuhkan Kecerdasan Natural Pelajar di Sekolah Botani