Aktivis Pergerakan Mengatasi Kemiskinan
Berada di tengah-tengah para aktivis Odesa, Afnan Malay tampak ceria. Aktivis pergerakan era 1980-an menyampaikan gagasan-gagasannya tentang pemberdayaan sosial.
“Saya senang berada di sini, bertemu dengan Anda yang serius mengatasi persoalan masyarakat desa,” kata Afnan Malay di kepada peserta diskusi bertema Peran Pemuda dan Kemiskinan Indonesia yang digelar oleh Yayasan Odesa Indonesia, Minggu 3/9/2023, di Pasir Impun Desa Cikadut Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
Dalam diskusi bertajuk “Peran Pemuda dan Problem Kemiskinan Indonesia” itu Afnan berpendapat, pemuda dan problem kemiskinan itu memiliki dua arti. Yang pertama pemuda dalam arti sebagai solusi mengatasi masalah, yang kedua juga berarti problem kemiskinan dalam pemuda itu sendiri juga harus diatasi.
Dua arti ini relevan untuk dibicarakan lebih lajut karena menurut Afnan, kemajuan zaman mestinya memberikan kesempatan kepada para pemuda untuk mendapatkan kesempatan hidup yang lebih layak.
Tetapi fakta yang terjadi banyak pemuda mengalami pengangguran, bahkan terjebak pada kemiskinan.
Oleh karena itu, para pemuda yang bisa kesempatan bersekolah lebih tinggi mestinya bisa menjadi bagian dari solusi.
“Yang menjadi seperti kitaini, maksudnya bisa kuliah, jumlahnya sangat minim. Apalagi yang menjadi aktivis. Apalagi di Jawa Barat ini, masalah keterbelakangan hidup memprihatikan sehingga membutuhkan perhatian khusus,” papar Afnan.
Karena tema kemiskinan itu relevan dengan masa reformasi tahun 1998, Afnan mengajak para relawan untuk mendengarkan lagu darah juang karya temannya, John Tobing dan juga menyampaikan Sumpah Mahasiswa yang dulu ditulis olehnya saat masih menjadi aktivis pergerakan.
Mengetahui kegiatan kerelawanan Odesa Indonesia, Afnan menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang tepat.
Ia beralasan, kaum muda perlu menjadi aktivis pergerakan sosial karena sampai saat ini praktik demokrasi di Indonesia masih lemah, belum mampu menjawab problem kemiskinan dan kebodohan.
Menurut Afnan, gerakan sosial yang mengambil bidang pendidikan seperti yang dilakukan Odesa Indonesia melalui kegiatan Sekolah Sabtu Minggu (SAMIN) relevan dengan problem dasar rakyat yang Indonesia dan menurutnya itu menjadi bagian dari misi reformasi.
“Kalau zaman saya dulu untuk membela rakyat itu lebih mengedepankan kemarahan untuk menuntut pemerintah.
Tetapi saya kira itu masa lalu. Sekarang butuh cara lain. Melakukan kegiatan pemberdayaan juga merupakan bagian dari perlawanan terhadap kemapanan,” jelas Afnan.
Saat ditanya apakah mahasiswa zaman sekarang harus turun ke jalan atau tidak, Afnan bisa menjawab adalah mahasiswa itu sendiri.
Mahasiswa harus memiliki pemikiran yang tepat dalam memandang persoalan sosial dan berani mengambil sikap untuk dijadikan acuan gerakan.
“Langkah-langkah gerakan itu mesti muncul dari dalam diri kaum muda, bukan mengacu pada senior.
Situasi dan keadan yang berbeda itu yang dijadikan landasan apakah perlu demonstrasi atau memilih cara lain dalam sebuah gerakan,” kata Afnan.
Teknis itu penting
Lebih jauh Afnan juga menekankan agar kaum muda pergerakan memiliki bekal pemikiran yang seimbang antara gagasan dan praktik.
Ia menunjukkan adanya kelemahan para aktivis di era 1980an dan era 1990an yang cenderung mahir dalam desain program tetapi sering mengabaikan teknis.
“Dulu banyak aktivis pergerakan berpikirnya abstrak. Visinya tinggi, sedangkan urusan teknis disepelekan. Padahal teknis itu perwujudan. Kalau tidak mampu teknis bagaimana mewujudkan tujuan? “terang Afnan.
Pada pertemuan itu, Afnan memberi beberapa masukan penting untuk anak muda.
Pertama, kaum muda Indonesia harus terus belajar dari realitas sosial. Sekolah formal itu penting tetapi harus seimbang dengan praktik di masyarakat.
Kedua, harus kritis dalam memperbaiki keadaan. Jangan sering mudah terjebak dengan gagasan-gagasan dari luar tetapi sebenarnya tidak relevan dengan problem di masyarakat.
Ketiga, ukuran sukses orang Indonesia jangan dipersempit pada Ketika mereka sukses berkarir di luar negeri.
Indonesia memiliki problem besar dalam kemiskinan dan kebodohan sehingga memerlukan pengabdian kaum muda di negeri sendiri.
Keempat, harus mahir dalam kemampuan mengidentifikasi persoalan baik diri sendiri, organisasi maupun masyarakat.
Banyak orang Indonesia yang lemah dalam mengidentifikasi persoalan sehingga seringkali membuat program yang tidak terhubung di masyarakat, termasuk sering gagal menentukan skala prioritas.
Kelima, kaum muda harus berkembang sebagai individu yang kreatif dan tidak mudah untuk diseragamkan.
Kecenderungan untuk menjadi seragam cukuplah pada visi di mana di dalam organisasi kita harus kompak untuk menyatukan langkah, Tetapi dalam kreativitas setiap individu mesti berani berbeda.
Di dalam organisasi yang penuh perbedaan itulah kita bisa berharap munculnya pribadi-pribadi yang memiliki karakter.
Keenam, menjadi aktivis pergerakan itu dibenarkan karena Indonesia membutuhkan banyak aktivis. Tetapi jika dalam kegiatan nyatanya hanya sedikit tidak perlu berkecil hati.
Sebab sejak zaman dulu aktivis itu jumlahnya memang sedikit. Yang terpenting para relawan konsisten dan tidak berkecil hati serta berusaha terus menularkan kepada teman-teman seangkatannya atau kepada yuniornya. (Abdul Hamid).
Video Kajian Pemuda dan Problem Kemiskinan Bersama Afnan Malay bisa ditonton di sini
Dua Buku Rujukan Untuk aktivis Pergerakan
Mengenang Eman Hermawan 23 Juli 1967 – 15 Juni 2022
Tiga Bekal Kepemimpinan Kaum Muda