Sekalipun saat ini mahasiswa bisa memelototi ponsel kapanpun, tetapi hal tersebut bukan sedang menjalankan praktik literasi yang esensial.
Terdapat kenyataan dari banyak orang (termasuk mahasiswa) yang melakukan kegiatan membaca lebih karena faktor eksternal, akibat terpapar informasi dari media sosial. Apa yang dibaca pun tidak relevan dengan kehidupan mereka.
Praktik membaca dengan menyimak ponsel itu tak lebih dari sekadar “menonton” bacaan paparan informasi yang membanjiri ponsel. Pembaca jenis ini lebih menjadi objek, bukan subjek- akibat dari bencana informasi. Akibatnya, banyak orang hanya tahu tentang sesuatu tetapi tidak mendapatkan peningkatan kualitas berpikir.
Kenyataan rendahnya minat baca pada kalangan mahasiswa, termasuk pada aktivis mahasiswa memerlukan sebuah usaha khusus.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Faiz Manshur, Ketua Yayasan Odesa Indonesia, di acara diskusi mingguan, 16 Juni 2024 di Pasir Impun Atas Cikadut Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Studi Kasus Rendah Minat Baca dari Odesa
Menurut Faiz, kebanyakan mahasiswa, tak terkecuali para aktivis mahasiswa malas membaca buku. Bahkan mendiskusikannya pun jarang dilakukan.
“Mayoritas mahasiswa kurang melihat pentingnya membaca sebagai cara penting menghadapi persoalan hidup masa kini dan masa depan. Mereka kurang suka membaca karya-karya fiksi maupun non fiksi dan lebih memilih menggunakan waktu untuk menyimak ponsel untuk berhibur,” terang Faiz.
Ada pengalaman khusus Faiz Manshur di Odesa. Selama 8 tahun, sejak Odesa tahun 2016, terdapat 1.817 mahasiswa yang pernah berkunjung ke Odesa Indonesia. Catatan tersebut merupakan akumulasi dari bulan Agustus 2016 hingga Mei 2024. Dari banyaknya mahasiswa yang beraktivitas atau sekadar berkunjung ke Odesa tersebut mendapat perhatian dari para pengurus Odesa. Di tengah-tengah kegiatan tersebut Faiz Manshur sering mengajak mahasiswa ngobrol tentang masalah perbukuan, penulisan dan aktivisme sosial.
Menurut Faiz, tidak semua mahasiswa anti buku, tetapi mayoritas memang memprihatinkan karena mereka tidak mengenal bacaan-bacaan yang memadai. Bahkan dari sebagian mahasiswa yang menjadi aktivis sosial di Odesa pun banyak yang kurang menyukai bacaan dari buku digital maupun buku non digital. Beruntung saja yang menjadi aktivis di Odesa secara otomatis akan tertangani untuk kemudian terkondisikan untuk selalu berurusan dengan buku.
Baca beberapa pedoman literasi Odesa:
Hakikat Literasi: Membaca, Mengamalkan dan Menuliskan
Literasi Indonesia Rendah: Butuh Cara Khusus Mengatasinya
Video Bincang Literasi Faiz Manshur Bersama Budayawan Remy Sylado
“Mayoritas mahasiswa itu tidak suka baca buku. Okelah kalau tidak suka buku non digital bisa membaca buku digital. Tetapi itu tidak terjadi. Terhadap bacaan wajib di kampus pun mereka menganggap sebagai beban. Otak mahasiswa itu kebanyakan merasa terbebani jika berurusan dengan bacaan. Tetapi itu tidak semua, melainkan kebanyakan. Saya juga sering menemukan mahasiswa yang rakus membaca, jadi masih ada peluang untuk meliihat celah baik dari generasi muda,” jelas Faiz Manshur.
Dalam menyimpulkan fakta-fakta kualitatif itu Faiz Manshur melihat masih ada peluang untuk membentuk kesukaan membaca. Sebab mahasiswa yang tidak suka membaca berarti bukan lantas akan selamanya akan anti baca.
3 Faktor Mengapa Minat Baca Mahasiswa Rendah
Menurut Faiz Manshur, ada beberapa hal yang menyebabkan mahasiswa tidak menyukai buku bacaan baik digital maupun buku cetak.
1. Latar Belakang Keluarga
Pertama, latar belakang dari keluarga yang orang tuanya tidak mengondisikan pentingnya membaca saat masih usia SD dan SMP. Orang tua tidak suka membaca dan tidak merasa penting menganjurkan bacaan untuk anaknya. Pada mereka yang suka membaca biasanya karena orangtuanya juga pembaca buku dan menganjurkan. Dengan kata lain kebanyakan orang tua merasa bahwa tidak membaca itu bukan sebuah problem dan mereka melihat problem hidup tidak harus diselesaikan melalui bacaan.
2. Lingkungan Sekolah Sebelumnya
Kedua, di lingkungan sekolah SMA-nya tidak ada gerakan minat baca buku yang memadai. Adanya perpustakaan sekolah SMA sering tidak disertai usaha mendorong siswa membaca ragam bacaan. Ketika di usia SMA kurang peduli terhadap bacaan, maka dari situ tidak munucl kebiasaan meminati buku, dan terbawa sampai masa kuliah. Perpustakaan sekolah SMA biasanya hanya tempat peminjaman buku untuk mata pelajaran. Para guru pun kurang memberi teladan dalam membaca buku.
3. Pergaulan Selama Kuliah
Ketiga, saat kuliah tidak berkawan dengan peminat buku. Ketika kampus tidak mampu menciptakan kultur literasi karena model pembelajaran usang, mahasiwa hanya menjalankan kuliah sesuai targer birokrasi kampus. Anjuran-anjuran membaca dari pada dosen seringkali lebih menjadi beban daripada menjadi kegiatan yang menyenangkan. Di luar akademik, memang banyak juga mahasiswa yang sadar akan pentingnya berorganisasi, tetapi di organisasi tersebut tidak mendorong kebiasaan membaca. Ketua-ketua organisasinya juga tidak memberikan teladan dalam kebiasaan membaca.
Memahami Keadaan Objektif Rendahnya Minat Baca
Ketiga faktor tersebut menurut Faiz merupakan keadaan objektif mengakibatkan tidak munculnya hasrat untuk membaca. Kalau dari salahsatu faktor di atas bisa diatasi dengan menciptakan lingkungan atau pergaulan untuk pembiasaan membaca, niscaya niscaya akan tumbuh kebiasaan baru. Kebiasaan membaca anak meningkat. Karena alasan itu pula di Odesa Indonesia ditumbuhkan kebiasaan membaca.
“Saya bisa memaklumi bahwa tidak setiap orang harus memiliki hobi membaca. Tidak. Tetapi pada yang memiliki hasrat untuk lebih berkembang pemikiran atau senang membaca tentu saja hal itu harus diberi kesempatan. Pada setiap kesempatan bertemu mahasiswa kami berbicang seputar bacaan. Ada yang memang sangat tidak minat membaca dan menjadikannya sebagai beban, tetapi ada juga yang minat baca tetapi tidak tersalurkan karena faktor tertentu,” jelas Faiz.
Dalam pandangan pengurus Odesa, literasi merupakan salahsatu target penting yang dilakukan karena gerakan sosial yang sejati senantiasa harus membawa obor pencerahan. Anjuran membaca dilakukan juga bukan hanya untuk mahasiswa, melainkan juga kepada para anak-anak petani di desa, termasuk kepada para petani yang mengikuti program Odesa Indonesia dalam gerakan pangan dan konservasi lingkungan.
“Mahasiswa yang menjadi aktivis itu bagus karena mereka sadar membangun kerjasama. Tetapi kalau hanya rajin berorganisasi tanpa mau meningkatkan kapasitas intelektualnya tentu sebuah kerugian. Tugas Odesa adalah memberikan kesempatan dan itu ada hasilnya,” kata Faiz Manshur.
8 Tips Meningkatkan Minat Baca Mahasiswa
Dari latar belakang pemikiran tersebut Faiz Manshur memberikan 8 tips di bawah ini:
- Pengurus Odesa secara telaten memperkenalkan manfaat buku bacaan dan memberikan contoh dalam memilih buku bacaan. Ada banyak jenis buku yang baik, tetapi tidak bijaksana kalau kemudian sekadar menganjurkan membaca hanya dengan mengatakan “apapun buku harus dibaca.” Itu baik tetapi tidak memperbaiki secara konkret. Mesti ada dialog mahasiswa untuk mengenali pemikiran dan alokasi waktunya kemudian mendorong seseorang untuk mengambil skala prioritasnya. Sebagai senior perlu bersikap bijaksana karena kemampuan membaca saat mahasiswa berbeda dengan yang orang sudah melakukan kebiasaan melewati waktu 20 tahun. Memilih dan menganjurkan bacaan tertentu meliputi fiksi dan non-fiksi adalah langkah penting. Sekalipun mungkin tidak akan memuaskan tetapi harus terus dilakukan. Prinsipnya, berikan kebebasan untuk memilih, tetapi saat mahasiswa bingung untuk membaca buku apa, maka di situlah kita perlu memberikan beberapa pilihan dan bahkan menganjurkan mahasiswa untuk fokus pada satu jenis buku untuk kemudian berlanjut pada buku lain. Aturan ini berlaku pada mahasiswa yang kebiasaan membacanya masih rendah, dan tidak untuk mahasiswa yang sudah rakus dalam membaca. Pada yang sudah rakus, sebaiknya didorong untuk lebih sering memadukan waktu membaca dengan praktik menulis.
- Pengurus Odesa harus memiliki kepekaan atas buku yang dianjurkan kepada setiap mahasiswa. Penggalian minat dan kemampuan membaca buku harus peka terhadap keadaan masing-masing individu. Usahakan dalam menganjurkan bacaan tertentu relevan dengan pikiran dan tingkat kemampuan membaca. Hal ini penting karena anjuran membaca buku yang baik seringkali berurusan dengan kemampuan mencerna, atau memahami isi bacaan. Sikap peka seperti ini juga bukan lantas bahwa anjuran berati bahwa anjuran membaca sebaiknya pada bacaan buku yang ringan saja. Sesekali pula mahasiswa dianjurkan membaca buku berbobot. Dalam sebuah proses, sedikit memaksa itu perlu dilakukan karena pada akhirnya bisa memberikan dampak lain dari pengalaman menanggung beban. Sering membaca buku berbobot juga mengondisikan mahasiswa akan menemukan jalan kemudahan.”Di balik kesulitan pasti ada kemudahan”. Kalau yang dibaca hanya bacaan-bacaan ringan kapan akan dapat ilmu yang berbobot?
- Pengurus Odesa sering menjelaskan perbedaan antara orang sukses dan tidak sukses dengan merelevansikannya dengan kebiasaan membaca. Ada banyak orang sukses bahkan menjadi pemimpin. Tetapi pemimpin yang gemar membaca dengan yang tidak tentu memiliki nilai yang berbeda. Studi kasus bisa dari perbandingan pemimpin formal presiden Republik Indonesia dari masa ke masa. Penting juga diperlihatkan mengapa mereka yang menjadi orang terkenal tetapi karena malas membaca nasibnya berbeda dengan mereka yang terkenal tetapi memiliki kegemaran membaca.
- Pengurus Odesa selalu memberikan teladan secara praktis dalam membagi waktu membaca buku dan menceritakan manfaat dari apa yang dibaca. Jatah waktu bagi manusia adalah sama yakni 24 jam setiap hari. Kesibukan selalu ada. Tetapi mengapa ada orang yang sibuk masih tetap bisa membaca dan ada yang tidak? Mikir!
- Pengurus Odesa harus sering menceritakan isi buku secara lisan melalui diskusi untuk sebuah provokasi agar mahasiswa membaca. Dengan cara ini kita bisa berharap muncul rasa penasaran dan kemudian membaca buku sendiri. Dalam proses literasi kita selalu butuh ulasan. Tukar informasi tentang bacaan adalah proses terbaik bagi kita karena di dalamnya memiliki semangat gotong-royong dalam keilmuan.
- Pengurus Odesa perlu berkorban untuk meminjamkan buku bahkan membelikan sebagai rangsangan agar mahasiswa. Langkah ini penting dalam setiap pemberdayaan masyarakat. Kita tidak bisa berkata, beli buku karena tidak rugi. Buku itu murah hanya Rp 100.000 tetapi manfaatnya bisa untuk seumur hidup. Logika seperti ini sebenarnya hanya bersifat membuka wawasan, tetapi tidak sebagai keteladanan konkret. Kita (para senior) mesti mengusahakan bacaan kepada mahasiswa bukan karena alasan mereka berat membeli, melainkan “memberikan kail agar mereka mendapatkan ikan”. Apa salahnya memberikan modal?. Untuk sebuah keteladanan yang luhur, sebaiknya jika menganjurkan sesuatu juga harus menyediakan modalnya. Kalau kita berpikir “hanya orang bodoh yang mau meminjamkan buku”, maka kita bisa memakai slogan lain “hanya orang mulia yang mau membelikan buku.”
- Pengurus Odesa mendesain gerakan sosial dengan selalu menghubungkannya dengan bacaan yang relevan tentunya. Tanpa relevansi, apapun yang kita lakukan hanyalah keisengan. Banyak orang hobi membaca tetapi hanya menuruti kesenangan (tanpa visi pencerahan) pada akhirnya mengalami kebosanan. Merelevankan bacaan dengan aktivitas adalah langkah tepat bagi setiap orang karena dari situlah akan muncul manfaat konkret yang bisa didapat dalan waktu dekat. Odesa Indonesia punya pengalaman di kalangan petani untuk membaca buku yang relevan dengan pekerjaannya seperti budidaya menanam hanjeli, kelor, sorgum, pepaya dan lain sebagainya. Karena relevan dengan kehidupan mereka, literasi pun berjalan dan banyak petani yang kemudian mendapatkan peningkatan pola pikir. Misalnya dalam memandang tanaman bukan sekadar untuk uang, melainkan untuk perbaikan gizi, pengobatan dan juga untuk manfaat perlindungan alam.
- Pengurus Odesa mewajibkan secara rutin kepada mahasiswa untuk membentuk klub membaca dan menulis karena hanya dari situlah situasi pergaulan akan mengondisikan mahasiswa yang minat baca tinggi bisa berbagi kepada mereka yang belum menyukai kegiatan membaca. “Bisa karena biasa” adalah slogan yang dimiliki oleh Odesa Indonesia dalam usaha transformasi sosial. Untuk menjadi bisa seseorang harus biasa. Untuk bisa harus diberikan kesempatan yang konkret. Kesempatan yang konkret dari pembiasaan membaca akan efektif jika dilakukan bersama-sama. Di Odesa ada contoh satu kampung yang anak-anak para petani menggemari bacaan. Hal itu karena dilakukan dengan cara pembiasaan kolektif, meminjam buku bersama, membaca bersama dan saling bercerita bersama. Mahasiswa pun bisa melakukan hal ini.[]
Penulis: Abdul Wahid
Admin: Fadhil Azzam