Tugas Penyair dalam Gerakan Sosial
Oleh Faiz Manshur Ketua Odesa Indonesia
27 November 2022 lalu Soni Farid Maulana meninggal, di usia 60 tahun. Lima belas hari kemudian, tepatnya pada 12 Desember 2022, Remy Sylado, meninggal pada usia 77 tahun.
Selang 12 dari meninggalnya Remy, tepatnya pada 24 Desember Beni Setia juga meninggal pada usia 68 tahun.
Ketiganya adalah penyair ternama di Indonesia. Saya tahu ketiganya, tetapi yang paling akrab berkawan dengan Kang Soni dan Pak Remy.
Tanggal 13 Desember lalu, saya bersama Andy Yoes Nugroho dan Herry Dim menuju Jakarta menghadiri Takziah Pak Remy. Di tengah suasana duka itu Pak Herry Dim bertanya, apa yang bisa kita perbuat untuk menghormati Pak Remy dan Soni? Saya bilang, ya buatlah acara. Terserah bagaimana baiknya.
Maka untuk mengisi kegiatan rutin Odesa Indonesia, Herry Dim menggelar acara temu Penyair, tentu saja dihubungkan dengan misi Odesa yang menyuarakan masalah kemiskinan dan mengampanyekan gerakan perbaikan lingkungan.
Herry Dim lantas meminta bantuan temannya, Hikmat Gumelar untuk pelaksanaan kegiatan ini. Saya pun meminta Abdul Hamid, relawan Odesa Indonesia untuk “menjadi staf” dalam pelaksanaan ini.
Tanggal 30 Desember 2022 itu panitia memilih Gedung Kesenian Rumentang Siang sebagai ajang acara “Temu Penyair: Menyapa Kata Menyapa Kita”.
Inti dari acara ini ada empat:
- Bersolidaritas untuk menghormati tiga penyair di atas.
- Menjadi fasilitator pegiat sastra yang sudah lama tidak bertemu.
- Mengampanyekan gerakan Odesa agar kalangan seniman mulai berurusan dengan ekologi, minimal mau menanam pohon dan maksimalnya terlibat dalam kampanye-kampanye problem kemiskinan dan kerusakan lingkungan.
Seperti kegiatan odesa sebelumnya yang berurusan dengan even, Herry Dim selalu mengambil peran sentral. Seperti biasanya juga, hasilnya selalu memuaskan banyak pihak.
Kami di Yayasan Odesa Indonesia bangga punya seorang seniman pekerja keras dan rendah hari seperti Herry Dim. Ia seorang kakek yang tekun, militan dan visioner.
Ia selalu paham arah bagaimana gerakan sosial semestinya bergerak di ruang lingkup yang berbeda dengan efisien, fleksibel dan menimbulkan dampak berupa greget.
Saya senang karena kegiatan sastra yang dikerjakan Herry Dim dan Hikmat Gumelar itu berjalan tanpa halangan. Para petani seperti Toha, Ujang, Jajang, Tardi, Iwan, Nana juga punya lanjutan pengalaman bekerja berurusan dengan event organizer di kota Bandung.
Kami bersyukur bisa membagi sumber pangan hasil pertanian yang kami kelola seperti Hanjeli, Kelor, Kopi, Tape (Peuyeum), Jagung dan selain sebagainya. Lebih jauh lagi kami juga bisa berbagi bibit tanaman seperti Durian, Kelor, Mangga, Nangka dll.
Penyair dan seniman yang mengisi acara antara lain, Acep Zamzam Noor, Ahda Imran, Bunyamin Fasya, Deni Ahmad Fajar, Diro Aritonang, Fadjroel Rachman, Farra Yanuar, Kurnia Effendi, Nenden Lilis Aisyah, Ratna Ayu Budhiarti, Rosyid E. Abby, Soeria Disastra, Bambang Q Anees, Aquarini Priyatna, Ine Arini, Ipiet S. Dimyati. Selain itu juga ada penampilan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran (Ari Jogaiswara, Sandya Maulana, Ratnamaya Fatheena, Catur Surya Permana).
Selain acara pentas puisi, di hari jumat malam 30 desember 2022, panggung Gedung Kesenian Rumentang Siang juga menampilkan pentas seni musik. Ada grup Harmony Music Chinese Group pimpinan Andri Harmony yang menyanyikan lagu mandarin secara menawan.
Ada pula grup penampilan grup musik baru The Romlies yang menampilkan lagu-lagu Nusantara karya Sunan Kalijaga dan Sunan Giri. Ferry Curtis, Musisi Bandung juga ambil bagian dalam kegiatan ini.
SENI, IDEOLOGI DAN BIOLOGI
Saya menaruh perhatian pada seni karena urusan gerakan sosial tak bisa lepas dari dunia kesenian. Sama seperti jurnalisme, yang mesti memiliki empati pada gerakan sosial, kesenian juga mesti laras dengan gerakan sosial. Memisahkan gerakan sosial dan kesenian hanya akan mengakibatkan saraf kita membeku.
Ada dua alasan mengapa gerakan sosial mesti laras dengan kesenian. Pertama, alasan ideologis. Sebuah gerakan sosial membutuhkan peran para seniman baik dengan karya-nya maupun dengan kiprahnya sebagai aktor perubahan sosial.
Lagi pula kesenian yang tak terintegrasi dengan gerakan sosial niscaya akan terasing di masyarakat. Saya tidak percaya ada seni(man) murni. Saya pun tak percaya gerakan sosial bisa tumbuh berkembang menemukan kemampuan injeksi dan akselerasinya tanpa kesenian.
Alasan kedua adalah alasan biologis. Dimensi biologis (baca biologi-evolusioner) telah banyak mendukung pentingnya akalbudi manusia selalu memperhatikan elemen-elemen survival manusia. Urusan survive manusia bukan melulu makanan, melainkan juga meliputi dimensi hubungan antar manusia, termasuk dengan alam.
Dalam dimensi biologisme, ada empat elemen penting yang harus diperhatikan oleh setiap orang, terutama para seniman.
Pertama, dopamin, senyawa kimiawi yang akan mendorong orang melakukan tindakan karena alasan kesenangan. Kedua, endorfin, yang mendorong orang mengambil tindakan karena dorongan survive.
Ketiga, seretonin yang mendorong orang bekerja karena unsur kepuasan, perasaan berharga atau kebanggaan. Dan keempat adalah senyawa oksitosin, di mana seseorang berperan dalam tindakan karena nilai kasih-sayang, persahabatan dan kepercayaan.
Dua alasan di atas menurut saya cukuplah untuk modal bagaimana para seniman harus mengambil peran dalam lapangan gerakan sosial, sebagaimana para aktivis pergerakan sosial mesti mengambil peran dalam dunia kesenian.
Namun, lebih penting dari sekadar hubung-menghubungkan “dua kanal”, akan lebih maju kalau kita benar-benar bisa menghubungkan aktivitas sosial dan seni dengan problem di masyarakat.
Dua problem di masyarakat Indonesia saat ini adalah soal kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Kemiskinan di Indonesia sampai saat ini tak tertangani dengan secara memadai sehingga menimbulkan mandulnya misi “keadilan sosial.”
Seniman, jurnalis, dan pegiat sosial mesti harus terus melakukan eksperimen dalam mengatasi kemiskinan. Kedua, kerusakan lingkungan yang hebat juga telah berkontribusi pada kemiskinan, demikian sebaliknya.
Banyak bencana di luar gempa yang urusannya terkait dengan praktik hidup dan kebijakan politik. Tentu saja seniman mesti mengambil peran dalam ekologi ini.
Peran seniman dalam mengatasi kemiskinan atau mengatasi kerusakan lingkungan bisa dengan karyanya, bisa pula dengan keterlibatan aktivitas-nya sebagai orang pergerakan.
Contoh baik bisa belajar dari sosok Herry Dim. Ia seorang pelukis dan penulis juga pembicara urusan sosial. Sebagai seniman ia tetap berkreasi, tetapi di luar itu ia juga seorang aktivis pergerakan.
Saat bisa berkarya untuk urusan kemiskinan dan ekologi, maka ia pun lakukan itu tanpa rasa canggung.
Manakala karya-nya sedang tidak nyambung dengan misi gerakan sosial, ia dedikasikan waktu dan aktivitasnya untuk mengambil peran sebagai teman para petani di Bandung Utara.
Menurut saya itu cara terbaik menjadi seniman yang fungsional di masyarakat. Dengan kata lain, supaya menjadi seniman itu ada gunanya, bahkan berguna lebih luas untuk masyarakat.
Odesa Indonesia sejak awal adalah lembaga yang terbuka untuk keterlibatan sosial para seniman, termasuk para jurnalis dan aktivis pergerakan lain yang belum terhubung dengan Odesa Indonesia. Jadi, marilah kita aksi kemanusiaan dan ekologi. []
Sajak Oray Tapa Karya Mathori A Elwa
Puisi Karya Penyair dan Budayawan Bandung Ahda Imran