Penting! Memilih Desa sebagai Tempat Amal

OLEH Ir. DIDIK HARJOGI M.Eng, Koordinator Amal Sosial Yayasan Odesa Indonesia, Bandung.

“Saya ingin bakti sosial di desa. Soalnya kebiasaan kami di kota hanya bisa menyalurkan lewat Panti Asuhan, dan seringkali saya menemukan Panti Asuhan sudah over bantuan,” kata seorang calon donatur yang awal bulan Ramadhan lalu menghubungi penulis.




Beramal di desa menjadi pilihan baru. Mendengar pendapat itu tentu saya senang. Sebab selama masa setahun kami bergiat melalui Yayasan Odesa Indonesia di Kawasan Perdesaan Pinggiran Kota Bandung (khususnya di Cimenyan, Kabupaten Bandung), muncul gagasan tentang pentingnya gerakan amal sosial/ sebagai bangian penting pendampingan pada warga perdesaan. Sebab terdapat fakta, di desa-desa selain terdapat seabrek keluarga miskin, terdapat pula anak-anak yatim piatu dan warga lanjut usia yang tidak mendapat tempat di Panti Asuhan/Panti Jompo, melainkan diasuh oleh saudara atau tetangga mereka.

Malangnya lagi, golongan masyarakat ini seringkali tidak mendapatkan jatah bantuan. Pada bulan Ramadhan 2017 ini, ternyata ide kami dari Odesa Indonesia yang beberapa bulan sebelumnya pernah kami gagas, setidaknya ada yang menyambut.

Pertama, Komunitas Super Moto Indonesia (SMI), Sabtu, 10 Juni 2017 lalu menggelar kegiatan Amal Sosial di Kampung Pondok Buahbatu Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan. Karena tertarik dengan situasi kampung di Pinggir Hutan yang didapatkan dari pewartaan Odesa, mereka mengalokasikan waktu menggalang dana untuk warga desa yang tertinggal di sana.

Kemudian pada Minggu 11 Juni 2017, para relawan pecinta Mobil Blazzer secara individu berkumpul dan menggalang dana untuk Amal warga Kampung Waas, Desa Mekarmanik. Mereka masuk desa tertinggal karena informasi dari Odesa Indonesia. Dan Sabtu, 17 Juni 2017, satu keluarga dari Pondok Indah Jakarta (Ibu Anthi Hariyanto) beserta keluarganya secara khusus tertarik menggelar Amal untuk warga desa, ditempatkan di Kantor Odesa Indonesia, Cisanggarung, Cikadut, Kabupaten Bandung. Ketiganya banyak membantu warga, ada bantuan kemasjidan, bantuan sembako, dan alat-alat sekolah.

Ketiga kegiatan tersebut sama-sama berangkat dari kesadaran, bahwa perlu sebagian dari “harta yang terdapat di kota diratakan” ke desa. Sekalipun terdapat alasan yang berbeda, tetapi ketiga kelompok ini saya pikir memiliki kesamaan kesadaran karena sama-sama berpendapat bakti sosial di Kota kadang-kadang melupakan warga desa.

Bahkan di Jakarta terkadang banyak Panti Asuhan yang over dalam menerima bantuan. Over bisa disebabkan oleh karena kepintaran Pengurus Panti dalam menggalang dana, atau bisa jadi karena ketiban rezeki menjadi saluran amal orang Kota yang kebetulan pingin mudah dan praktis menyalurkan bantuan secara tepat sasaran.

Harus diakui memang, menyalurkan bantuan secara tepat itu tidak mudah. Apalagi tidak mengenal medan. Yang mudah tentu saja berbagi kepada tetangga terdekat yang dikenal. Tapi untuk menyalurkan kepada warga yang tidak dikenal dan jauh? Ini problem. Itulah mengapa sejak awal kami berkiprah dan memadang Amal Sosial sangat penting sebagai pintu lahirnya gerakan sosial (pendidikan, ekonomi, kesehatan dll), Yayasan Odesa Indonesia mematok mapping sebagai kegiatan awal.




Dengan mapping yang baik dan membumi; langsung terjun ke lapangan, kita berani menentukan skala prioritas. Prioritas ini sebagai cara kita mewujudkan spirit keadilan. Misalnya ada sekian puluh orang miskin, maka yang dicari bukan orang miskin yang terdekat atau kenal dengan kita, melainkan yang level kemiskinannya paling akut.

Dari situ sasaran bantuan yang turun pun akan terhindar dari salah sasaran. Dengan kata lain, nilai kualitas “membantu” secara otomatis akan lebih berharga.Bukankah bantuan itu akan sangat bernilai jika yang menerima sangat membutuhkan? Semakin sangat membutuhkan, semakin baik kualitas amal kita.

Satu persoalan terjawab. Tetapi yang belum terjawab sekarang adalah, bahwa ketika Yayasan Odesa Indonesia mampu memetakan sekian puluh ribu keluarga buruh tani di desa yang –maaf—masuk golongan miskin akut, kemampuan aksi penggalangan mobilitas amal sosial ini masih jauh dari harapan.

Jumlah orang miskin akut itu kami temukan di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung hingga bulan Juni ini jumlahnya mencapai 890 keluarga. Sedikit gambaran, mereka itu hidup dalam penghasilan rata-rata Rp 500-600 ribu perbulan dengan jumlah anggota keluarga antara 3-4 orang. Jadi misalnya untuk ukuran kemiskinan Kabupaten Bandung per-orang saat ini adalah Rp 645.000 perbulan, mereka hanya memiliki kemampuan konsumsi sekitar Rp 150-200 ribu perbulan. Mengenaskan bukan? Bisakah kita membayangkan hidup dengan kemampuan ekonomi seperti itu saban waktu dalam kurun waktu puluhan tahun di zaman serba modern sekarang ini?

Sementara sampai jelang lebaran ini, penggalang amal sosial baru mencapai sekitar 250 keluarga. Masih kurang banyak. Bagaimana kita menyelesaikan target itu? Kami butuh orang-orang baik untuk menyatu dalam kegiatan ini. Ini semua merupakan tanggungjawab; merupakan kewajiban kita semua.[]




Baca Ada Yang Memelas di Pesanggrahan Cimenyan
Baca Keluarga Pak Aep dan Bu Aas Butuh Uluran Tangan
Baca Prihatin Kemiskinan Desa, Odesa Kembangkan Website Khusus

Komentar ditutup.

Keranjang Belanja