Bulan Juli tahun 2017 ini, genap delapan bulan relawan Odesa Indonesia keluar masuk kawasan perdesaan Cimenyan. Awal mula kegiatan Odesa Indonesia karena didorong oleh keadaan yang di luar dugaan sebelumnya, yaitu keterbelakangan hidup warga di kampung-kampung Cimenyan. Memang banyak warga desa hidup tertinggal, namun keadaan di Cimenyan ini cukup membuat kaget teman-teman Kota karena jaraknya begitu dekat dengan kawasan Perkotaan Bandung.
Banyak warga tinggal di perbukitan dengan penghasilan ekonomi yang rendah. Pendidikan warga juga rendah. Infrastruktur jalan tidak memadai. Air untuk rumah tangga tidak terpenuhi secara mencukupi sekalipun di sana sini terdapat sumber air yang bagus.
Cimenyan ini masuk wilayah Kabupaten Bandung. Ini sesuatu yang janggal. Jika dilihat dari peta, ada terdapat tiga kecamatan yang secara geografi janggal, yaitu Cimenyan, Cilengkrang dan Cileunyi yang jaraknya dekat dengan kota tapi masuk kabupaten Bandung (Soreang). Apakah karena faktor jarak yang jauh dari Pusat Ibu Kota Kabupaten Bandung sehingga Cimenyan terabaikan? Buat saya bukan soal. Asalkan punya keseriusan dalam hal memperhatikan rakyat kecil, tentu Cimenyan akan mendapatkan perhatian dari pemerintah Kabupaten. Apalagi Cimenyan ini masuk Wilayah Kawasan Bandung Utara (KBU) yang semestinya juga mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Tapi tidak.
Cimenyan terabaikan. Sepanjang masa Otonomi Daerah dengan pemekaran, pembangunan sangat lambat. Situasi kehidupan sangat tertinggal seperti era 1980an di mana banyak anak putus sekolah, tingkat lulusan didominasi oleh sekolah dasar,perkawinan dini, tanah-tanah dijual untuk menutupi kekurangan hidup warga, dan mereka menjadi buruh tani di kampung sendiri.
Atas fakta itu, perlahan-lahan teman-teman dari Kota bergiat aktif di Cimenyan. Keprihatinan terhadap keterbelakangan dan krisis lingkungan membuat satu persatu relawan semangat untuk mencoba menjawab problem. Ada yang berniat memperdayakan pertanian, usaha bisnis, kursus, beasiswa dan ada yang minat Amal Sosial. Pak Basuki Suhardiman dari ITB karena gemar berwirausaha pertanian konsentrasinya adalah urusan pertanian. Kemudian ada temuan kampung Miskin di Cadas Gantung. Pak Didik Harjogi (Dosen Politeknik Negeri Bandung) yang senang kegiatan sosial aktif mendorong teman-teman Alumni Elektro ITB 86 untuk beramal sosial di Cadas Gantung. Sarana MCK pun dibangun, dan pendampingan ekonomi juga dilakukan.
Pak Enton Supriyatna (Pemimpin Redaksi Harian Galamedia) yang kebetulan sebelumnya sudah sering ke Kampung Cikawari juga ikut terlibat aktif bergiat menyusun organisasi dan aktif mendatangi warga. Keprihatinannya sejak lama, namun karena sendirian tentu kemampuan untuk bergiat menjadi terbatas. Barulah kemudian dengan sering berkumpulnya para relawan ini Pak Enton bisa berkiprah aktif dan meluas di Cikawari dan beberapa kampung lain. Sedangkan Pak Budhiana berkontribusi banyak terhadap kegiatan di Pondok Buahbatu dan mengikuti alur kerja Odesa Indonesia di setiap kegiatan yang dinahkodai Ketua Yayasan Odesa Indonesia, Mas Faiz Manshur.
Beberapa teman yang saya sebut di atas hanya sebagian dari relawan Odesa. Masih ada Pak Hawe Setiawan (Dosen Unpas, budayawan kondang di Jawa Barat), juga ada Pak Herry Dim (Pelukis kenamaan Nasional dan aktivis lingkungan) bersama istrinya yang belakangan merapat untuk mengisi kekosongan urusan ekologi. Dan masih banyak teman-teman lain yang kontribusinya tidak bisa diabaikan.
Isu Lucu di Lapangan
Dari sekian banyak hal yang perlu saya catat pada tulisan ini adalah soal pengalaman para aktivis mengorganisir kegiatan warga desa. Salahsatunya adalah problem kultural di masyarakat. Problem komunal kultural seringkali membuat kegiatan tidak semulus yang diharapkan. Sekalipun setiap program berjalan, namun riak-riak masalah tak bisa disembunyikan.
Misalnya ada bantuan untuk kelompok (yang maaf), sangat miskin karena lanjut usia. Kita prioritaskan menjadi orang yang menerima bantuan. Namun di luar dugaan, muncul respon lain. Ada juga yang marah-marah gara-gara rumahnya difoto. Tidak terima karena dikatakan miskin, padahal relawan Odesa tidak mengatakan miskin pada orang yang difoto tersebut. Hanya karena tetangganya punya masalah dengan pihak penerima bantuan, kemudian mendorong orang tersebut untuk protes. Protesnya bukan kepada Odesa, tapi kepada orang yang kita dampingi dan sering kita jadikan pembawa amanah penyalur bantuan. Kasus seperti beberapakali terjadi. Begitu juga ketika ada pembangunan rumah kepada warga yang tidak mampu. Kemampuan donatur yang terjun ke lapangan untuk dua rumah. Tapi karena terdapat puluhan rumah yang statusnya sama rusak, sebagian menimbulkan harapan pada orang lain agar rumahnya dibantu. Dalam hati, kami pun ingin melayani, namun apa daya kemampuan terbatas dan satu persatu penyelesaiannya. Semoga berkelanjutan.
Hal lain yang perlu dicatat adalah saat kita bersinggungan dengan urusan kemasjidan. Sekalipun Odesa Indonesia tidak akan masuk wilayah kegiatan keagamaan terkadang juga timbul perselisihan. Perselisihannya bukan antar Ustad dengan Odesa, tetapi antara ustad yang dibantu dengan Ustad sebelah. Ustad satunya memiliki rasa kurang suka jika ada ustad lainnya lebih mendapatkan perhatian dari donatur. Padahal Odesa Indonesia tidak bermaksud pilih kasih, melainkan lebih memprioritaskan masjid yang paling membutuhkan. Toh pada lain waktu masjid satunya juga mendapatkan giliran.
Ada juga cerita. Hanya karena KH.Dr. Jalaludin Rakhmat anggota DPR-RI yang notabene punya kewajiban mengurus warga di Dapilnya turun ke desa dan sempat berkomunikasi dengan Relawan Odesa, kemudian Odesa Indonesia dianggap Syiah. Isu digoreng. Kang Jalal hanya ikut forum diskusi, tapi oleh penebar gosip ditulis sebagai pengurus.
Kisah-kisah gosip seperti itu sebenarnya hanya mengundang kelucuan. Saat informasi itu disampaikan pada pengurus Odesa Indonesia semua tertawa geli dan ngakak terpingkal-pingkal. Pasalnya tidak ada yang menganut Syiah pada pengurus Odesa. Dan bahkan Odesa Indonesia ini secara khusus tidak mengurus kegiatan keagamaan sebab akan memprioritaskan pada tiga bidang utama, yaitu Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan.
Masalah gosip yang belakangan muncul memang bukan hal baru. Dulu waktu Odesa mengangkat kampung Miskin Cadas Gantung pejabat Pemkab juga risau dan menutup-nutupi kelalaiannya. Saya pun membantahnya
Isu gosip dan fitnah di atas dalam pandangan teman-teman pengurus Odesa Indonesia bukan hal yang mengagetkan. Kami semua menertawakan kelucuan orang-orang penyebar gosip itu. Kami menyakini bahwa orang-orang penyebar gosip itu mungkin adalah orang yang kurang kerjaan. Sudah sejak dulu Cimenyan mengalami keterbelakangan. Ketika datang kegiatan positif yang tulus untuk kemajuan justru direspon negatif. Hal-hal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau seseorang itu punya hati yang tulus dan pikiran yang lurus. Warga yang kenal dengan pengurus Odesa Indonesia dan bergiat aktif bersama tidak ada yang mempersoalkan. Kami sederhana, bergiat sosial. Mengkritik pemerintah dengan data dan fakta juga kebaikan karena terbukti negara ini sangat mandul dalam mengurusi warganya.-
Khoiril Anwar Rohili. Relawan Odesa Indonesia. Aktif di kepengurusan Rabithah Ma’ahid Islamiah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat.