Kisah Lela Merajut Cita-Cita Dari Gubuk Tempat Pembuangan Sampah

SENYUM tersungging di bibir Lela Yumilah (14) ketika mobil yang mengantarkannya tiba di pelataran Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Kab. Majalengka. Lela dan rekan seperjalanannya segera turun dan mendaftar ke sekretariat pesantren. Inilah hari pertama bagi Lela memulai aktivitasnya sebagai santri pada tahun ajaran baru di kelas tiga tsanawiyah (SMP).

Hari-hari di lingkungan pesantren terpadu itu adalah hari-hari yang menyenangkan bagi Lela. Suasana yang sejak lama diimpikannya. Lela ingin belajar ilmu pengetahuan umum, sekaligus juga mempelajari secara serius ilmu agama. Karena itulah langkahnya terasa ringan, meskipun waktunya begitu padat untuk kegiatan belajar.

Beberapa kegiatan ekstrakurikuler diikutinya dengan riang gembira. Bagi Lela, kegiatan seperti itu menambah wawasan dan menumbuhkan kepercayaan diri. “Dalam kegiatan ekstrakurikuler, kita bisa berinteraksi dengan teman-teman yang lain dalam suasana lebih santai dan leluasa. Saya yang semula kurang berani bicara, Alhamdulillah sekarang mah lancar,” katanya.

Kabar Lela di pondok pesantren saat ini adalah kabar yang menggembirakan. Tapi tahukah bagaimana keadaan Lela empat tahun lalu? Lela Yumilah adalah anak pertama dengan tiga orang adik, dari pasangan Aep Sapari (50) dan Nani Rahmawati (31). Aep Sapari tidak mempunyai penghasilan tetap. Dia bekerja serabutan bahkan banyak menganggurnya.

INGIN MEMBANTU LELA DAN KAWAN-KAWANNYA. SALURKAN LEWAT KITABISA.COM

Lela Zumila dan Keluarganya di Gubuk Reyot
Lela Yumilah saat pertama ditemukan di Gubuk Reyot dekat pembuangan sampah Desa Mekarmanik Cimenyan Kabupaten Bandung,  17 Pebruari 2017.

Sejak punya anak satu, Aep dan Nani hidup berpindah-pindah tempat tinggal demi menghidupi keluarganya. Dari Kota Bandung mereka merantau antara lain ke Karawang dan Cirebon. Tapi karena kondisi ekonomi keluarga tidak kunjung membaik, mereka kembali lagi ke Bandung. Beberapa kali menyewa kamar namun terpaksa harus keluar sebab tidak mampu membayar.

Akhirnya keluarga tersebut membangun sebuah gubuk tepat di area pembuangan sampah di Kampung Barukai Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Setelah lebih dulu minya izin pemilik lahan. Jangan tanya tentang layak dan tidaknya gubuk itu ditinggali. Yang jelas, tidak ada air, tanpa fasilitas mandi cuci kakus, dan tanpa penerangan.

Gubuk berlantai tanah ukuran 5 x 2,5 meter itu berdinding dan beratap material bekas. Jika hujan turun, air menerobos masuk dan menggenang. “Kalau hujan, ya kami tidak bisa tidur. Karena lantai rumah berlumpur. Takut juga ditimpa pepohonan yang digoyang angin,” ujar Nani Rahmawati.

Catatan Kisah Penghuni Gubuk 1

Catatan Kisah Penghuni Gubuk 2

BAU TAK SEDAP

Setiap hari harus terbiasa dengan bau tidak sedap menyengat dari tempat pembuangan sampah, yang hanya berjarak beberapa meter dari gubuknya. Lalat hijau beterbangan di ruangan yang pengap itu. Tidak ada pilihan lahin. Mereka tidak punya lilin untuk penerangan. Hanya ada satu lampu cempor. Itu juga menyala kalau minyak tanahnya terbeli.

Gubuk Keluarga Lela Yumilah

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, setiap hari Nani menapaki jalan menanjak sekitar 1 kilometger jauhnya, sambil membawa empat jerigen kosong kapasitas 10-15 liter. Kemudian diisi di bak penampungan air bersih milik warga. Aep membawa jerigen-jerigen itu sore harinya sepulang kerja, dalam dua kali pengangkutan menggunakan kayu pikulan (rancatan).

Relawan Yayasan Odesa Indonesia menemukan mereka pada Februari 2017. Diketahui kemudian, Lela dan adiknya, Ade Furkon, masing-masing duduk di kelas 5 dan 2 di sekolah dasar yang tidak jauh dari gubuk mereka. “Meskipun kami miskin, kami ingin anak-anak kami bersekolah,” kata Aep. Bahkan Lela, dengan mantap menyatakan ingin jadi menteri keuangan.

Dengan kebaikan para dermawan, Yayasan Odesa memindahkan mereka ke rumah kontrakan. Keperluan sekolah anak-anaknya diurus. Hingga kemudian Lela dimasukkan ke Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka. Di Pesantren yang dipimpin KH Maman Imanulhaq itu Lela sekarang sudah duduk di kelas tiga tsanawiyah dan tahun depan ingin melanjutkan ke tingkat aliyah (SMA).

KLIK! BANTU LELA DENGAN DONASI MUDAH LEWAT KITABISA.COM

Sebenarnya tidak hanya Lela, Yayasan Odesa juga mengirimkan 13 anak Cimenyan lainnya untuk menuntut ilmu ke luar kampung mereka. Dua orang di antaranya berstatus sebagai mahasiswa. Tentu untuk kelancaran studi dan mewujudkan cita-cita mereka, membutuhkan bantuan dari para dermawan.

LELA TAK SENDIRI

Ada 13 teman lain yang berbeda-beda usia telah mendapatkan beasiswa dari para donatur yang diurus oleh Yayasan Odesa Indonesia.

1). Imas Masyitoh (kuliah) 2).Hengki Sukmaraga (kuliah) 3). Agung bin Ujang Sana, 4) Oman bin Sadi, 5) Firman bin Ahya, 6) Ia Rosita bin Rusmana, 7) Agus bin Dedi, 8) Dendi bin Ayi wahyu, 9)Fiki bin Yaya, 10) Yanti Maryam binti Supena, 11) Finja Rendi Wijaya binti Taryana, 12) Ida Rosida binti Mamat Rahmat, 14) Zahra Salsabila binti Ujang Hendra Usniawan. []

Mari Bantu Anak-Anak Petani Meraih Mimpi dengan Berdonasi Melalui Kitabisa

Lela ditemui Youtuber Aulion
AULION MENEMUI LELA: Di balik keadaan Lela yang banyak orang yang berempati karena memasuki 3 tahun bersekolah Lela menunjukkan prestasi yang luar biasa. Salahsatunya mendapat apresiasi dari Youtuber Aulion. Lihat Videonya. Kisah Hidup Lela Yumilah dalam Youtube Aulion

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja