Kisah Pilu Penghuni Gubuk Reyot 1

Kisah penghuni gubuk reyot. Nyata dalam modernisasi seperti sekarang ini. Rasanya Seperti Belum Merdeka ya…

MENGUNJUNGI kembali keluarga Aep Sapari (17 Pebruari 2016), penghuni gubuk di dekat pembuangan sampah Barukai, Desa Mekarmanik, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung, selepas Jumatan. Saya diterima di “ruang tamu”, sebuah ruang yang teduh di bawah pohon cengkeh.

Saya mendapat kabar dari Aep, beberapa dermawan sudah mendatanginya dan memberi bantuan untuk kebutuhan sehari-hari. Saya juga menyampaikan kabar baik untuknya, yang mudah-mudahan bisa terwujud dalam beberapa hari ke depan.

“Hari ini saya tidak bekerja, pinggang rasanya sakit sekali kalau berjalan. Padahal perbaikan rumah di Cisaranten itu belum selesai, ya beberapa hari lagi,” ujarnya sambil memegangi pinggang sebelah kanan.

Ya maklum saja, untuk mencapai lokasi pekerjaannya sebagai buruh bangunan di Cisaranten, sebelah selatan Sport Centre Jabar Arcamanik, Aep tiap hari harus jalan kaki bolak-balik. Jarak tempuh dari gubuk ke tempatnya bekerja tidak kurang dari 9 kilometer. Mungkin sakit pinggangnya muncul akibat aktivitas tersebut.

“Semoga besok sembuh. Kalau tidak bekerja, malah repot nanti,” katanya, sembari mengatakan, apa yang dilakukannya semata untuk keluarganya. Terutama pendidikan anak-anaknya.

“Saya suka sedih, kalau melihat anak-anak menghapal pakai lampu cempor atau lilin. Apalagi kalau lampunya kemudian mati. Rasanya kami ini seperti belum merdeka ya. Suka ngenes,” tuturnya.-Enton Supriyatna Sind.

Komentar ditutup.

Keranjang Belanja