Jurnalitik Learning By Doing diterapkan agar peserta pelatihan mudah menjalankan.

Pada pekan pertama April 2022 Yayasan Odesa Indonesia menggelar kegiatan belajar menulis. Kursus jurnalistik ini mengambil tiga tema penting, yaitu “menulis opini”, “menulis berita”, dan “menulis esai”.
Hari pertama, Selasa 5 Maret 2022, peserta mendapatkan kesempatan belajar dengan Budhiana Kartawijaya, Mantan Pemimpin Redaksi dan Mantan Sekretaris Perusahaan Harian Pikiran Rakyat.
Kemudian pada sesi kedua, Kamis 7 April 2022, peserta mendapatkan pengetahuan menulis dari Enton Supriyatna, Mantan Pemimpin Redaksi Galamedia dan Mantan Redaktur Pelaksana Harian Pikiran Rakyat.
Berlanjut pada sesi ketiga, sabtu 9 April 2022, peserta mendapatkan pematangan menulis dengan cara lain, yakni menulis esai dari Hawe Setiawan, Budayawan yang rajin menulis esai dan buku.
Tiga bidang ini sengaja kami desain secara khusus sebagai materi inti dari kegiatan jurnalistik di Yayasan Odesa Indonesia yang telah rutin kami lakukan sejak 2016. Ada juga bidang jurnalistik fotografi dan videografi yang sering dijalankan.
Satu alasan bahwa Yayasan Odesa harus memperhatikan jurnalistik sebagai bagian penting dalam gerakan sosial karena bidang ini merupakan bagian proses penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Kita berwarga dan bernegara butuh literasi yang bekerja agar kewarganegaraan kita diisi oleh tata nilai yang baik terutama dalam urusan informasi. Tujuan berlatih jurnalistik tentu saja tak selalu untuk urusan menjadi wartawan.
Belajar menulis tak harus untuk tujuan menjadi penulis profesional –karena pada keseharian kita di media sosial- tindakan menulis sudah menjadi praktik sehari-hari.
Agar kebiasaan sehari-hari kita menjadi baik, tentu saja ilmu pengetahuan harus menjadi landasan.
Di sinilah program lembaga masyarakat sipil seperti Odesa punya tanggungjawab untuk berkontribusi dalam dunia literasi.
Berangkat dari problem

Menulis itu adalah problem. Saya sebut demikian karena hampir semua peserta (terutama para peserta tahun-tahun sebelumnya) menyatakan “mengindap” beberapa penyakit.
Penyakit-penyakit yang bercokol dalam pikiran itu seperti bingung, susah memulai, tidak percaya diri, rendah produktivitas, susah mengatur waktu, dan sejumlah keluhan lainnya.
Akibat penyakit yang tak terobati iini, banyak orang meninggalkan “kebiasaan menulis” ketimbang mewujudkannya.
Di luar problem internal individu dalam produksi naskah, ada juga problem “kurang gaul”. Banyak penulis -yang karena minim berhubungan dengan awak media massa- terutama awak redaksi tidak paham “kebutuhan dapur redaksi” di beragam media media massa.
Dengan adanya pelatihan -yang juga membicarakan tentang hal yang remeh-temeh tetapi vital- para peserta bisa mengetahui “apa yang dibutuhkan redaksi media massa” sehingga peluang naskah yang ditulis bisa lebih mudah dimuat.
Benar bahwa untuk mampu menulis itu sangat bergantung pada prinsip “bisa karena biasa,”. Kebiasaan akan membentuk kemahiran dan dari rahim kemahiran yang berkelanjutan akan membuahkan “kepakaran.”
Saya selalu menyampaikan kepada para peserta bahwa kursus atau pelatihan hanyalah pintu masuk dalam ruang eksplorasi.
Artinya para peserta akan banyak mendapatkan wawasan, dan wawasan inilah yang akan menghasilkan inspirasi. Tetapi karya yang baik lahir bukan semata karena inspirasi, melainkan butuh kesediaan kita melakukan “ekspolitasi diri”.
Mengeksploitasi diri, alias berjuang sungguh-sungguh dari diri sendiri adalah langkah penentu jika seseorang menginginkan wujud menghasilkan karya tulis.
Karena itu, sekali lagi perlu ditekankan, keberhasilan menulis bukan ditentukan pada sebanyak mengikuti kursus, apalagi hanya menggantungkan pada kompetensi fasilitator.
Model Pembelajaran Odesa
Di luar “problem individu”, para fasilitator dituntut untuk memberikan materi praktik pembelajaran sebaik mungkin. Kemampuan fasilitator terus dievaluasi untuk mencapai sebuah peningkatan.
Peningkatan kapasitas dalam hal ini tentu saja bukan soal dirinya mampu dalam menulis, melainkan kemampuan untuk memberikan arahan dan langkah-langkah yang mudah diterima oleh para peserta.
Di antara hal yang penting dalam setiap penyampaian materi pelatihan jurnalistik model Odesa antara lain adalah, selalu mengedepankan asas praktis dan logis.
Praktis itu artinya fasilitator dituntut untuk menjelaskan pokok-pokok materi dengan contoh yang telah terpraktikkan.
Fasilitator harus mengembangkan contoh-contoh yang pernah dialami sendiri dengan menyertakan proses awal hingga akhir (pada setiap contoh/kasus).
Logis bukan dalam pengertian rasionalitas instrumental, melainkan logis dalam pengertian bisa diterima oleh peserta dengan cara yang dekat.
Itulah mengapa fasilitator di Odesa selalu mengambil contoh-contoh lokal dengan dua lokus, yaitu pengalaman fasilitator bekerja di media massa dan pengalaman fasilitator bekerja di yayasan Odesa Indonesia.
Selain dua asas dasar di atas, Odesa juga mengembangkan prinsip jurnalisme dengan penekanan etika. Selain memberikan wawasan etika dasar jurnalisme, juga menyertakan “etika keberpihakan” pada masyarakat marjinal atau keadaan lingkungan hidup yang rusak.
Ciri khas jurnalisme Odesa Indonesia adalah jurnalisme yang memiliki keberpihakan pada nilai (value) yang dikonversikan untuk kepentingan publik kewargaan bermazhab republikanisme.
Nilai yang utama diperjuangkan adalah keadilan sosial. Itulah mengapa para fasilitator senantiasa mengutamakan isu kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, sanitasi buruk, gizi buruk.
Satu lagi yang tak kalah pentingnya adalah memproduksi proses-proses kerja penulisan yang terhubung dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. [Faiz Manshur.]