Erosi di Lahan Pertanian dan Kisah Kelor Mencegah Erosi

Kelor Pencegah Erosi
Kelor Pencegah Erosi

Erosi sering terjadi di lahan pertanian. Kelor bisa menjadi solusi mencegah erosi, meningkatkan gizi, juga menambah ekonomi petani.

Sejak kecil Irah sudah tahu pohon kelor.  Sebagai petani yang lahannya mudah erosi, ia juga melihat dengan kepalanya sendiri pohon bernama latin Moringa Oleifera itu. Tetapi ia tak tahu manfaatnya, kecuali desas-desus sebagai tanaman pengusir hantu. Tetapi saat ini, Irah melihat kelor sebagi pohon penolong dirinya dan penolong tetangganya, termasuk mencegah erosi.

“Dulu saya heran disuruh menanam kelor oleh Pengurus Odesa. Buat apa? Dijual juga tidak ada yang beli. Sekarang sudah menjadi tanaman yang terus kita urus karena bisa mengobati penyakit, bisa dijual dan tanah di ladang lebih subur sejak adanya kelor,” kata perempuan berusia 34 tahun itu.

Tak terasa empat tahun berjalan kegiatan menanam kelor, termasuk sorgum, hanjeli dan buah-buahan telah mengubah kehidupan Irah sekeluarganya. Ia bercerita bahwa sebelum bergiat bersama Odesa hanya menanam bawang, kubis, atau sayuran jenis lain yang dalam satu tahun hanya bisa memanen 2-3 kali.

“Sekarang sayuran tetap berjalan, tetapi kami mendapatkan tambahan penghasilan satu tahun 1 kali dari sorgum dan hanjeli, dan juga tambahan penghasilan panen kelor rutin setiap bulan,” jelas Irah, Minggu, 31 Oktober 2021 saat ditemui di ladangnya, Kampung Waas Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

Cegah Erosi dengan kelor
Cegah Erosi dengan kelor

Irah merasa senang karena dengan daun kelornya itu, ia selalu menghasilkan panen tanpa harus menanam ulang. Beberapa pohon buah-buahan seperti jeruk juga sudah panen dan rutin menghasilkan uang tanpa harus menanam ulang sehabis panen. Selain itu ia juga merasakan manfaatnya dengan adanya banyak tanaman buah karena ladang yang menyengat saat musim panas sinar mataharinya lebih terkontrol. Dan yang lebih menyenangkan adalah bahwa keluarganya lebih sehat karena bisa rutin mengonsumsi daun kelor.

“Sejak tahun 2017 lalu kami rutin memasak sayuran kelor. Semua petani di sini juga sudah mulai banyak yang merasakan manfaat setelah makan sayur kelor. Badan lebih sehat, dan banyak orang sakit asma, jantung, kelebihan berat badan, stroke juga membaik kesehatannya,” jelas Irah.

Kelor yang dibudidayakan oleh para petani merupakan salahsatu program Yayasan Odesa Indonesia. Pihak Odesa terus mendorong para petani di Kecamatan Cimenyan karena kelor bukan saja meningkatkan ekonomi, melainkan memperbaiki gizi dan juga mencegah erosi. Sampai tahun 2021 ini sudah lebih 8.000 orang menanam kelor. Sebagian menanam untuk tujuan konsumsi rumah tangga agar saat sakit bisa mendapatkan obat, sebagian lagi petani menanam kelor untuk tujuan penjualan sehingga meningkatkan ekonomi keluarga.

Bibit-bibit kelor tersebut dikembangkan oleh para petani binaan Yayasan Odesa Indonesia yang bergabung dalam Grup Pertanian Tanaman Obat Cimenyan (Taoci) yang dipimpin Yayan Hadian. Suami Irah, Toha juga merupakan bagian penting dari gerakan pertanian herbal kelor karena sering membibit dan membagikan pohon kelor ke banyak petani di Kecamatan Cimenyan.

Menurut Pembina Yayasan Odesa Indonesia yang mengurus pemberdayaan pertanian, Basuki Suhardiman, petani mulai bisa menemukan jalan keluar dari kesulitan ekonomi dengan pengembangan tanaman besar seperti nangka, sirsak, papaya, jeruk, jambu batu, jambu mete, jengkol, peta, kelor dan lain sebagainya.

“Gerakan donasi bibit buah-buahan dan penghasil biji seperti pete dan jengkol ini perlu diperluas guna menjawab problem kemiskinan dan krisis lingkungan yang melanda Kawasan Bandung Utara. Setiap tumbuh tanaman memungkinkan kebahagiaan orang karena ada harapan hidup yang lebih baik,” katanya.[test.odesa.id]

Awal Gerakan ‘Kelorisasi’

Tak bisa dipungkiri, salah satu pemantik gerakan Odesa di Cimenyan ini salah satunya setelah melihat petani prasejahtera yang mengalami penyakit yang kompleks dan tak terawat dengan layak. Petani tersebut menderita kanker, penyakit jantung dan kolesterol yang tinggi, sementara kemiskinan membuatnya tak bisa mendapatkan sanitasi yang layak.

“Kita bawa ke rumah sakit, ternyata kanker, jantung dan kolestrolnya tinggi. Penyakitnya seperti orang kota, intinya, saya melihat ternyata gizinya kurang baik, dari situlah saya mencari solusi pangan yang sehat, kalau orang sakit saya tanggung jawab ke RS tapi apakah itu cukup ? dari sanalah saya menemukan kelor ini tanaman yang direkomendasikan PBB,” katanya.

“Apalagi bila yang sakit itu kepala keluarga prasejahtera, untuk menunggu yang sakit kita bayar orang nungguin Rp 100 ribu per hari, belum yang mendampingi kita bayar Rp 100 ribu, terus kemudian orang yang di rumah juga kita bayar karena tidak ada uang untuk beli makanan, kepala keluarga mereka yang mencari uangnya sakit, kita total bisa bayar Rp 300 ribu – Rp 400 ribu per hari untuk biaya di luar pengobatan, betapa mengerikannya bila sampai sakit,” ujar Faiz.

Baca artikel detiknews, “Menebar Jutaan Kebaikan ‘Daun Ajaib’ dari Perbukitan Bandung” selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5514947/menebar-jutaan-kebaikan-daun-ajaib-dari-perbukitan-bandung.

Tanaman Obat Cimenyan (TAOCI) adalah grup pertanian yang didirikan oleh Yayasan Odesa Indonesia untuk mengawal program perbaikan pangan di masyarakat. Tujuan Taoci Taoci adalah pendidikan pertanian bagi para petani agar mampu mendayagunakan kemampuannya untuk menghasilkan produksi pertanian dalam bidang 1) Tanaman Obat, 2) Tanaman Pangan, 3) Tanaman Ekosistem.Grup Pertanian Pengembang Kelor Bandung

Komentar ditutup.

Keranjang Belanja