Banyak orang mengenal manfaat Kelor sebagai tanaman penghasil gizi. Namun masih sedikit orang yang memahami manfaat bagi lingkungan, yaitu mencegah erosi dan menyuburkan tanah. Di Desa Cikadut, kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, pertanian yang dikembangkan Yayasan Odesa Indonesia memberikan bukti menarik. Yayan Hadian (25 tahun), seorang petani muda pengembang tanaman bernama latin Moringa Oleifera itu dengan memperlihatkan manfaat kelor sebagai pencegah erosi.
“Di Cimenyan itu adalah masalah karena pertanian didominasi jenis sayuran kecil. Memang bukan sayurannya yang salah, tetapi model tanamnya yang monokultur atau seragam. Kebiasaan petani hanya mau menanam sayuran pendek dan akibatnya lahan menjadi erosi. Sedangkan kelor batangnya besar dan akarnya berguna untuk mencegah erosi. Jadi, sangat membantu menyelamatkan erosi pada lahan-lahan miring,” kata saat menjelaskan model pertanian kelor kepada para mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung yang sedang belajar pertanian Kelor, Selasa, 3 November 2020.
Yayan menjelaskan, selain mencegah erosi, kelor juga mampu memperbaiki lahan pertanian di sekitarnya. Pada beberapa lahan yang ditanami kelor tanah yang tadinya cokelat bersifat sekarang berubah menjadi hitam bersifat gembur. Sebelum ia menanam kelor di salahsatu ladangnya yang sulit menumbuhkan tanaman akibat eksploitasi lahan dengan pupuk kimia, ia berurusan dengan problem tanah cokelat yang liat.
“Tanah liat saat basah lekat, dan saat kering mudah pecah.Setelah ditanami kelor selama satu tahun sekarang berubah hitam gembur. Hal ini dikarenakan pengaruh daun kelor yang berjatuhan dan memberikan menyuburkan tanah. Sebab daun kelor itu juga bagus untuk kompos, apalagi kalau ditambah daun afrika,” terang Yayan.
Selain kemampuan kelor menyuburkan tanah, kelor juga menghemat anggaran modal usaha tani. Menurut Yayan, modal usaha bibit kelor hanya satu kali dan bisa memanen berulang-kali hingga puluhan tahun. Sedangkan kalau menanam sayuran kecil, setiap kali panen dipastikan membutuhkan modal ulang.
“Petani itu punya problem modal setiapkali akan tanam. Kalau kita tanam kelor tidak perlu modal ulang. Bahkan dari batang yang kita potong juga bisa menjadi bibit karena kita bisa membibit melalui sistem stek,” papar Yayan.
Yayan Hadian adalah petani muda yang sejak tahun 2017 menjadi ketua Grup Pertanian Tanaman Obat Cimenyan, sebuah organisasi petani di bawah Yayasan Odesa Indonesia. Petani muda ini sebelumnya adalah supir truk dan bekerja sebagai cleaning service. Karena keterlibatannya dengan Odesa Indonesia ia banyak mendapatkan pendidikan pertanian ramah lingkungan dan memimpin para petani menggerakkan budidaya kelor, sorgum, hanjeli. Sekarang ia sering menjadi penyuluh pertanian berbasis praktik budidaya agroforestry di desa Cikadut Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. []
Menebar Kebaikan Kelor Liputan Detik.com
Tantangan Berikan Edukasi Makanan Bergizi
Sebagai langkah awal, mulanya Odesa menanam kelor dan membagikan bibitnya kepada petani dan warga desa, juga memberikan edukasi soal manfaatnya. Beberapa petani dan perempuan di rumah tangga pun dicetak sebagai kader untuk memberikan informasi mengenai khasiat praktis dari daun kelor.
Hasilnya bisa ditebak, sebagian petani menilai menanam kelor itu adalah hal yang konyol karena dinilai tak memberikan manfaat ekonomis. Namun, dengan pendekatan bahwa daun kelor manjur untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan menyelamatkan ladang mereka, perlahan petani dan warga mau diajak untuk menanam kelor.
“Tahapan pertama memberi tahu kalau kelor ini bagus untuk kesehatan, kita coba dikasihkan ke yang sakit dan berkurang kesakitannya. Karena kalau kita langsung bicara soal gizi, mungkin petani dan masyarakat di desa tidak bisa langsung paham,” ucapnya.
Masyarakat Cikadut Mulai Rasakan Manfaat Konsumsi Kelor
Desa Cikadut berada di perbukitan di sebelah utara 6 KM dari Lapas Sukamiskin Kota Bandung. Ibu-ibu yang pulang bekerja di landang, sibuk mencuci dan memasak daun kelor. Mereka membuat berbagai macam sayur seperti lodeh, sayur bening, oseng-oseng, sup, bakwan atau bala-bala dengan menggunakan daun kelor.
Enoh Supena (48) salah seorang Ibu rumah tangga yang hari itu memasak sayur bening daun kelor mengatakan kalau dirinya dan keluarganya sudah sering memasak sayur kelor. Ia rutin mengonsumsi kelor minimal tiga kali dalam seminggu.
“Soal makan kelor sekarang sudah biasa. Dulunya kita tidak tahu manfaatnya. Tapi banyak yang sembuh dari sakit warga jadi ikut-ikutan,” kata Enoh.
Baca artikel detiknews, “Menebar Jutaan Kebaikan ‘Daun Ajaib’ dari Perbukitan Bandung” selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5514947/menebar-jutaan-kebaikan-daun-ajaib-dari-perbukitan-bandung.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Berjuang Bersama Jajang Cegah Erosi
Komentar ditutup.