Sustainable Home Farming – Belakangan, isu perubahan iklim dan jejak karbon semakin meningkat. Bahkan, melansir dari United Nations (UN), bumi kita sudah 1,1° Celcius lebih panas dibandingkan akhir 1800-an.
Laporan UN 2018 menunjukkan, ribuan ilmuwan & pemerintah di dunia sepakat bahwa untuk menghindari efek buruk dari perubahan iklim, kenaikan suhu maksimal di 1,5° Celcius. Namun, pemanasan global diprediksi dapat mencapai 2,7° Celcius di akhir abad ini.
Untuk itu, kita harus melakukan sesuatu pada alam kita, salah satunya dengan menerapkan praktik pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan merupakan sebuah cara bertani yang dilakukan untuk melindungi lingkungan, memanfaatkan SDA, dan memaksimalkan penggunaan energi tak terbarukan.
Kini, pertanian berkelanjutan tidak hanya berlaku bagi petani saja. Setiap individu bisa berkontribusi menjaga lingkungan bahkan dari rumah, dengan menerapkan sustainable home farming.
Baca juga:
- Stop Pemborosan Makanan Untuk Pertanian Berkelanjutan
- Cara Ubah Limbah Makanan, Dukung Pertanian Berkelanjutan
- Konsep Pertanian Berkelanjutan Yang Mesti Kita Pahami
Apa Itu Sustainable Home Farming?
Sustainable home farming adalah praktik menanam buah & sayuran segar dengan cara yang sangat ramah lingkungan. Praktik ini menerapkan pengurangan limbah, meminimalkan penggunaan energi, penghematan air, dan menghindari penggunaan bahan kimia berbahaya.
Dengan sustainable home farming, kamu akan mendapatkan buah/sayuran/rempah yang lebih segar, bernutrisi, dan bebas senyawa kimia beracun. Selain itu, kamu juga bisa mengurangi jejak karbon serta menghemat pengeluaran untuk makanan.
Berkebun di rumah juga dapat meningkatkan kesehatan fisik & mental, mengurangi stres, hingga memperbaiki mood.
Langkah Praktis Menerapkan Sustainable Home Farming
1. Belajar Hemat Air
Salah satu tujuan dari sustainable home farming adalah menghemat air. Kamu bisa menggunakan beberapa teknik penghematan air, salah satunya mengumpulkan air hujan. Air yang ditampung dapat kamu gunakan tak hanya untuk menyiram tanaman, tapi juga mencuci kendaraan hingga membersihkan halaman.
Selain itu, kamu bisa menerapkan drip irrigation, atau metode penyiraman yang menyalurkan air ke akar tanaman melalui pipa kecil atau selang dengan lubang kecil. Air diberikan secara perlahan & terus-menerus, sehingga tanaman mendapatkan pasokan air yang konstan tanpa pemborosan.
Cara ketiga, kamu dapat menggunakan mulsa atau bahan penutup di atas tanah, seperti daun kering, batu, atau kompos. Tujuannya adalah untuk menjaga kelembapan tanah, mengurangi penguapan air, serta menjaga kesehatan tanah.
2. Lakukan Pengomposan Organik (Composting)
Pengomposan adalah proses mengubah makanan sisa & limbah organik menjadi pupuk kompos secara alami. Dengan membuat kompos sendiri, kamu telah berkontribusi dalam mengurangi food waste sekaligus menyediakan pupuk organik yang lebih sehat untuk tanamanmu.
Cara membuat kompos juga cukup mudah, kok. Melansir dari Kompas, kamu cukup menyediakan wadah, air, dan eco-enzyme. Sisa makanan yang dianjurkan untuk daur ulang biasanya kulit buah, sayur mentah sisa, bubuk kopi, hingga daun teh.
Agar makanan cepat terurai, kamu dapat mengubah makanan menjadi potongan lebih kecil. Oh iya, hindari mengompos bahan makanan seperti daging hingga produk dairy ya, karena akan menimbulkan bau tak sedap.
Selanjutnya, kamu bisa memasukkan seluruh bahan kompos ke dalam ember dengan tutup serta mencampurkannya dengan air & eco-enzyme. Kamu dapat memasukkan 3 sampah makanan, 1 gelas eco-enzyme, serta 10 liter air untuk hasil terbaik.
Jangan lupa untuk membuka tutup ember sesekali, sambil mengaduk campuran tersebut. Selain mempercepat proses pengomposan, ini juga membantu agar mol/eco-enzyme tercampur rata. Tunggu kurang lebih 1 bulan, dan cek kembali kompos. Jika sudah berbau fermentasi & terdapat jamur, berarti kompos padat & cair siap digunakan.
3. Pilih Tanaman yang Akan Kamu Makan
Tentukan tanaman yang hasil panennya akan kamu konsumsi. Selain lebih efektif, kamu juga bisa sekaligus menghemat pengeluaran dapur, karena sebagian konsumsi bisa dari kebun rumahmu.
Jangan lupa pertimbangkan juga masa panen mereka. Melansir dari SM Green Movement, tanaman seperti cabai, terong, & tomat dapat berbuah sepanjang tahun. Sementara pakcoy, sawi, dan selada hanya bisa dipanen sekali & perlu ditanam kembali.
4. Terapkan Pertanian Vertikal
Jika biasanya menanam dilakukan ke samping & horizontal, pertanian vertikal melakukan sebaliknya. Tanaman ditanam ke atas, biasanya dengan bantuan rak vertikal. Teknik ini sangat cocok untuk kamu yang memiliki tempat tinggal dengan ruang terbatas.
Tak hanya hemat tempat, pertanian vertikal juga ramah lingkungan. Sebab, ia dapat mengurangi penggunaan pestisida, meminimalisir potensi gagal panen akibat cuaca, dan lebih hemat energi—terutama apabila yang digunakan adalah sumber energi terbarukan.
Ada 3 jenis praktik pertanian vertikal yang bisa kamu terapkan; hidroponik, aeroponik, dan aquaponik. Dalam hidroponik, akar tanaman ditempatkan dalam larutan cair. Dalam aeroponik, akar terpapar ke udara dan disemprot dengan kabut air langsung pada akarnya.
Dalam aquaponik, limbah peternakan ikan diolah menjadi pupuk & diberikan pada tanaman melalui teknik hidroponik. Untuk pemula, bisa coba teknik hidroponik yang paling mudah & praktis. Bahan-bahan yang dibutuhkan pun sederhana, seperti wadah, air, dan larutan nutrisi.
Yuk, Belajar Menanam di Rumah Secara Eco-Friendly!
Itulah beberapa langkah untuk menerapkan sustainable home farming. Tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai farming? Kamu bisa baca artikel seputar farming lainnya di Odesa, ya!
—
Penulis: Nadya Elianna
Admin: Fadhil Azzam