Usaha Guru Bisa Menulis

Catatan pelatihan Menulis Guru di Kabupaten Bandung Barat.

“Saya ini kalau berdebat isu pendidikan, selalu menang karena sangat menguasai bidang saya. Tapi ketika menuangkannya ke dalam tulisan, macet pak!” .

“Saya takut menulis, karena takut tulisannya dinilai jelek!”.

“Saya suka baca tulisan orang lain. Materinya jelek. Tapi ketika saya mau menulis, tak tahu dari mana mulainya!”.

Guru-guru Kabupaten Bandung Barat ini hebat. Mereka mengikuti pelatihan menulis karena ingin mengatasi hal-hal tersebut di atas.

Writer’s block istilahnya. Otak seperti macet, buntu, atau kaku sehingga tak satu kata pun keluar dari pena.




Sebagai narasumber saya mengajak mereka menyikapi positif soal writer’s block ini.Syukurilah kalau mengalami writer’s block, pertanda otak kita sedang bekerja. Kepada mereka saya katakan bahwa penulis-penulis besar pun mengalaminya. Jadi tak usah kecil hati. Salah satu cara saya dalam membantu membiasakan menulis adalah dengan membentuk Whatsapp Group.

Anggotanya paling banyak sepuluh. WA ini disiplin. Tidak boleh digunakan untuk share info yang tak keruan. Di grup itu, mereka giliran menulis 50-100 kata; mendeskripsikan indahnya bunga, raut wajah ibu, enaknya makanan dan sebagainya. Peserta lain mengomentari, memberi masukan tentang diksi, tanda baca dan sebagainya.

Ernest Hemingway juga begitu. Sebelum jadi penulis besar, setiap hari dia disiplin menulis 100 kata. Juga berangkat dari upaya meruntuhkan writer’s block. Latihan dan interaksi di WAG itu ternyata cukup baik. Saling asah membuat intuisi mereka semakin tajam. Ada yang kemudian menemukan minatnya pada puisi, ada yang suka dengan catatan perjalanan dan sebagainya. Saya sendiri kadang terkejut. Beberapa dari mereka menghadirkan perspektif yang beda dan kaya.

Iya… menulis itu menajamkan otak mengukuhkan hati dan mengikat makna dari segala yang ada.

Para guru ini berikrar untuk menyusun buku antologi sebagai awal karya bersama. Salut…-Budhiana Kartawijaya

Keranjang Belanja