Wawancara dengan Faiz Manshur. Ketua Odesa Indonesia.
Bicara kualitas organisasi tidak lepas dari kualitas kerjasama. Faiz Manshur ketua Odesa Indonesia bersama teman-temannya memiliki pengalaman dalam membangun gerakan sosial.
Penting kita bicara pengalaman dari Odesa karena sejak tahun 2016 silam telah menorehkan banyak capaian dalam memajukan kehidupan kaum tani terutama dalam hal literasi, ekologi dan sanitasi.
Manfaatnya juga meluas di banyak tempat karena orang bisa secara terbuka belajar melalui sajian-sajian publikasinya di website odesa.id, media sosial dan juga pemberitaan di media mainstream.
Tetapi di luar itu, Odesa Indonesia juga harus dilihat dalam konteks kolektivitasnya yang cukup solid. Ada Banyak pengurus dari latarbelakang yang berbeda berhimpun dan melakukan kegiatan sangat aktif dari hari ke hari sepanjang delapan tahun lebih.
BACA JUGA Persahabatan yang Berkualitas Melahirkan Kekuatan Organisasi
Memahami Strategi Kerjasama dalam Organisasi
Kali ini saya (Agus Salim) akan mencatat hasil wawancara dengan Faiz Manshur, Ketua Odesa Indonesia tentang hubungan organisasi dengan kerjasama. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita yang ingin mengembangkan kegiatan berorganisasi.
Dalam sebuah pertemuan Anda mengatakan kerjasama adalah yang harus diutamakan dalam organisasi. Lawan kerjasama berarti kompetisi. Apa yang mendasari hal ini sebagai argumen?
Sebelum kata kerjasama dikaitkan dengan organisasi kita belajar dari realitas sejarah masyarakat. Nah, hasil bacaan saya atas sejarah menunjukkan masyarakat yang maju itu ditentukan oleh kemampuan bekerjasama, bukan karena memenangkan kompetisi.
Munculnya kerjasama bisa kita lihat secara alamiah dari perdagangan. Dimulai dari perdagangan kuno di mana orang melakukan transaksi barter di situlah unsur kerjasama menjadi bagian penting dalam usaha manusia untuk survive lebih mudah. Bahkan tumbuhnya empati antar masyarakat ditentukan oleh hubungan perdagangan.
Sekalipun jualbeli juga lekat dengan praktik kriminal seperti penipuan atau yang satu untung yang lain buntung, tetapi nilai moral fundamentalnya tetaplah baik karena transaksi itu saling menjamin untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain. Ada dimensi saling menolong. Orang punya sesuatu berlebihan bisa berpindah tangan ke orang lain yang kekurangan.
Munculnya pembagian kerja kemudian melahirkan spesialisasi kemudian menciptakan orang untuk saling bergantung satu sama lain. Karena itu sebuah kolektivitas di masyarakat, yaitu sebuah organisasi, entah berupa negara, institusi nonformal, partai politik, LSM atau apapun mesti diisi oleh banyak orang dengan kualitas spesialisasi yang kuat sekaligus membutuhkan kemampuan bekerjasama yang baik.
Dengan kata lain manusia modern membutuhkan kapasitas spesial tetapi sekaligus kemampuan menjalin relasi satu sama lain. Spesialisasi ini dirasa lebih baik untuk dikerjasamakan ketimbang dikompetisikan.
Dengan kata lain pula, selain butuh kecerdasan kognitif kita juga butuh kecerdasan emosional. Jadi itulah yang saya pakai dalam meletakkan prinsip berorganisasi dan itu terbukti baik berjalan di Odesa.
Strategi Kerjasama dalam Organisasi Lebih Menguntungkan
Lawan kerjasama mengapa kompetisi….?
Ya. tetapi untuk beberapa hal sebenarnya kompetisi tidak jelek. Tetapi jika kompetisi diterapkan membabi buta di sebuah organisasi, apalagi organisasi itu sifatnya untuk pelayanan eksternal, maka akan lebih baik memilih nilai kerjasama.
Buruknya kompetisi ialah memenangkan satu sisi tetapi mengalahkan yang lain. Sementara dalam usaha organisasi jenis apapun yang dibutuhkan adalah survival. Nah, pertanyaannya, kita mau sama-sama survive atau hanya survive sendiri dan membiarkan yang lain mati?
Kalau mau survive lebih baik terapkan nilai-nilai kerjasama. Tapi kalau mau spekulasi bisa saja menerapkan kompetisi. Resikonya kalau kita lemah bisa rusak organisasi. Perang adalah bagian dari cara survive yang mengedepankan kompetisi dan itu lebih banyak merugikan.
Saya perlu memastikan bahwa di dalam Odesa Indonesia itu harus kerjasama bukan kompetisi karena kita punya tujuan untuk melayani orang di luar organisasi. Kita tidak menerapkan kompetisi karena semangat dari para pelaku organisasi adalah pelayanan, bukan karir. Begitu maksudnya.
Tapi kalau tetap memakai semangat kompetitif dengan mengarah pada tujuan achievement, sebaiknya diterapkan bahwa rival dari seseorang adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Artinya segenap musuh letaknya pada internal.
Misalnya musuh kita adalah diri kita yang bodoh, diri kita yang malas, diri kita yang tertutup, diri kita yang rendah skill, diri kita yang kurang gaul dan seterusnya. Kalau kita meletakkan musuh ada pada diri sendiri, maka itu baik dan karenanya tidak punya musuh dari orang lain dalam organisasi dan tidak akan punya musuh dari luar organisasi.
Apa parameter organisasi yang sehat dan bagaimana kerjasama itu benar-benar menjadi sebuah nilai penting?
Mengukur kualitas organisasi itu mudah.
Pertama, bermanfaat nyata bagi pelaku internal.
Berorganisasi bukan untuk gengsi-gengsian, juga bukan untuk sekadar nebeng popular, juga tidak baik jika orientasinya sekadar menerima manfaat tetapi minim timbal balik memberi manfaat.
Berorganisasi secara sosial, bahkan dalam organisasi jenis perusahaan adalah mencapai keseimbangan antara memberi dan menerima manfaat. Pengertian manfaat juga tidak sempit pada urusan uang. Pada organisasi profit seperti perusahaan pun tidak cukup hanya melihat manfaat dari satu sisi finansial karena dalam keseharian manusia bukanlah binatang ekonomi.
Orientasi hidup manusia juga lebih pada survive, bukan sekadar menuju usaha akumulasi. Jika dalam perusahaan yang orientasinya profit pun asas manfaatnya kompleks. Apalagi jika berada dalam organisasi sosial. Apa yang disebut manfaat bisa berupa ilmu, sahabat, relasi, kapasitas skill, wisdom dan lain sebagainya.
Kedua, organisasi yang berkualitas selalu aktif dan dinamis.
Rutinitas kegiatan harus menjadi ukuran. Filosofinya bisa memakai teori konfusius, “tidak peduli seberapa lambat Anda berjalan, yang penting tidak berhenti,”. Artinya harus dinamis bergerak selalu.
Atau memakai teorinya Sunan Kalijaga, “urip itu urup.” Hidup harus menyala artinya tidak boleh padam dan terus memberi manfaat dengan sinarnya. Ini yang kami terapkan di Odesa. Sekalipun perbuatan kecil itu dilakukan sebab kebaikan besar lahir dari kebiasaan kecil. Sekalipun lokal tetapi kalau jelas arahnya nanti akan menyebar sendiri manfaatnya.
Ketiga, memberikan kesempatan secara bebas dan sadar.
Setiap orang yang bertindak di Odesa harus dilandasi oleh rasa kemerdekaan, punya kebebasan, punya kesempatan berkreasi dan sandaran kerjanya didasari oleh kesadaran, bukan paksaan.
Karena itu sebelum aktif di Odesa mesti bersandar pada kesadaran hidup bersosial dulu. Kalau belum ada segera adaptasi. Ada kesadaran sosial untuk memperhatikan orang miskin dan peduli pada masalah lingkungan tidak? Kalau ada, barulah kita memainkan pekerjaan. Individu punya kebebasan merancang program dan di situ nanti bisa bekerjasama dengan orang yang bisa menjalankan.
Jangan dalam organisasi itu hanya menuruti kemampuan seseorang apalagi karena alasan suka dan tidak suka. Misalnya, saya ini sebenarnya tidak suka dalam hal urusan sanitasi. Saya juga kurang suka mengurus pertanian. Tetapi saya pribadi harus melihat kenyataan di mana banyak petani miskin membutuhkan sanitasi dan pertanian.
Para pengurus Odesa membangun kesadaran untuk tidak egois . Kita juga harus kompromi untuk memproses diri menjadi menyukai sesuatu yang sebelumnya tidak kita sukai. Itulah hakikat praksis berempati.
Kerjasama dalam Organisasi Membutuhkan Lintas Spesies
Kembali pada masalah kerjasama, secara praktisnya bagaimana Odesa mempertahankan sebuah kerjasama antar pengurus dan relawan sehingga bertahan lama?
Saya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Memimpin Odesa itu mudah karena saya berada dalam lingkaran yang mentalnya adalah para pemimpin. Kita sudah kapok berurusan dengan kaum intelektual yang kolot karena hanya bicara dan menulis. Kita perlu eksperimen gerakan praksis dan itu menjadi kesadaran kolektif para pengurus.
Saya tergolong yunior dan karena itu justru lebih mudah berurusan dengan para senior saya yang lebih pinter dan berpengalaman. Saya yang punya waktu dan energi lebih banyak tentu harus sadar bahwa saya harus mengambil porsi yang lebih banyak.
Terhadap yang muda saya pun harus melihat mereka bukan sebagai pekerja atau karyawan, melainkan justru fasilitator alias pemberi kesempatan untuk tumbuh berkembang.
Saya dan teman-teman pengurus menyatukan anak-anak muda untuk belajar bersama, demikian juga dengan petani. Kita bisa pinter bareng mengatasi masalah sekaligus biasa goblok berjamaah. Itu biasa. Yang penting kita itu berteman lalu sama-sama saling memahami kemampuan dan sama-sama memaklumi kelemahan.
Hal yang sulit dalam organisasi adalah menyertakan kolektivitas kerja. Biasanya yang kerja hanya segelintir orang sementara mereka yang tidak bekerja tetap ingin menjadi bagian.
Lah….Kalau ini sih masalah gampang. Kita harus mencari orang yang mau dan bisa, bukan sekadar menjadi pengurus, tetapi mau mengurus. Yang tidak mau jangan dipaksa. Kasih pekerjaan yang sekiranya bisa dia lakukan sekalipun tidak bersama dalam satuan kerja tertentu.
Di Odesa banyak yang tampak tidak bekerja di lapangan. Tapi buat saya mereka baik dan tetap dibutuhkan dan kami tidak perlu melalukan evaluasi kinerja pengurus pada setiap bulan atau setiap tahun. Capek amat. Jadi pengurus organisasi itu tugasnya mengurus masyarakat.
Kalau Ketua Yayasan seperti saya kerjanya mengevaluasi pengurus itu justru keliru. Tugas pengurus itu mengurusi program dan telah kita tetapkan program itu untuk masyarakat. Jadi ayo urus masyarakat, ayo urus lingkungan. Pengurus kok diurus. Kapan kita akan mengurus orang miskin? Kapan kita akan mengurus lingkungan?
Kalau ada satu pihak yang aktif sementara ada pihak lain yang tidak aktif bagaimana? Bukankah mereka sudah berkomitmen?
Lho. Itu yang aktif silahkan menikmati keaktifannya. Yang belum bisa aktif semoga nanti kapan waktu bisa aktif. Jangan merasa berdosa karena belum bisa aktif. Jangan karena tingkat aktivitasnya tinggi lalu merendahkan yang belum bisa aktif. Santai saja.
Kemampuan orang dalam hal waktu dan materi itu berbeda-beda. Lagi pula semangat berorganisasi sosial itu kontribusi dan jenis kontribusinya bisa memilih salahsatunya atau keduanya atau semuanya.
Jenis kontribusi itu ada empat, 1) materi, 2) waktu, 3) tenaga atau energi, 4) ilmu, pemikiran atau gagasan. Nah kami menjamin kebebasan orang untuk mengambil peran salahsatunya, keduanya atau keempatnya diborong semuanya juga boleh.
Apakah dengan cara itu Odesa Indonesia selalu bisa aktif?
Buktinya bisa. Kapan kami berhenti bekerja. Setiap hari selalu ada yang bekerja. Jangankan manusia, satwa dan tanaman juga bekerja. Semuanya itu menjadi bagian dari kerja Odesa.
Kalau manusianya Odesa mati, organizer Odesa tetap hidup bekerja karena pohon kelor yang kita tanam tetap aktif bekerja untuk pangan dan ekologi. Daun Afrika yang kita sebarkan tetap bekerja karena terus tumbuh dan memberi manfaat untuk pengobatan. Air yang kita alirkan ke warga miskin tetap memberi manfaat. Buah-buahan yang kita tanam di hutan menjadi penggerak perbaikan lingkungan.
Kita harus berpikir lebih luas dari sekadar aktivitas manusia. Kerjasama kita bukan hanya antar manusia, melainkan melintas spesies. Kalau nanti ada Kuntilanak atau Gendrowo mau gabung Odesa dengan senang hati saya terima. Mereka akan sangat berguna untuk menunggui pohon dan menakut-nakuti manusia agar tidak sembarangan merusak pohon.
Saya berpikir sudah saatnya Odesa punya harimau di hutan supaya orang tidak sembarangan merusak hutan. Hewan buas mungkin bisa lebih dipercaya untuk menjaga ekologi daripada mempercayakan kepada manusia yang sulit dipercaya dan banyak kepentingan.[]
Persahabatan yang Berkualitas Dalam Organiasi Bermanfaat Luas
Membangun Organisasi Yang Solid dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat Desa
Cara Memimpin Organisasi dan Strategi Gerakan Sosial Odesa Indonesia