Di tengah meningkatnya kesadaran global akan dampak perubahan iklim, berbagai gerakan lingkungan hidup mencari solusi untuk mengatasi masalah yang kian pelik ini. Salah satu pendekatan unik yang mendapat perhatian adalah ekofeminisme.
Ekofeminisme adalah gabungan dari ekologi dan feminisme, yang menawarkan perspektif berbeda dalam memahami dan menanggulangi perubahan iklim.
Ekofeminisme, dengan akar pemikirannya yang mendalam dan luas, membuka wawasan kita pada keterkaitan antara dominasi terhadap perempuan dan alam. Mengapa demikian?.
Disadur dalam buku, Perjuangan Perempuan Mencari Keadilan dan Menyelamatkan Lingkungan, dikemukakan bahwa secara global, perempuan cenderung lebih terdampak oleh konsekuensi negatif perubahan iklim seperti bencana alam, masalah keamanan pangan dalam keluarga, dan akses terhadap air bersih.
Hal ini karena perempuan seringkali memiliki posisi sosial ekonomi yang lebih rendah dan menghadapi lebih banyak hambatan dalam akses ke sumber daya. Namun, perempuan juga memegang pengetahuan tradisional tentang sumber daya alam dan praktik berkelanjutan yang dapat menjadi kunci penting dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Oleh karena itu, Ekofeminisme mendorong lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam kepemimpinan dan proses pengambilan keputusan dalam hal kebijakan lingkungan.
Dengan lebih banyak suara perempuan dalam ruang yang berpengaruh, diharapkan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dapat terwujud, mengakui pentingnya keberagaman perspektif dalam menghadapi perubahan iklim.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi asal-usul, prinsip, serta aksinya nyata tokoh inspiratif ekofeminisme yang telah mendunia.
Asal-Usul Ekofeminisme
Ekofeminisme muncul dari pertemuan dua gerakan besar pada dekade 1970-an: gerakan lingkungan dan gerakan pembebasan perempuan. Françoise d’Eaubonne, seorang feminis Prancis, pertama kali menggunakan istilah “écoféminisme” pada tahun 1974, dalam bukunya “Le Féminisme ou la Mort” (Feminisme atau Kematian).
d’Eaubonne memandang krisis lingkungan sebagai akibat langsung dari patriarki – sistem sosial yang mendominasi perempuan dan alam. Ekofeminisme mengkritik cara pandang patriarki yang menganggap kesuburan alam dan perempuan hanya sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi tanpa batas.
Prinsip Ekofeminisme
Ekofeminisme berpangkal pada beberapa prinsip utama.
Pertama, ia mengakui interkoneksi antara penindasan terhadap perempuan dan kerusakan terhadap alam.
Kedua, ekofeminisme mengadvokasi keharusan memberdayakan perempuan dan memulihkan hubungan harmonis dengan alam sebagai bagian dari solusi terhadap perubahan iklim.
Ketiga, pendekatan ini merangkul nilai-nilai seperti perawatan, kerjasama, dan kesetaraan, bertentangan dengan nilai-nilai konsumtif dan eksploitatif yang sering dihubungkan dengan patriarki.
Ekofeminisme dalam Aksi Perubahan Iklim
Pada tingkat praktis, gerakan ekofeminis bisa dijumpai dalam berbagai bentuk. Mulai dari aktivisme lingkungan yang memperjuangkan keadilan gender, hingga proyek-proyek pertanian berkelanjutan yang dapat dipimpin oleh perempuan.
Contohnya adalah Vandana Shiva, adalah sosok yang tak bisa dilepaskan dari gerakan lingkungan hidup dan ekofeminisme global. Shiva telah mengabdikan hidupnya untuk melawan kerusakan lingkungan dan memperjuangkan hak-hak perempuan dalam konteks pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam sebagai akibat dari perubahan iklim.
Salah satu aksinya dalam menghadapi perubahan iklim adalah pelestarian keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
Kepemimpinan Vandana Shiva sebagai perempuan, dengan mendirikan Navdanya, sebuah organisasi non-profit yang berfokus pada pelestarian keanekaragaman hayati dan promosi pertanian organik. Navdanya berusaha melindungi hak para petani untuk menyimpan, menanam, dan menukar benih tradisional, guna mencapai kedaulatan pangan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Setidaknya, organisasi ini telah berhasil mengumpulkan lebih dari 5.000 varietas benih yang berpotensi hilang akibat monopoli dan praktik pertanian industri. Vandana Shiva berharap dengan aksi ini, perempuan tetap memiliki tanggung jawab untuk menyediakan makanan dalam keluarga, dapat terus dipertahankan tanpa mengurangi variasi pola makan dan kualitas gizi.
Semakin meningkatnya kesadaran akan kesetaraan gender dan perlindungan lingkungan, ekofeminisme memiliki potensi untuk menjadi aliran pemikiran utama dalam perjuangan melawan perubahan iklim.
Ekofeminisme, dengan integritasnya yang mempersatukan gerakan lingkungan dan feminisme, menawarkan wawasan unik dan solusi yang inklusif. Ketika kita berusaha membangun masa depan yang berkelanjutan dan adil, mempertimbangkan perspektif ekofeminis tidak hanya relevan, tapi mungkin juga sangat diperlukan.
Artikel terkait
https://odesa.id/3-kisah-inspiratif-perempuan-pejuang-lingkungan/
https://odesa.id/dampak-perubahan-iklim-dan-pentingnya-membantu-petani/
https://odesa.id/laporan-program-konservasi-hutan-arcamanik-zona-oray-tapa-2024/
Penulis: Ni Made Florentina
Admin: Alma Maulida