Mengatasi kemiskinan Indonesia perlu pendekatan dan cara baru. Pemahaman potensi tanah untuk menghasilkan produk ekonomi adalah salah satunya.
Strategi Mengatasi Kemiskinan Indonesia dengan Program Relevan
Kemiskinan di Indonesia berada di tingkat kritis. Dari tahun ke tahun pengurangannya tidak menunjukkan penurunan signifikan.
Bahkan justru yang terjadi ketimpangan sering meningkat. Pemerintah perlu menghadirkan program relevan untuk mengatasi kemiskinan tersebut.
Masalah utama adalah jenis lapangan pekerjaan tidak sesuai dengan jurusan orang. Terlebih, krisis lingkungan belum mendukung penuh pengentasan kemiskinan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Basuki Suhardiman, pendamping Ekonomi Pertanian Yayasan Odesa Indonesia.
Menurut Basuki, pemerintah perlu memikirkan cara baru agar orang miskin di perdesaan mendapatkan kesempatan memperbaiki taraf hidup.
“Pemerintah tidak bagus kalau hanya punya solusi membagi bantuan sosial. Jelas itu strategi yang keliru jika dijadikan program andalan. Bantuan sosial mestinya bukan andalan artinya harus mempersiapkan strategi baru agar rakyat miskin bisa mengatasi persoalannya. Indonesia butuh langkah programatik yang lebih relevan dengan penciptaan pekerjaan-pekerjaan yang bisa dijalankan rakyat miskin,” kata Basuki di tengah kegiatan pembagian bibit tanaman buah-buahan di Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jumat, 15 Desember 2023.
Basuki Suhardiman menekankan penting strategi pengentasan kemiskinan dengan cara baru dan relevan, sebab jika terus menerus dengan mengandalkan bantuan sosial hal itu tidak akan menyelesaikan masalah rakyat miskin. Lalu, bagaimana solusinya? Berikut ini beberapa strategi praktis yang dapat diterapkan dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Strategi Mengatasi Kemiskinan dengan Program Tani Pekarangan
Buruh tani adalah salah satu golongan yang perlu mendapat fokus. Selama ini, mereka hidup dalam situasi kemiskinan ekstrem karena hanya mampu mengumpulkan pendapatan antara Rp 400.000-Rp 700.000 per bulan.
Basuki menilai, rendahnya pendapatan mereka mencerminkan bahwa pemerintah tidak memiliki agenda serius. Keberadaan mereka di kampung-kampung pelosok mestinya harus diberi perhatian secara khusus.
Selain memberi perhatian yang lebih khusus, Basuki juga menyarankan agar setiap program harus relevan dengan keadaan mereka. “kita harus lihat kemampuan mereka apa. Misalnya masih bisa tani pekarangan, maka tani pekarangan.
“Kalau masiih punya ladang sepetak, ya harus didampingi pengelolaan lahan sepetak disertai modal usaha yang pas. Jangan sampai tidak bisa ternak dikasih ternak, sementara mereka lebih pas menerima bantuan bibit tanaman sayuran,” terang Basuki.
Odesa Indonesia memiliki contoh sukses dengan pendekatan program yang relevan, yaitu program tani pekarangan.
Praktik tani pekarangan menjadi program efektif dan relevan bagi petani kecil, bahkan pada buruh tani yang tidak memiliki ladang karena program tani pekarangan ini bisa dijalankan di lahan terbatas halaman rumahnya.
Dengan pemberian bantuan benih sayuran dan polybag, ibu-ibu rumah tangga dan anak kecil pun bisa menjalankan.
Dampaknya mereka mendapatkan sumber pangan langsung. Penghematan belanja dapur luar biasa mengurangi pemborosan karena mereka kemudian tidak perlu mengeluarkan uang sayuran senilai Rp 200.000 hingga Rp 300.000 perbulan.
“Penghematan finansial itu setara dengan nilai bantuan sosial pemerintah,” jelas Basuki.
Jika menjalankan tani pekarangan, para petani atau buruh tani sudah memiliki modal skill karena mereka sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun sebelumnya.
Selain itu menghemat finansial, tani pekarangan yang surplus menjadi pendapatan baru bagi keluarga miskin. Hal ini dibuktikan pada ratusan peserta tani pekarangan yang dijalankan oleh Odesa Indonesia.
Pemahaman Potensi Tanah untuk Hasilkan Produk Bernilai Ekonomi
Kelemahan petani selama ini adalah kurangnya pemahaman terhadap potensi tanah. Banyak petani menganggap lahan di pinggir ladang atau jalan bukan lahan ekonomi yang produktif. Padahal, mereka dapat mengubahnya untuk menghasilkan produk tani bergizi dan juga nilai ekonomi.
Berdonasilah di Sini untuk Membantu Fakir-Miskin Desa Keluar dari Kemiskinan
“Pelajaran pertama bisa kita lihat dari cara pandang petani pada lahan pekarangan. Banyak orang miskin masih punya pekarangan, tetapi dibiarkan. Sementara setiap hari mereka belepotan kerja di ladang yang jauh dengan upah hanya Rp 40.000 setiap hari dan bekerja dengan rata-rata 9-12 hari kerja selama satu bulan,” ungkap Basuki.
Selain itu, para petani menurut Basuki juga lemah dalam memandang potensi tanah di ladang sehingga banyak petani menjual tanahnya. Pada lahan-lahan yang dekat dengan kota banyak sekali petani menjual tanahnya ke orang kota.
Sementara tanah yang beradsa di pelosok-pelosok desa yang jauh dari orang kota, banyak lahan dibiarkan mangkrak, atau hanya dibuat kegiatan tani sambilan yang minim produktivitas.
“Padahal kalau dioptimalkan, lahan 10 meter persegi pun bisa jadi sumber mata pencaharian yang efektif dan produktif. Para petani harus sering diajak berdiskusi untuk membuka pikiran dengan melihat tanah dengan pendekatan yang berbeda. Nilai sesuatu akan bisa berubah jika pemikiran kita berubah,” papar Pegawai Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Tanam Buah-buahan dengan Waktu Panen Berbeda
Tanah dapat menghasilkan potensi ekonomi tambahan. Dari sini, buruh tani dapat memanfaatkan lahan pertanian dan pekarangan kosong dengan menanam buah-buahan. Supaya efektif, penanaman bibit memperhatikan masa panen. Jangka waktu panen harus berbeda.
Ada buah yang cepat panen. Pepaya butuh waktu 9 bulan. Bibit buah-buahan lain bisa dipanen pada 3 hingga 4 tahun kemudian.
Menanam anekaragam hasil panen dari jenis biji, buah dan dedaunan harus menjadi program penting para petani. Tidak cukup kita hanya menanam sayuran, tidak cukup hanya bijian, juga tidak cukup hanya buah.
Ketiganya, yaitu sayuran, biji-bijian dan buah-buahan harus ditanam secara polikultur sehingga orang miskin lebih punya banyak kesempatan mendapatkan panen.
Selama ini petani masih menjalankan pertanian dengan pola monokultur (seragam jenis tanaman) maka di situlah keterpurukan akan terjadi. Lain halnya jika memakai sistem polikultur, akan menghasilkan sumber ekonomi berkelanjutan.
Mari Dukung Program Konservasi Pertanian dengan Donasi di kitabisa.com
Kesimpulan
Basuki yakin bahwa petani dapat melakukan perubahan untuk mencapai kemajuan perekonomian di desa. Asalkan, mereka menerima pendampingan.
Dengan praktik pendampingan menyertakan bibit, ilmu dan apresiasi, saat ini banyak petani mendapatkan hasil panen baik dari tanaman buah-buahan. Termasuk di antaranya tanaman herbal kelor dan tanaman penghasil biji Hanjeli.
Sejak tahun 2016 lalu, Basuki bersama puluhan rekan-rekannya di Yayasan Odesa Indonesia mendampingi ribuan petani di Kawasan Bandung Utara.
Dengan program-program pertanian produktif sekaligus ekologisnya, ia bisa membuktikan bahwa petani merupakan sumber daya yang bagus untuk menghasilkan pangan bergizi dan berkontribusi pada peningkatan ekonomi sekaligus menjadi bagian penting dalam usaha merawat lingkungan pertanian.
Dalam pandangan Basuki Suhardiman, petani bukan hanya aktor ekonomi, tetapi juga agen perubahan sosial untuk menjadi bagian penting dalam penyediaan pangan sehat bergizi sekaligus sebagai aktor ekologi. Jika strategi di atas dilakukan dengan sungguh-sungguh, niscaya akan banyak kemajuan di desa.
Odesa Indonesia selama 8 tahun melakukan pendampingan ekonomi tani dengan pendekatan sains botani dan sosial. Program ini terbukti meningkatkan produktivitas petani yang berguna untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan secara perlahan.
“Kita masih punya banyak tantangan pada usaha pemberdayaan karena sedikit orang yang mau melakukan pendampingan ke desa-desa.Kita butuh perubahan sosial dan itu tentu membutuhkan kaum kelas menengah yang mau turun ke desa untuk mengubah cara pandang hidup sekaligus mengubah laku hidup,” jelas Basuki. (Efrem Limsan Siregar)
Empat Program Pemberdayaan Odesa dalam Mengatasi Kemiskinan
Yuk, Mari Berdonasi Bibit untuk Meningkatkan Gizi Petani dan Memperbaiki Ekologi