Manfaat Sastra untuk Meningkatkan Empati

Jika seseorang ingin memiliki empati yang kuat, maka hal itu dilatih karena tidak serta-merta empati itu muncul dengan sendirinya. Ada banyak cara dalam melatih diri untuk meningkatkan empati.

Di antaranya ialah aktif berorganisasi, berbagi perhatian pada sesama, atau memahami pemikiran pihak lain.  Karya sastra bisa menjadi bagian penting dalam usaha peningkatan empati karena di dalamnya memuat nilai-nilai moral, solidaritas sosial, wawasan hidup, mentalitas dan lain sebagainya.

Manfaat Sastra untuk Meningkatkan Empati

Manfaat Sastra
Manfaat Sastra. Meningkatkan Empati

 

Hal tersebut disampaikan oleh Faiz Manshur, Ketua Odesa Indonesia di hadapan para relawan Fasilitator Sekolah Sabtu-Minggu Yayasan Odesa Indonesia, pada Minggu 14 Januari 2024. “Benar bahwa tidak setiap karya sastra bisa relevan untuk meningkatkan empati, tetapi melalui seleksi naskah secara serius, kita akan bisa mendapatkannya,” kata Faiz.

Adapun untuk pemanfaatan sastra secara praktis menurut Faiz Manshur, bisa didapatkan melalui kegiatan belajar bersama melalui diskusi. Dengan mengapresiasi karya sastra -yang mengusung nilai-nilai empati tentunya- diharapkan para peserta bisa mendapatkan cara pandang baru untuk melihat, merasakan dan membangun perspektif baru tentang kehidupan.

Manfaat Sastra dari Sajak Lastri Fardani Sukarton dan W.S Rendra

Pada kesempatan itu, Faiz Manshur secara khusus menganjurkan para relawan untuk mengapresi karya sastra dari dua penyair, yaitu Lastri Fardani Sukarton dan WS. Rendra. Alasan Faiz memilih dua karya sastra ini untuk diapresiasi secara khusus karena pada kedua penyair tersebut beberapa puisinya sangat baik untuk memasok nilai-nilai empati. 

“Kita tidak mengabaikan karya penyair lain karena kita juga memiliki koleksi karya sastra yang relevan untuk para relawan maupun relevan dibaca anak-anak desa. Tetapi dua karya dari Lastri Fardani maupun WS Rendra itu bisa dijadikan model pembelajaran mulai dari mengapresiasi nilai-nilai dari kandungan isinya,” papar Faiz Manshur.

Sastra empati
Manfaat sastra sangat baik untuk meningkatkan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional.

Koordinator Sekolah Samin Odesa, Syifa Ranjeeta berpendapat, pembelajaran sastra dengan dua puisi dari WS Rendra dan Lastri Fardani Sukarton di Yayasan Odesa Indonesia dilakukan untuk menunjang kegiatan literasi Sekolah Sabtu-Minggu (Samin). Syifa dan 17 relawan lainnya sering mengajarkan pembacaan dan penilaian atas puisi dari Lastri Fardani dan WS Rendra. 

“Puisi Lastri Fardani Sukarton itu singkat-singkat tetapi bisa mudah menimbulkan kesan tentang kehidupan alam desa. Ini sangat relevan dengan anak-anak desa. Dengan puisi itu kita bisa memiliki cara pandang baru untuk memuliakan ibunda, menghormati alam, dan mengeksplorasi pemahaman kita tentang kekayaan alam yang indah,” kata Syifa. 

Syifa Membacakan Puisi Pulang Karya Lastri Fardani Sukarton

Hampir semua puisi karya lastri Fardani Sukarton yang ada dalam buku “Gunung Biru di atas Dusunku” terbitan Balai Pustaka tahun 1988 dibaca oleh para relawan literasi Sekolah Sabtu-Minggu (Samin) Odesa. 

Sementara itu untuk karya WS Rendra, menurut Anggita, Relawan Sekolah Samin Odesa, lebih mengarahkan para pembaca untuk peduli terhadap persoalan masyarakat secara kritis. Isu-isu pembangunan dan kemiskinan serta ketimpangan sosial dari Rendra masih banyak yang relevan untuk dijadikan bagian penting kajian pemikiran sosial dan budaya.

Relawan Literasi Odesa Membaca Puisi Simbok Karya Lastri Fardani Sukarton

Peserta Literasi Sekolah Samin Membaca Puisi Hujan Karya Lastri Fardani Sukarton

Terlebih para relawan Odesa Indonesia juga memiliki program kegiatan mengatasi kemiskinan dan kerusakan lingkungan perdesaan. “Banyak sajak dari WS Rendra yang membuka cakrawala pemikiran kita tentang kemiskinan dan ketimpangan dan di dalamnya juga memuat nilai-nilai empati,” kata Anggita. 

Beberapa puisi karya WSRendra yang sering diapresiasi dalam pembacaan dan diskusi antara lain buku kumpulan puisi “Balada Orang-Orang Tercinta,” “Sajak-Sajak Sepatu Tua,” dan “Potret Pembangunan dalam Puisi.”

Fahria, Relawan Literasi Odesa Membaca Sajak Orang Miskin Karya Ws.Rendra

Di Odesa Indonesia para rentang bulan November 2023 hingga April 2024, kegiatan apresiasi sastra pada dua penyair itu dilakukan. Selanjutnya pada sesi lain secara simultan akan dilakukan apresiasi karya sastra lain seperti pembacaan novel karya Pramudya Ananta Toer, Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli. Azab dan Sengsara (1920) karya Merari Siregar. Kumpulan syair Nyanyi Sunyi (1937) karya Amir Hamzah.

Kumpulan cerpen Teman Duduk (1936) karya M Kasim. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1922) karya Nur Sutan Iskandar dan sejumlah karya sastra lain yang diharapkan meningkatkan empati bagi para relawan muda sekaligus juga cocok untuk meningkatkan empati pada anak-anak desa. 

Karya Sastra Nusantara Lama dari Serat Wedhatama juga dipelajari di Odesa

Dalam menjelaskan manfaat kesusastraan untuk empati tersebut Faiz Manshur pada 15 Januari 2024 juga mempublikasikan esai yang argumentatif menyerukan kepada para guru atau fasilitator pendidikan untuk mempelajari sastra. 

Berikut ini adalah esai tentang Sastra untuk Guru: 

relawan sastra odesa
Relawan Literasi Sekolah Sabtu-Minggu (Samin) Odesa mempelajari sastra untuk peningkatan empati.

SASTRA UNTUK GURU

Oleh Faiz Manshur. Ketua Odesa Indonesia.

-sumber naskah, Esai Koran Gala, Senin 15 Januari 2024-

Sejak awal Yayasan Odesa Indonesia menggerakkan pendidikan untuk anak-anak desa di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, saya selalu berpesan kepada para fasilitator agar jangan melupakan sastra.

Bagi mereka yang sudah suka sastra mesti memperluas wawasannya, termasuk penghayatan hingga ke relung batin terdalam. Sementara bagi yang kering kesusastraan agar segera bersentuhan dengan sastra.

Apa pentingnya sastra untuk pendidikan?

Pertama, praktik literasi lekat dengan bahasa. Unsur komunikasi dan informasi plus interaksi bertumpu pada bahasa. Ini sangat menentukan kualitas diri manusia untuk survival di lapangan hidup kemasyarakatan yang luas. Setiap individu membutuhkan kemampuan beberapa bahasa yang kaya.

Salahsatu unsur kecakapan ialah berbicara dan menulis yang baik dan tentu saja yang indah.

Di dalam sastra terdapat nilai skill sekaligus estetika; yang artinya dibutuhkan untuk peningkatan pola-pikir. Itu artinya akan berhubungan dengan karakter diri. Dengan kata lain, jika kita ingin mengarahkan diri meraih kebahagiaan hidup, maka kita bisa mendapatkannya dari sastra. 

Alasan kedua, sastra dengan unsur su-nya, maksudnya susastra, berguna untuk menyeimbangkan rasio dan emosi. Di situlah kita bisa memanen kecerdasan emosional (emotional intelligence). Jika sudah begitu, maka menjadi relevan dengan urusan empati dan kecerdasan sosial (social intelligence).

Alasan ketiga, laku hidup dan mindset manusia bersumber dari saraf. Jika kebudayaan adalah urusan pola pikir dan laku hidup manusia, maka paham neurosains bisa menjelaskan pentingnya sastra untuk pendidikan.

Sebagai contoh, bahwa persepsi bawah sadar, termasuk tindakan naluriah manusia membutuhkan latihan-latihan untuk responsif alias peka dan cakap. Di sinilah sastra (termasuk seni lukis dan musik) perlu dihadirkan agar seseorang bisa lebih kaya memori sekaligus kuat dalam mengartikulasikan gagasan.

Dengan pendekatan neurosains ini, sastra menjadi penting karena mampu menyediakan kesempatan seseorang mendapatkan spiritualitas, dengan kata lain akan lebih mudah dalam mendapatkan kebahagiaan hidup.

Tetapi sastra yang bagaimana yang mesti dihadirkan dalam ruang pendidikan?

Pertama harus ditekankan, belajar sastra bukan diniatkan untuk menjadi sastrawan. Seni dalam pendidikan mestinya didudukkan secara sebagai langkah membangun karakter; menumbuhkan energi hidup manusia dengan kualitas pola pikir dan memiliki kepekaan yang tinggi atas sejarah, masa kini, dan masa depan.

Dari sisi praktis, sastra hadir untuk mengisi kekosongan otak atau mencairkan keruwetan pikir. Fiksi dengan kekayaan kosa-kata yang estetis akan membuat orang bisa memasuki dunia lain yang lebih menyenangkan. Jika imajinasi lebih penting dari kecedasan, di sinilah sastra bisa bermanfaat. 

Produk kesustraan Indonesia sangat lemah dan pendidikan kita belum menjadikan sastra sebagai sumber kekuatan budaya. Guru atau fasilitator mesti memahami hal ini.

Dunia semakin serba praktis karena kondisi kultural kita sudah maju dalam ruang teknokratis. Kita nikmati kemajuan itu. Tetapi kita harus ingat bahwa manusia punya hukum batin yang tak akan bahagia dan tak akan berdaya jika dijajah oleh kondisi eksternal seperti teknologi. Kekuatan dan kesengsaraan manusia ada pada kekuatan akalbudi yang rasionalis sekaligus emosionalis.

Terakhir, saya merasa perlu menyertakan kreasi puisi dari WS. Rendra yang ditulis pada tahun 1997. Sajak Anak Muda:

Kita melihat kabur pribadi orang/karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa/Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus/karena tidak diajar filsafat atau logika/Apakah kita tidak dimaksud untuk mengerti itu semua?/Apakah kita hanya dipersiapkan untuk menjadi alat saja? (Faiz Manshur]

Penulis: Agus Salim

Admin: Fadhil Azzam

Sastra Untuk Guru – Koran Gala (koran-gala.id)

Folklor: Pengertian, Manfaat dan Tantangan di Era Digital

Hakikat Kerja Budaya

Keranjang Belanja