Bapa… enjing bumi ieu bade dibongkar nya!”
(Bapak, besok rumah ini mau dibongkar ya!)
Begitu ucapan bu Nina Lubis kepada Mang Endak yang kedua matanya tak bisa melihat normal karena katarak.!”
Mang Endak dan Mak Eutik yang ada di lawang pintu semula bingung, tak mengerti.
“Ya bade dibongkar, bade digentos ku nu langkung sae!” (Ya mau dibongkar, mau diganti dengan yang baru).
Baru lah keduanya mengerti.”Asa ngimpi (seperti mimpi),” katanya.
Iya seperti mimpi. Endak (67) mendiami rumah ini sejak 27 tahun lalu. Dia adalah ayah dari 10 anak, dari dua istri. Istri pertamanya cerai.
“Saya itu tak mampu bikin rumah. Waktu nikah pertama, menang Porkas tiga angka. Langsung bangun rumah,” katanya.
Porkas adalah judi legal olahraga zaman Orde Baru dulu.Setelah cerai, dia menikah dengan Eutik.
Juga dia tak mampu bangun rumah. Tapi akhirnya dia menang Porkas lagi.
“Waktu itu tebakan tiga angkanya benar: 437! Langsung uangnya dipakai buat bangun rumah ini,” katanyatertawa.
“Sekarang mah tak ada lagi Porkas. Jadi rasanya mimpi saja ada orang yang memperhatikan keluarga saya,” katanya. Dia sendiri sudah tak bisa ke ladang, karena dua tahun ini terserang katarak.
Begitu Endak dan keluarga setuju, maka kami langsung melakukan pengukuran. Ibu Nina langsung menggambar. Keputusan membangun rumah mang Endak cepat sekali. Menjelang dhuhur kami bertemu bu Nina di Cikeruh Jatinangor.
Dari situ kami meninjau tempat pencetakan Rumah Instan Sehat dan Sederhana (Risha). Setelah dikaji, Risha belum bisa diterapkan di kawasan Cimenyan.
Akhirnya kami segera ke Cikawari, Cimenyan. Meninjau rumah mang Endak. Dan langsung diputuskan untuk kami bongkar besok hari, khawatir kena hujan dan roboh, meteran dibentangkan, tak sampai setengah jam gambar sudah jadi. Kalkulasi biaya dan ongkos pun ditetapkan.
Bismillah, Minggu besok rumah ini akan dibongkar. Sebelum Lebaran harus sudah jadi. Biar cucunya mang Endak bisa menikmati rumah permanen. Tidak lagi khawatir akan runtuh, atau bocor.Selamat tinggal rumah Porkas. -Budhiana Kartawijaya.