Pergerakan Kaum Muda Odesa Indonesia

Oleh FAIZ MANSHUR. Ketua Odesa Indonesia.

Odesa institute resmi berdiri 4 Juni 2020. Nama ini dipilih dengan menyertakan kata Institute untuk mewadahi secara khusus Sumber Daya Manusia (SDM) dari latarbelakang kaum muda, terutama mahasiswa. Harapannya, dengan sistem yang terintitusi ini, kolektivitas kerja lebih massif dan menjadikan organisasi ini sebagai mesin produksi keilmuan dan pengalaman.

Pengisi Institusi ini adalah mereka dari kalangan muda-muda, rata-rata di bawah usia 27 tahun-tetapi tidak menutup kemungkinan lintas usia. Usia relawan yang saat ini ada mayoritas berjarak jauh dengan para Pendiri dan Pengurus Yayasan yang mayoritas berusia di atas 40 tahun.

Selamat ini hubungan di antara kami tak pernah ada problem yang serius, tapi jarak usia terkadang menjadi hambatan gerak karena seringnya model instruksi top-down. Ini tak bisa dibiarkan berkelanjutan. Harus ada solusi mendasar agar kreativitas dan produktivitas diawali oleh anak-anak muda.

Lagi pula, semakin banyak relawan muda, semakin penting mewadahi mereka secara khusus supaya menemukan pengalaman kolektif di antara sesama mereka. Dengan kata lain, kami sedang mengubah model praktik pendidikan melalui keorganisasian dari pedagogi ke jalan andragogi.

Pendidikan adalah yang utama. Selain mengurus edukasi masyarakat terutama literasi untuk anak-anak petani, mereka juga harus belajar bersama para petani urusan budidaya pertanian dengan target memproduksi pengetahuan pangan sehat bergizi, menjaga keanekaragaman hayati dan menegakkan prinsip kerja ramah lingkungan.

Menyatu dengan kehidupan rakyat desa adalah kewajiban. Kita mendidik sekaligus mendapatkan pendidikan dari guru bernama rakyat. Bersamaa dengan itu pula mahasiswa mendapatkan pendidikan dari para seniornya terkait dengan keilmuan yang visioner.

Kursus-kursus literasi, jurnalistik, kursus public speaking, manajemen, media sosial, kewirausahaan sosial, hubungan kemasyarakatan, kajian ekonomi politik, etnografi, civic-islam dan sekian tema lain akan didapatkan oleh mereka secara rutin sepanjang aktivitas nanti.

Memberi Kesempatan

Menjadi bagian dari Odesa Indonesia merupakan kesempatan terbaik bagi anak-anak muda yang ingin mendedikasikan hidup lebih produktif, memiliki visi hidup, memahami politik, belajar berekonomi dan barangkali juga mengatasi jomblonya.

Syauqy Ridho adalah orang yang mendapatkan amanat pertama memimpin gerakan ini. Ia duduk manager. Dengan kolektif kerja yang terinstitusi itu ia akan mengurus kegiatan pendidikan seperti kursus-kursus mingguan (Sekolah Samin), mengurusi beasiswa anak desa, menggalang donasi sumbangan buku, membangun basis kegiatan baru, dan juga membuka basis-basis cabang Odesa Indonesia di setiap kabupaten serta cabang di Luar Negeri.

“Alat-alat kemajuan yang diimpor
Tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
Tentu kita bertanya: “Lantas maksud baik saudara untuk siapa?”-Ws. Rendra

Syauqy tidak sendiri. Ia bekerja bersama teman-temannya, seperti Rizky Alifza, dan Harti (memimpin kegiatan sekolah Samin) yang sudah berpengalaman 3 tahun. Juga bersama Abdul Hamid yang kini berposisi mendampingi Organisasi Grup Pertanian Tanaman Obat Cimenyan (Taoci) yang dipimpin pemuda Jajang (Yayan Hadian). Barisan pertama akan dibentuk pengurus dengan keterlibatan antara 15-20 kaum muda. Barisan kaum muda Odesa ini tentu saja tidak murni mahasiswa melainkan juga mereka yang sudah bekerja di perusahaan.

Manfaat berorganisasi di Odesa

Pergerakan dalam Odesa Indonesia memiliki target menjadi mesin produktif pembangunan Sumber Daya Manusia di perdesaan. Desa harus kuat, karena itu kota juga harus berjalin dengan desa. Sumberdaya kota, terutama kaum muda adalah modal besar untuk pembangunan itu.

Di lain pihak, mahasiswa harus mendapatkan tempat secara baik mengaktualisasikan diri dalam kerja sosial-kemasyarakatan karena pengalaman berorganisasi di kampus teramat pendek dan belum memberikan akses relasi/jaringan yang luas.

Dengan menjadi bagian di Organisasi Odesa Indonesia, mereka akan cepat mengenal jaringan yang luas baik di kalangan jurnalis, penerbit buku, dosen lintas kampus, ilmuwan, politisi, dan relasi-relasi di luar negeri.

Itu baru soal jaringan. Kaum muda di Odesa secara otomatis akan mengenal rakyat dengan segenap persoalan kehidupannya. Membangun kekuatan kapasitas dirinya dengan bekerja bersama rakyat di lapisan perdesaan jelas menguntungkan karena itulah sesungguhnya fakultas (faculty) yang sesungguhnya untuk melihat, mendengar, merasakan, berpikir, bertindak.

Bersama Odesa Indonesia kita membangun kualitas manusia muda yang tidak sekadar mahir mencari mencari harta dan eksistensi tetapi kosong ideologi sehingga jadi orang sukses secara ekonomi tetapi perilakunya asosial. Jiwa Pancasila harus menjadi bagian penting dalam diri manusia Indonesia, karena itulah kerja kaum muda mesti memakai rumus kewargaan republikanisme.

Apalagi problem Indonesia tak lepas dari masalah kemiskinan struktural, urusan sanitasi, urusan literasi, urusan kewirausahaan pertanian. Semuanya membutuhkan dasar-dasar keilmuan khusus yang harus dibangun di luar sekolah formal.

Sekolah dan Kampus formal tak kunjung memberikan jalan keluar bagi para generasi untuk meniti jalan berpikir secara memadai. Kesesatan kampus merajelela di mana-mana sehingga mahasiswa terasing dari persoalan rakyat, terpisah dari problem kultural di desa-desanya.

Sewaktu kami belajar bersama tentang pilihan model pembangunan, kami mengulas buku Karya Dr. Arief Budiman (Teori Pembangunan Dunia Ketiga- 1995). Ada satu renungan penting dari Arief Budiman yang perlu dicatat di sini:

“Kalau kita renungkan, pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok. Pertama, masalah materi yang mau dihasilkan dan dibagi. Kedua, masalah pembangunan manusia yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia pembangun. Para ahli ekonomi memang berbicara tentang SDM atau Sumber Daya Manusia. Tetapi pembicaraan tentang manusia di sini lebih menekankan aspek ketrampilan. Dengan demikian, manusia lebih dianggap sebagai faktor manusia yang diperhatikan lebih ditekankan pada peningkatan produksi saja. Dengan demikian, masalah manusia dilihat sebagai masalah teknis untuk peningkatan ketrampilan, melalui bermacam sistem pendidikan.

Yang kurang dipersoalkan adalah bagaimana menciptakan kondisi lingkungan, baik lingkungan politik maupun lingkungan budaya, yang bisa mendorong lahirnya manusia kreatif. Proses-proses terjadi dalam diri individu yang kreatif. Pada titik ini kita berbicara tentang faktor-faktor non material, seperti adanya rasa aman, rasa bebas dari ketakutan, dan sebagainya.”

Teleologi Gerakan

Menyatu di dalam Odesa Indonesia, akan bertemu dengan kenyataan hidup manusia dan itulah kita sedang berada di dalam dunia akademi sejati yang akan menjadi sumber inspirasi penyebaran kebaikan.

Doktrin berpikir kita tetapkan tanpa harus menjadi dogmatis. Jalan ke arah pencapaian kualitas manusia melalui basis kerja etnografi diarahkan sepenuhnya ke ruang teolologis untuk menjadi demos, manusia yang unggul yang sanggup mendedikasikan dirinya menjadi akademos yang kepribadiannya akan banyak memiliki karakter altruis .

Belajar dari fakultas kehidupan, menjadi kaum intelektual sadar kelas dan identitas tentu butuh proses. Proses pembentukan bisa dengan jalan sainstifik dengan landasan Design Thinking Process. Tujuannya tak lain untuk menjadi pribadi yang paham dan sanggup mengatasi setiap masalah, bukan hobi lari dari persoalan.

Ini penting ditegaskan karena keterbelakangan manusia Indonesia salahsatunya disebabkan ketidakmampuan mengatasi persoalan terdekat dalam kehidupan sehari-hari. George Orwell pernah mengatakan, bahwa untuk mampu melihat apa yang ada di depan batang hidung kita sendiri, dituntut suatu perjuangan tanpa henti.

Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan anahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja

Maka dari itu, seorang individu mesti “belajar” dengan memiliki kesadaran untuk berempati dengan mengalaminya langsung (rumus empathize), belanjut kemudian memiliki kemampuan mengorganisir kerja empati sehingga mampu memusatkan persoalan pada manusia (rumus define).

Dua tahap ini jika dijalankan akan melahirkan peluang memproduksi gagasan (rumus ideate) sehingga diharapkan lahir gagasan kreatif non konvensional/di luar kotak. Selanjutnya berpikir prototype akan menjadi bagian penting dalam proses produksi kreativitas tersebut karena menyertakan kesadaran untuk sabar, telaten, sekaligus bekerja progresif. Pada akhirnya apapun yang diproduksi dari proses pembelajaran harus masuk uji untuk menghasilkan goal akhir yang telah ditetapkan.

Dengan cara seperti itu, kerja sosial apapun, tak boleh keluar dari rumus keilmiahan, dan keilmiahan yang paling berkualitas adalah membangun kesadaran, memproduksi secara mandiri setiap gagasan, dan itulah yang akan menjadi bekal hidup seseorang individu. Selain itu juga perlu ditekankan, bahwa pembangunan kapasitas manusia harus bernilai strategis dengan menekankan keberlanjutan. Gerakan filantropi (amal) misalnya, tak boleh berhenti sekadar charity, melainkan harus ditransformasikan sebagai sebuah gerakan.

BACA : Jangan Asal Berderma. Filantropi yang baik Butuh Strategi

Di desa-desa, ada banyak petani yang akan memberikan banyak pengalaman hidup berharga bagi kita. Ada anekaragam hayati yang bisa dipelajari sebagai proses kesadaran membangun budaya berpikir tentang hidup yang inklusif. Berada di dalam Odesa Indonesia kita tak akan terasing dari kehidupan nyata Indonesia yang lekat dengan dunia pertanian. Kita akan mengenal proses botani dengan cara yang sehat. Ada sorgum, kelor, hanjeli, bunga telang, dan ratusan tanaman buah yang bisa menjadi studi menyenangkan.

Ada ratusan anak-anak petani yang akan menjadikan kita memiliki kesadaran kemanusiaan yang lebih unggul. Ada sekian banyak persoalan kultural di masyarakat level dusun atau zona desa dengan keunikan survival warganya. Semua menyediakan cakrawala hidup yang akan membuat kita memahami realitas sosial; disertai cara mengubah tentunya.

Anekaragam spesies/satwa dengan model evolusinya juga akan mengajarkan kita untuk memetik pengalaman hidup dari spesies lain. Evolusi adalah ilmu primer yang menawan untuk memetik hikmah. Kita bisa memetik hikmah di luar cara pandang teologis karena kini telah banyak ilmu biologi, terutama biologi evolusiner yang sangat menawan.

Odesa Indonesia ingin melakukan perubahan sosial. Dan itu hanya realistis diwujudkan jika kita bekerja sungguh-sungguh karena pada kenyataannya kualitas manusia Indonesia memang lemah. Kelemahannya tak jauh dari urusan rendahnya pendidikan, terutama literasi (literasi=memahami bacaan, menulis, dan mempraktikkan), lemah urusan berorganisasi, dan lemah dalam kedisiplinan menjalankan hidup secara produktif. Jadi, bergabunglah bersama Odesa Indonesia karena ini merupakan ruang belajar bersama. []

BACA Kebaktian Sosial Vs Gerakan Sosial

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja