Oleh Andy Yoes Nugroho Ketua Odesa Temanggung IG Andy Yoes IG Odesa Indonesia
Merti bumi adalah usaha merawat bumi dengan cara bersyukur. Upacara ini bisa menjadi modal pembangunan ekologi di masyarakat petani.
Bumi dan Manusia. Dua istilah telah menjadi pembicaraan kita sepanjang sejarah kehidupan manusia. Pada bumi terdapat hukum alam yang bekerja dengan karakter dan sifat-sifatnya yang khas. Kita sebut itu kosmos. Dan manusia berada dalam planet itu mestinya bisa teratur dengan tata-laksana kebumian. Jika manusia hanya memanfaatkan bumi untuk kepentingan pikiran atau hawa nafsunya, alias tidak mau berpikir tentang hakikat kerja alam/sunnatullah, maka itulah yang disebut laku eksploitatif.
Dengan rumus bumi punya kepentingan dan manusia punya kepentingan, kita punya keharusan melaraskan praktik hidup dengan mempertimbangkan sistem kerja sunnatullah atau kosmos. Agama-agama dan ajaran adat menganjurkan pentingnya merawat, bahkan menghidupkan bumi karena jika bumi hanya dimanfaatkan tetapi diabaikan hak hidupnya sering menimbulkan malapetaka. Di Jawa ada istilah kuwalat, atau mendapat bencana akibat perilaku buruk pada orang lain, termasuk berlaku buruk pada alam.
Berpikir Ekologis
Hidup di bumi tanpa mau merawat bumi itu artinya senang menyiksa diri. Tanpa ada prinsip perawatan, manusia akan sembrono mengekspolitasi alam. Malangnya, itu terjadi meluas di seluruh penjuru dunia sejak tahun 1970-an hingga sekarang di mana praktik pertanian monokultur telah menyebabkan banyak kerusakan. Jutaan petani kecil dan farmer berhaluan industri banyak membalak hutan kemudian bertani dengan kepentingan ekonomi tanpa mengindahkan kepentingan bumi yang membutuhkan ragam jenis untuk keseimbangan ekologi.
Praktik monokultur, yakni menanam hanya mengedepankan komoditi sejenis atau beberapa jenis telah menjadikan kerja alam (yang mestinya polikultur) terbengkelai. Alam tak lagi seimbang menahkodai ekosistem. Ketika ekosistem rusak, situasi ekologi pun runyam.
Tanah kelelahan karena terus-terusan dipaksa menumbuhkan tanaman pendek, sementara pasokan nitrogen yang mestinya bisa didapat dari sistem kerja pepohonan besar tidak bekerja. Kemudian manusia merekayasa dengan pupuk kimia. Praktik pertanian monukultur baik skala kecil maupun skala industri terus-menerus memaksa lahan untuk melayani manusia. Sementara kita lupa kepentingan hidup tanah yang butuh makanan dari kompos (dedaunan, ranting dan akar). Santri di Temanggung Tanam Ribuan Pohon untuk Atasi Lahan Kritis
Degradasi tanah menyebabkan degradasi kemanusiaan. Di atas bumi yang sakit itulah sekarang kita menyaksikan masyarakat yang sakit. Inilah praktik pertanian yang menyebabkan kerusakan bumi, selain tentu saja akibat pembalakan pohon untuk hunian dan industri.
Akibat laku hidup manusia yang eksploitatif terhadap alam muncul juga ketidakadilan sosial. Mereka yang perkasa dengan modal dan teknologi lebih cepat merusak alam dan cepat meraup kekayaan. Sementara para petani kecil hidupnya megap-megap tidak mendapat kesejahteraan dan tetap menanggung beban krisis lingkungan. Pertanian makin sulit karena suhu bumi terus naik. Musim tak teratur membuat pekerjaan pertanian semakin sulit dijalankan. Ketika kemarau panjang petani semakin kesulitan air. Ternak pun mengalami sulit berkembang. Dampak susutnya ternak pupuk pun semakin sulit didapat. Kemudian datanglah bisnis pupuk yang semakin memperkaya industri besar dan semakin membebani
EKSODUS: Ekosistem Sosial Dusun: Aksi Perbaikan Sumberdaya Manusia Dusun
Atas fakta buruk itulah kita mesti kembali menggemakan perawatan. Sebab, apa artinya memiliki kalau tidak bisa merawat? Kalau tidak bisa merawat, semewah apapun barang yang kita miliki akan rusak dan tiada guna. Bertani, berindustri atau apapun kegiatannya, senantiasa punya kewajiban merawat bumi, aset paling besar dalam hidup kita.
Bertindak Merti
Cara kita merawat bumi pun mesti memperhatikan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Karena itu, ketika manusia mencari sumber hidup tidak boleh sekadar mendapatkan hasil jangka pendek tetapi merusak jangka menengah dan jangka panjang. Di situlah kita mengenal teori keberlanjutan (sustainability).
Orang Jawa punya istilah merti. Istilah ini berarti merawat, tetapi tidak sekadar merawat. Merti identik dengan cara manusia bersyukur. Rasa syukur ini merupakan kebaikan paling menawan sebab dengan rasa syukur berarti kita punya rasa hormat kepada pencipta alam. Wujud konkret merti-bumi adalah mensyukuri alam sebagai aset kehidupan, bukan sekadar aset ekonomi. Dengan demikian, merti-bumi bisa menjadi modal kebijaksanaan kita agar terus berpikir ekologis.
Berpikir ekologis bisa diwujudkan karena syarat dasarnya bukan sekolah formal, melainkan kembali ke sekolah kebijaksaan dari adat istiadat kita yang hidup “bersama” bumi, bukan hidup “menginjak-injak” bumi. Masih banyak desa, itu artinya potensi merawat bumi masih berpeluang besar. Salahsatu kelebihan orang desa ialah mahir bersyukur, itu artinya kadar potensi ingkarnya tidak sebesar orang kota.
Sebelum merawat bumi yang sakit, kita perlu mengobati cara pandang kita yang sakit. Sebab tak ada gunanya berpikir “majukan desa” kalau pada kenyataannya kemajuan itu berarti merusak lingkungan. Desa maju ialah desa dengan ekologi yang sehat, yang masyarakatnya bisa merawat pepohonan yang ada dan terus menumbuhkan banyak tanaman dengan beragam jenis. Dan itu membutuhkan manusia-manusia yang berpikir sehat. Terapi untuk menyehatkan pikiran adalah terus menggali ilmu dan mempraktikannya bergotong-royong dan berkelanjutan. []
Agroforestry untuk Perbaikan Ekologi Desa – Pertanian Ramah Lingkungan Temanggung
Instagram Praktik Botani Odesa
Komentar ditutup.