Landasan Filosofi Pendidikan Berkebun

Landasan Filosofi Pendidikan Berkebun-. Membangun kecerdasan naturalis pada anak sesungguhnya menjadi bagian penting yang harus dipertimbangkan dalam dunia pendidikan.

Dengan menanamkan empati dan pemahaman tentang lingkungan hidup sejak dini, anak-anak akan mendapatkan kesempatan membangun pola pikir yang lebih cerdas meliputi kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan natural sekaligus.

Memasukkan pendidikan berkebun sebagai pendidikan dasar dapat membantu mengembangkan life skill para siswa. Bahkan pendidikan berkebun ini juga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pelayanan komunitas, disiplin diri, dan lebih bijak dalam menggunakan berbagai bahan yang bersumber dari alam.

Begitu besar dampak yang diberikan oleh pendidikan berkebun terhadap peningkatan kemampuan personal para siswa.

Di Indonesia, pendidikan seperti ini masih cukup jarang dilakukan atau dianggap sebagai kegiatan tambahan saja. Padahal kalau kita ketahu landasan pemikiran dari para filsuf pendidikan, sesungguhnya praktik berkebun merupakan hakikat dari sekolah itu sendiri. Kegiatan berkebun mesti menjadi bagian dari sekolah itu sendiri.

Pandangan Filsuf Tentang Pendidikan Berkebun

Landasan Filosofi Pendidikan Berkebun

Selama ini dunia pendidikan hanya berfokus pada pengembangan kemampuan akademik dan kognitif sesuai kurikulum yang berlaku. Padahal sebenarnya, aspek lain seperti moral, kecerdasan natural, dan pengembangan sosial tentu perlu menjadi bagian dari pendidikan dasar.

Para Filsuf Memberikan Ladasan Filosofi Pendidikan Berkebun

Ternyata ada beberapa filosofi pentingnya pendidikan berkebun untuk anak-anak yang disampaikan oleh para filsuf besar. Filosifi berikut bisa menjadi dasar untuk meningkatkan pemahaman kita bahwa menumbuhkan kecerdasan natural melalui pendidikan berkebun untuk bisa berdampak besar bagi pertumbuhan anak.

  • John Ames Comenius (1592-1670)

“Pendidikan berkebun penting bagi setiap sekolah. Anak-anak bisa memilki kesempatan untuk bersantai memandang pepohonan, bunga, dan tanaman herbal untuk mengapresiasinya.”

John Ames percaya bahwa pendidikan dapat lebih universal, praktis, dan inovatif. Tidak hanya berfokus pada sekolah dan kehidupan keluarga, tetapi juga pada kehidupan sosial. Termasuk dalam menghargai lingkungan yang ada di sekitarnya sambil belajar cara melestarikannya dengan benar.

  • Jean Jacques Rousseau (1712-1778)

“Kamu pikir, kamu mengajarkan tentang bagaimana dunia itu. Dia hanya belajar di peta.”

Jean Jacques Rousseau mengkritik praktik sekolah formal yang cacat karena sering engajarkan pada anak-anak tentang “sesuatu” yang tidak menyentuh hakikat dari sesuatu itu sendiri. Benda-benda diajarkan dengan deskripsi tertentu yang seringkali membawa anak ke pengetahuan yang sudah diketahui oleh gurunya. Ini berbeda dengan pengetahuan yang mestinya anak mendapatkannya sendiri dari benda itu sendiri.

Rousseau menekankan pentingnya alam sebagai alat pembelajaran karena alam adalah guru terbaik.

Pemikiran dari Rousseau ini kemudian diadaptasi oleh seorang pedagog dan pembaharu pendidikan Swiss, Johann Heinrich Pestalozzi. Beliau melakukan observasi dan aktivitas belajar yang bukan sekadar belajar kata-kata. Pestalozzi memulai sekolahnya setelah bekerja dengan 25 anak yatim piatu menggunakan kegiatan berkebun, bertani, dan keterampilan rumah tangga sebagai pendidikan praktis. Dari praktek pendidikan tersebut, Pestalozzi memvisualisasikan keseimbangan antara tiga elemen, yaitu tangan, hati, dan kepala.

  • Fredrich Froebel (dan 1782-1852)

Fredrich Froebel adalah seorang pedagog Jerman yang juga murid dari Pestalozzi. Froebel belajar dari prinsip dasar Pestalozzi kemudian melakukan langkah obervasi yang lebih jauh. Beliau berpendapat bahwa lebih baik menggabungkan energi kreatif anak sedemikian rupa sehingga mereka dapat meningkatkannya menjadi kegiatan produktif dalam arti kata sebenarnya. Froebel merupakan salah satu tokoh yang paling mendukung pendidikan berkebun di abad ke-19.

  • Maria Montessori (1870-1952)

Maria Montessori adalah penemu metode montessori yang saat ini digunakan sebagai metode pendidikan untuk anak-anak. Montessori percaya bahwa kegiatan berkebun dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan moral dan apreasiasi terhadap alam.

Montessori mengatakan, “ketika siswa mengetahui kehidupan tumbuhan yang sudah ditanam, mereka akan peduli untuk menyiramnya. Sebab mereka sadar tumbuhan kecil itu akan mengering jika tidak disiram.

Dengan begitu anak-anak akan menjadi waspada. Ini adalah analogi untuk pembelajar hidup di mana seseorang yang mulai merasakan misi dalam kehidupannya untuk mengatur pikiran dan perilakunya.

Setelah Berfalsafah Saatnya Praktik

landasan filosofi pendidikan berkebun

Dari pemikiran para filsuf dan pedagog bidang pendidikan ini maka kita tidak perlu menunda lagi menjadikan kegiatan berkebun sebagai praktik pendidikan yang dominan.

Mengenal alam sejak dini bukan hanya baik untuk kelestarian alam dan mengajarkan mereka cara menjaga alam. Namun ada banyak hal yang bisa mereka pelajari secara langsung dari alam.

Begitu pula dengan kegiatan Sekolah Botani Odesa di mana anak-anak diajak untuk mengenal ekologi dan tanaman lebih jauh. Bahkan melakukan praktik menanam secara langsung dibimbing oleh para petani menjadikan pengalaman penting bagi pelajar dari kota.

Seperti pemikiran Pestalozzi, ketika anak-anak menjalani pendidikan berkebun, maka mereka akan bekerja dengan tangan, belajar merawat alam dan mengapresiasi alam dengan hati, hingga mendapatkan ilmu dalam kepalanya secara langsung dari alam.[]

Penulis: Arinda Eka Putri

Admin: Fadhil Azzam

Praktik Berkebun di Sekolah Samin Odesa

Kebun Perubahan Memperbaiki Generasi Dengan Praktik Pertanian

Keranjang Belanja