Kredit Mikro Tak Cocok untuk Orang Miskin (2)

Kredit Mikro Tak Cocok
untuk Orang Miskin (2)

Budhiana Kartawijaya Ketua Pembina Odesa Indonesia.
Magister Manajemen Keuangan Terpadu Fakultas Ekonomi Bisnis UNPAD.

Dalam tulisan pertama Tulisan Pertama diuraikan bahwa orang miskin akan berupaya mengelola penghasilannya menstabilkan konsumsi konsumsi agar jangan jatuh di bawah garis rawan.

Bila ada sakit sedikit, mereka tidak mementingkan membeli obat. Bila rumah rusak sedikit, dia tetap memilih konsumsi.

Namun karena sifatnya yang kecil, tidak teratur, dan tidak bisa diprediksi, seringkali mereka jatuh ke bawah garis kerawanan, dan bahkan tidak bisa memenuhi konsumsi minimalnya.

kredit mikro orang miskin
kredit mikro orang miskin

 

Fikkert dan Mask menguraikan, jika pendapatan dan konsumsi jatu di bawah garis kerawanan, maka konsekuensi berikutnya adalah:

  1. Kurang gizi: semua anggota keluarga akan terpapar pada ancaman kurang gizi, terutama anak-anak. Malnutrisi ini akan berdampak trauma fisik, psikologis, dan sosial. Trauma ini akan berlangsung lama.
  2. Sakit tak terobati, yang bisa menimbulkan cacat fisik dan mental (kognitif), bahkan kematian. Bila sakit, maka keluarga miskin akan kehilangan propertinya: tanah, rumah, dan ternak. Maka dia akan semakin terjerat dalam spiral kemiskinan.
  3. Menarik anak dari sekolah, sehingga akan menggerogoti masa depan anak, dan masa depan ekonomi keluarga. Pendidikan adalah investasi bagi perbaikan ekonomi rumah tangga. Tanpa pendidikan memadai, anak-anak kelak tidak bisa melakukan mobilitas vertikal karena kalah bersaing dalam dunia kerja.
  4. Perselisihan keluarga. Rasa frustrasi yang tak tertahan dalam setiap anggota keluarga berpotensi menimbulkan perselisihan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan dan anak-anak adalah kelompk yang paling berisiko terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Di daerah padat atau di kampung miskin, satu rumah biasanya dihuni lebih dari satu rumah tangga. Potensi gesekan konflik sangat tinggi.

Dengan melihat lingkaran setan kemiskinan seperti yang dimodelkan Robert Chambers itu (tulisan bagian-1), maka bantuan keuangan kepada orang miskin sebaiknya difokuskan kepada penguatan rumah tangga mereka, dari pada memaksakan pinjaman mikro dengan ilusi menciptakan pengusaha mikro.

Dalam rangka menguatkan rumah tangga, Stuart Rutherford (The Poor and Their Money, 2001) menyusun lima kategori layanan keuangan mikro sebagai berikut:

  1. Mengamankan konsumsi: rumah tangga miskin membutuhkan layanan keuangan mikro untuk mengamankan konsumsi di tengah pendapatan mereka yang kecil, tidak teratur dan tidak pasti.
  2. Investasi usaha; karena kesempatan usaha terbatas, keluarga miskin biasanya berupaya membangun usaha sendiri atau memanfaatkan tanahnya yang sempit untuk pertanian kecil. Mereka membutuhkan dukungan keuangan untuk memulai usaha, modal kerja sehari-hari, dan pengembangan usaha.
  3. Investasi rumah tangga: keluarga miskin membutuhkan bantuan keuangan cukup besar untuk belanja besar seperti: memperbaiki rumahnya yang rusak, membangun fasilitas air bersih dan sanitasi, membeli alat dapur atau menyekolahkan anak. Bila konsumsi belum aman, mereka akan memilih mengamankan konsumsi dari pada memperbaiki rumah, atau menyekolahkan anak. Padahal pendidikan anak dalam jangka panjang akan memperbaiki ekonomi rumah tangga.
  4. Kebutuhan hidup berulang (life cycle needs):perkawinan, kelahiran, sunat, kematian, dan momen sosial sejenisnya adalah siklus hidup yang bisa menggerogoti penghasilan rumah tangga. Maka harus ada semacam perlindungan (asuransi) untuk siklus sosial ini.
  5. Kedaruratan: kejadian-kejadian dadakan akan sangat memukul ekonomi keluarga miskin. Terutama sakit, kecelakaan, gagal panen, pemutusan hubungan kerja (PHK), resesi, dan bencana  akan menjerumuskan rumah tangga miskin ke dalam jurang krisis keuangan.

 Dari Mikro Kredit ke Keuangan Mikro

Dengan merujuk pada definisi kemiskinan Chamber bahwa kemiskinan adalah jejaring keterpurukan, maka bantuan yang dibutuhkan keluarga miskin bukan hanya kredit usaha mikro (micro-credit), akan tetapi layanan keuangan mikro (micro-finance).

Ada perbedaan mendasar antara kredit mikro dengan keuangan mikro. Kredit mikro adalah bantuan atau pinjaman keuangan untuk tujuan membentuk pengusaha mikro (micro-entrepreneur) atau membentuk usaha mikro (micro-enterprise).

Sedangkan keuangan mikro (micro-finance)  mencakup berbagai layanan keuangan, termasuk micro-credit, rekening tabungan, asuransi, transfer keuangan dan produk keuangan lainnya.

Kredit mikro untuk membangun usaha, keuangan mikro untuk menguatkan ekonomi keluarga.

Selain memberikan pinjaman kepada pemilik usaha kecil, institusi keuangan mikro juga dapat membantu individu dan keluarga menghemat uang, mengelola risiko, dan membangun aset.

Institusi keuangan mikro juga dapat memberikan pendidikan keuangan dan layanan dukungan lainnya untuk membantu individu berpenghasilan rendah meningkatkan literasi keuangan dan mengelola keuangannya dengan lebih efektif. Keuangan mikro juga kerap meliputi kegiatan non finansial.

Marguerite Robinson dalam bukunya Microfinance Revolution (2001) menggambarkan lapisan orang miskin dengan opsi instrumen layanan keuangan mikro.

Orang Miskin
Orang Miskin

Robinson membagi kelas ekonomi kecil menjadi tiga bagian: kelompok berpendapatan kelas menengah bawah, keluarga miskin tapi aktif berekonomi (pedagang kecil, dsb), dan miskin ekstrem.

Tidak ada definisi dari ketiga kategori ini, karena setiap negara punya definisi masing-masing. Tapi, menurut Robinson, kelas miskin aktif secara ekonomi (economically active poor) adalah mereka yang punya pekerjaan, tapi sekadar bisa memenuhi kebutuhan dasar saja.

Kelas ini adalah mereka yang baru keluar dari miskin ekstrem, atau yang jatuh dari kelas pendapatan menengah bawah. Dua kelas di atas termasuk mereka yang bankable, walaupun ada yang tidak.

Kepada mereka tinggal diberi pelatihan pengelolaan keuangan, dan mendorong menabung karena asumsinya mereka sudah memenuhi kebutuhan dasar.

Tapi jangan lupa, kelompok miskin aktif juga ada yang tidak bisa dibantu lewat mikrokredit, sehingga mereka harus diperlakukan seperti kelomok miskin ekstrem.

Sedangkan kelompok miskin ekstrem adalah mereka yang berpendapatan di bawah 0,75 dolar/hari atau Rp 11.900 (kurs 22 Maret 2023).

Kelompok miskin ekstrem umumnya tidak“bankable” atau tidak bisa menikmati layanan perbankan. Ada berbagai kombinasi hal yang menyebabkan mereka disebut miskin ekstrem: terisolasi, tak punya rumah, sakit permanen, usia tua, janda tua, perempuan tak berpenghasilan.

Memberikan pinjaman komersial kepada kelas ini, tidak akan menolong peminjam maupun yang dipinjami. Di daerah terisolasi sungguh sulit memutar uang pinjaman menjadi usaha.

Mereka akan terjebak pada lilitan utang. Ini yang menyebabkan banyak kasus mereka terjebak utang dari lintah darat, bank emok, dan sebagainya. Berbagai riset menunjukkan, orang-orang miskin dan miskin ekstrem yang terjerat utang, umumnya punya dua, tiga atau lebih utang.

Gali lubang, tutup lubang. Berutang untuk membayar utang sebelumnya. Ini adalah spiral utang atau over-indebtness.

Studi Parkindo (2016) terhadap 20 orang yang terjebak gali lubang tutup lubang menunjukkan, 59% meminjam karena pinjaman sebelumnya tidak cukup. Pinjaman itu habis untuk makan, biaya sekolah anak, kesehatan, dan bayar utang lama.

Pada kelompok ini bukan ada sub lapisan yang harus diberi pancing, tapi harus dikasih ikan: orang usia lanjut tak berpenghasilan, janda tua, sakit permanen.

Tapi secara umum kepada kelas ini harus diberi bantuan penguatan hak dasar: sanitasi, air bersih, perbaikan gizi, pelayanan kesehatan gratis, penciptaan lapangan kerja dan relokasi (transmigrasi misalnya, atau memindahkan ke tempat lain yang kesempatan mendapatkan pekerjaannya lebih besar).

Odesa dan Kemiskinan Ekstrem

Robinson menyebutkan memberikan kredit kepada rumah tangga miskin ekstrem tanpa ada kesempatan memutar pinjaman itu di sekitarnya, akan menyulitkan mereka.

Pada akhirnya kelompok deficit pangan ini tak punya pilihan lain selain “memakan” pinjaman itu. Itu sebabnya banyak cerita gagal pemberian modal bergulir kepada mereka.

Robinson menegaskan, janganlah kita membebani mereka yang miskin dan putus asa dengan instrument keuangan. Penyediaan pangan, air bersih, sanitasi, pekerjaan dan hak-hak dasar lainnya menjadi tanggungjawab negara.

Selain itu, penyediaan sarana dasar ini adalah juga tanggungjawab lembaga donor, dana tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan maupun yayasan-yayasan sosial.

Dalam lingkup wilayah kerja Yayasan Odesa Indonesia, cerita gelap pinjaman modal pun terjadi. Banyak kasus orang kota briba hati melihat penderitaan warga miskin yang terisolasi ini.

Mereka memberikan pinjaman modal, namun jarang ada pinjaman yang kembali. Yayasan Odesa Indonesia pernah juga memberikan pinjaman modal kepada sekelompok perempuan, atau memberi bebek untuk diternak.

Semua program kredit itu gagal. Di wilayah kerja Odesa Indonesia juga banyak orang kota yang ingin membantu warga miskin dengan cara menitipkan ternak agar berkembang biak.

Hasilnya dibagi dua, atau parohan. Namun sapi, kambing, ayam atau bebek yang dititipkan habis tanpa alasan jelas. Mereka memakan pinjaman, dalam arti kiasan, maupun dalam arti sebenarnya.

Dalam ari kiasan, ternak titipan itu dijual karena desakan ekonomi. Dalam arti sebenarnya, ternak itu dipotong dan dimakan sekeluarga atau sedusun karena lapar. Keadaan seperti ini “menyakitkan” kedua pihak.

Pemberi pinjaman akan kehilangan kepercayaan kepada orang miskin, sedangkan orang miskin penerima pinjaman akan semakin sulit mendapatkan bantuan.

(Steve Corbett dan Brian Fikkert menulis sampai buku: When Helping Hurts: How to Alleviate Poverty Without Hurting the Poor and Yourself -Ketika menolong itu Malah Menyakitkan: Bagaimana Mengentaskan Kemiskinan Tanpa Menyakiti Orang Miskin dan Diri Anda?).

Membantu orang miskin tidak cukup dengan niat baik. Tapi harus mengenal akar masalahnya dahulu.

Pengalaman tujuh tahun bekerja, Odesa Indonesia semakin belajar memahami persoalan menangani kemiskinan. Odesa tidak berpikiran untuk menciptakan micro-entrepreneur dan tidak menjadi organisasi nirlaba penyalur kredit mikro.

Seperti yang dianjurkan Robinson, Odesa Indonesia membantu memenuhi hak-hak dasar bagi orang-orang miskin di bidang sanitasi, air bersih, pangan, gizi, ekologi dan penguatan perempuan.[]

Kredit Mikro Tak Cocok untuk Orang Miskin Bagian 1

SDGS untuk Pembangunan Rakyat Miskin Secara Berkelanjutan

Penduduk Indonesia Kebanyakan Kurang GIzi

Keranjang Belanja