Problem kemiskinan yang berserakan dan sering mengalami pembiaran membutuhkan peran kaum intelektual. Selain menolong langsung juga penting menulis dan mempublikasikannya.
Peran Intelektual dan Problem Kemiskinan
Budhiana Kartawijaya, Ketua Pembina Yayasan Odesa Indonesia berpendapat, salahsatu persoalan keterbelakangan negara Indonesia karena masih banyaknya Sumber Daya Manusia bergolongan Kemiskinan Budaya. Kemiskinan Budaya ini menurut Budhiana harus lebih diberikan perhatikan oleh negara dan kaum intelektual karena sangat kuat menghambat perkembangan manusia Indonesia dalam usaha meraih kesejahteraan hidup.
“Ada kemiskinan materi, wujudnya antaralain kurang pendapatan ekonomi, keadaan rumahnya tidak layak huni, kurang jaminan air bersih, atau buruknya sarana Mandi Cuci Kakus (MCK), dan sulitnya transportasi. Sedangkan kemiskinan budaya itu melibatkan persoalan pola pikir, mental dan etika,” kata wartawan senior yang kini menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan di Harian Umum Pikiran Rakyat Jawa Barat tersebut saat mengisi acara Diskusi bertema “Ilmu Sosial dan Kemiskinan” di Kantor Odesa Indonesia, Pasir Impun, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Sabtu, 15 September 2018.
Di hadapan mahasiswa dan petani Cimenyan itu, Budhiana menyampaikan hasil temuan penelitian dan kegiatannya sepanjang dua tahun bergiat aktif di lapangan.
Ragam Pilihan Donasi Mengatasi Kemiskinan
“Ada banyak kenyataan yang membuat kita harus berpikir lebih serius karena ketika orang miskin itu kita selesaikan masalah ekonominya atau kita sejahterakan airnya, ternyata tidak beranjak membaik keadaannya karena mengindap kemiskinan budaya,” paparnya.
Budhiana menyampaikan contoh, ketika ada satu keluarga gelandangan tinggal di tempat pembungan sampah yang tidak jelas ekonominya, tidak memiliki akses air, dan serba repot kesehariannya itu dipindahkan ke kontrakan yang sangat layak ternyata kebiasaanya tidak berubah. Misalnya keluarga itu tidak pernah mandi dan mencuci secara tertib padahal sebelumnya mengeluh kekurangan air.
“Begitu air tercukupi, ternyata kontrakannya yang sebelumnya bersih malah berubah kumuh, banyak pakaian tidak cepat dicuci, masih juga tidak tertib mandi,” jelas Budhiana.
Kemiskinan dan Peran Intelektual
Kebiasaan hidup atau laku budaya keseharian kelompok warga yang mengalami kemiskinan budaya ini menurut Budhiana penting menjadi perhatian kalangan intelektual agar turun ke lapangan, terutama di desa-desa, selain membantu masalah kekurangan materi, juga harus aktif terlibat memperbaiki pola pikir, mentalitas, dan etika hidup yang lebih baik. Sebab menurutnya, dengan perbaikan budaya hidup yang lebih maju meninggalkan kemiskinan budaya, Budhiana yakin akan muncul perbaikan-perbaikan yang signifikan pada urusan-urusan kebutuhan hidup.
“Kita juga punya contoh beberapa orang miskin yang kemudian bisa cepat berubah dan menjadi teladan karena mendapatkan “treatment” dari proses bersama mengubah keadaan dengan mengedepankan pola pikir dan disiplin hidup yang lebih baik,” jelas Budhiana.
Budhiana menambahkan, kelompok intelektual seperti dosen, aktivis swadaya masyarakat, pengusaha,jurnalis, termasuk mahasiswa harus aktif memperbaiki keadaan kemiskinan Indonesia, terutama keluarga Pra-Sejahtera ini karena kesuksesan kemajuan negara-bangsa di beberapa belahan dunia, terutama negara miskin justru selesai karena peran swasta, bukan oleh pemerintah. Fakta-fakta ini bisa dilihat dari laporan-laporan setiap tahun dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Jadi marilah kita bergiat memperbaiki Indonesia dengan turun ke lapangan secara aktif. Itu akan membuat kita lebih optimis ketimbang terus menunggu pemerintah. Yang paling strategis adalah kegiatan pendidikan informal dengan model-model yang sesuai dengan keadaan hidup kaum miskin,” katanya. –test.odesa.id
Instagram Odesa sebagai publikasi persoalan masyarakat
Diskursus Lanjutan Kemiskinan Budaya
Dalam pendampingan pada kelompok miskin, relawan Odesa Indonesia memiliki banyak pengalaman yang unik. Salahsatunya adalah kisah dua orang miskin yang mengindap “Kemiskinan Budaya”, khususnya mentalitas ingin terus dibantu. Ibarat pepatah, diberi hati meminta jantung. Jalinan hubungan dengan relasi baru pun sekadar untuk mengharap keuntungan personal. Berikut ini tulisan menarik dari wartawan Senior Budhiana Kartawijaya, yang juga Ketua Pembina Yayasan Odesa Indonesia yang mengambil contoh faktual tentang dua keluarga yang mengindap “Kemiskinan Budaya”: Baca selengkapnya di Kemiskinan Budaya: Dikasih Hati Minta Jantung
Komentar ditutup.