SUATU ketika kami berbincang dengan warga kampung di Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kab. Bandung. Mereka mengeluhkan ketiadaan guru berkompeten di sekolah dasar setempat. Mayoritas pendidik adalah tenaga honorer apa adanya. Jumlahnya juga tidak ideal. Hanya kepala sekolah yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
Memang sejumlah guru baru berstatus PNS sempat mengajar di SD tersebut. Namun hanya bertahan dalam waktu yang tidak lama. Pergi lagi dan pindah ke tempat yang mungkin mereka inginkan. Maka komposisi guru pun tidak berubah.
“Kampung kami sebenarnya tidak jauh-jauh amat dari perkotaan. Tapi rasanya kok seperti tempat terpencil, yang jauh dari mana-mana. Guru yang sudah diangkat negera saja tidak mau mengajar di kampung kami,” ujar seorang warga, yang anaknya duduk di kelas 5.
Bahkan saking butuhnya tenaga guru, pihak sekolah sampai harus meminta seorang pengantar-jemput guru untuk mengajar. “Orang itu setiap hari mengantar dan menjemput guru menggunakan sepeda motor. Eh lama kelamaan, dia mengajar juga di kelas,” kata warga lainnya.
Sejumlah orangtua murid mengharapkan, pemerintah memperhatikan pendidikan di kampung-kampung. Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung mestinya jangan mudah mengabulkan permintaan guru yang diangkat dan ditugaskan di pelosok, untuk pindah tempat tugas sesuai keinginannya.
Tentu sebagai PNS, ada klausul kesediaan bertugas di mana saja. Pendidik adalah pekerjaan mulia dan membutuhkan keikhlasan untuk mengabdi. Mereka adalah orang-orang terpilih yang diharapkan bisa memberi kontribusi untuk mencerdaskan bangsa.
Warga kampung punya hak yang sama dengan penduduk lain di perkotaan dalam hal pendidikan. Karena itu kehadiran guru yang memang berlatar pendiddikan keguruan dan berkompeten pada bidangnya, sangat dibutuhkan. (Enton Supriyatna)
Potret Buram Pendidikan Cimenyan