Proses perkembangan organ reproduksi seksual pada manusia merupakan suatu perjalanan menyeluruh yang dimulai sejak remaja hingga mencapai kematangan. Namun, terkadang terjadi kehamilan pada usia yang lebih muda, yang memungkinkan organ reproduksi seksual belum sepenuhnya mencapai “kematangan”.
Hal ini dapat menimbulkan berbagai dampak baik bagi ibu maupun bayi yang dikandungnya. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi salah satu dampak kelahiran bayi jika organ reproduksi seksual belum mencapai “kematangan” serta pentingnya pemahaman kesehatan reproduksi pada usia yang tepat.
Usia Kawin Pertama Perempuan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan menyatakan bahwa batasan umur untuk melangsungkan pernikahan laki-laki maupun perempuan adalah mereka yang berusia 19 tahun. Usia ini dianggap sudah “matang” untuk seorang perempuan melangsungkan pernikahan.
Seperti yang kita ketahui, Undang-Undang ini merupakan perbaikan dari Undang-Undang sebelumnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan batas minimal umur pernikahan perempuan adalah 16 tahun.
Baca juga: Kenali dan Jaga Organ Reproduksi Seksual Anda
18 Persen Perempuan Menikah Umur 16-18 Tahun
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023, yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan 18.87 persen perempuan dengan usia kawin pertama di umur 16-18 tahun. Bahkan ada sekitar 2.32 persen yang usia kawin pertamanya di umur yang kurang dari 16 tahun.
Menurut Susenas (2003) dinyatakan bahwa penelitian sebelumnya ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan melakukan perkawinan dini diantaranya klasifikasi desa, status bekerja dan jenis pekerjaan perempuan, pendidikan perempuan, pendidikan orang tua, usia kawin pertama orang tua, pekerjaan orang tua, dan status kemiskinan.
Selain itu, Susenas (2023) juga menambahkan data bahwa mereka yang memiliki usia kawin pertama di umru 16-18 tahun di dominasi daerah pendesaan dengan tingkat pendidikan mereka tamatan SD.
Dampak Melahirkan Bayi Saat Organ Reproduksi Seksual Belum “Matang”
Praktik pernikahan dini merupakah salah satu fakta yang sangat memprihatinkan. Usia 16-18 tahun di kategorikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai bukan dari usia organ reproduksi seksual yang “matang”.
Susenas (2023) juga mengungkapkan adanya sejumlah dampak terhadap kelahiran bayi pada usia organ reproduksi kurang “matang”, yakni 15-18 tahun, salah satunya yaitu, anak lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Ini dapat berdampak pada kesehatan dan perkembangan jangka panjang bayi, termasuk risiko penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari.
Selain dampak kesehatan, kehamilan pada organ reproduksi yang belum matang juga dapat memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Remaja yang mengalami kehamilan pada usia yang lebih muda mungkin menghadapi tekanan sosial dan stigma yang kuat dari masyarakat sekitarnya.
Mereka mungkin juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pendidikan mereka atau mengejar karir yang mereka impikan. Hal ini dapat membatasi peluang mereka untuk mencapai kemandirian finansial dan kesuksesan dalam kehidupan dewasa.
Untuk menghindari dampak negatif dari kehamilan pada organ reproduksi yang belum matang, pendekatan yang holistik dan komprehensif terhadap kesehatan reproduksi sangat penting.
Edukasi seksual yang komprehensif dan akses yang mudah terhadap layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dapat membantu remaja untuk membuat keputusan yang cerdas tentang kesehatan seksual mereka. Ini termasuk pemahaman tentang kontrasepsi yang efektif, pentingnya hubungan yang sehat, dan pengambilan keputusan yang tepat terkait kehamilan.
Selain itu, penting bagi para remaja untuk memiliki akses yang mudah terhadap perawatan kesehatan reproduksi yang sensitif terhadap kebutuhan mereka. Ini termasuk layanan konseling yang menghormati kebutuhan dan keinginan mereka, serta dukungan dalam mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan.
Semua ini bertujuan untuk memberdayakan remaja untuk membuat keputusan yang sehat dan bertanggung jawab tentang kesehatan reproduksi mereka sendiri.
Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari kehamilan pada organ reproduksi yang belum matang, juga penting bagi masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi remaja.
Ini termasuk mempromosikan pendidikan seksual yang komprehensif di sekolah, memberikan akses yang mudah terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman dan terpercaya, serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap remaja yang mengalami kehamilan.
Penulis: Ni Made Florentina
Admin: Fadhil Azzam