Atep Nurdin dan Usaha untuk Mengatasi Kelemahan Mentalnya

Teman-temannya memanggilnya Atep. Bernama lenkap Atep Nurdin, anak tunggal dari pasangan Endang dan Elis. Tahun ini Atep berumur 16 tahun, Siswa kelas dua, di SMP Satap Cigenteng, Cimenyan Kabupaten Bandung.

Atep adalah salah satu peserta bimbingan Belajar Karakter dan Bahasa Inggris yang saya asuh. Atep perlu saya tulis karena dia punya keunikan. Rajin datang tanpa pernah absen sekalipun sejak satu tahun kursus digelar, tetapi memiliki karakter lemah komunikasi.

Sosoknya menonjol karena fisiknya tinggi di banding teman-temannya. Ia sangat pendiam dan enggan menyatu dengan teman-temannya saat jam pelajaran. Kebiasaannya adalah duduk di belakang, kepala tertunduk lesu dan paling takut saat dipanggil untuk bicara atau tampil di depan.

Pertama kali saya mengajar agak kaget dengan perilakunya itu. Akhirnya saya minta untuk masuk, awalnya ia tidak mau, setelah di bujuk akhirnya ia mau. Namun, sampai sekarang ia tetap ingin menjauhkan diri dari teman-temannya, duduk paling belakang pada setiap pertemuan.

Karena berbeda dengan teman-temannya, ia harus diperlakukan berbeda tentunya. Hasil pengusutan tentang karakternya, ternyata ia minder. Bahkan saya kaget karena ternyata sampai usia 16 tahun dan masih kelas dua SMP (seharusnya kelas 1 SMA) ia belum bisa menulis dengan lancar. Atep bisa melakukan penulisan jika ia melihat huruf-huruf yang ada di papan tulis atau di buku. Oleh karena itu, ia tidak bisa menulis jika materi di sajikan dengan di dikte perkalimat.




Yang lebih mengejutkannya lagi, bahkan ia kebingungan bagaimana menulis satu kata yang didiktekan. Saya ataupun temannya harus memberitahu satu per satu huruf untuk membuat satu kata menjadi sempurna. Hal itupun menjadi alasan mengapa ia selalu lamban dalam menulis.

Saat saya tes kemampuan membacanya, lagi-lagi saya terkejut. Ternyata sekedar untuk membacapun, Atep tetap harus mengeja huruf demi huruf agar ia bisa membaca keseluruhan kata. Kekurangan inilah yang kerap menjadikannya minder yang berakibat ia selalu menjadi pendiam dan tidak percaya diri jika di minta untuk membaca ataupun menulis di depan teman-temannya. Yang lebih mengkhawatirkannya lagi, sering teman-temannya mengejek atas kekurangannya itu.

Sebagai pendamping yang semakin memahami sisi kedalaman pikiran Atep saya merasakan Atep ini juga memiliki kelemahan dalam daya ingat. Kerap kali ia selalu lupa atas pembelajaran yang baru saja di pelajarinya. Bahkan saat di tanya tanggal lahir, ia tak tau tanggal dan bulan apa ia di lahirkan.

Karena di Yayasan Odesa-Indonesia kami mengajar tidak sekadar menjadi guru di kelas, saya didorong Yayasan untuk melayani secara khusus terhadap masalah-masalah siswa yang punya kasus seperti ini. Saya pun mendatangi rumahnya, berjarak 1 Kilometer dari tempat Kursus.

Rumah Atep di Sentak Dulang, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan. Di lereng bukit itu rumah orang tuanya berada. Bekerja sebagai buruh tani. Seperti kebanyakan petani Pra-Sejahtera (sangat miskin), rumahnya dekat dengan kandang ternaknya. Saat mendekati rumahnya, di sebelah kirinya terdapat kandang domba, sedangkan sebelah kanan terdapat kandang kelinci yang terbuat dari kayu alakadarnya. Keadaan kebersihannya memprihatinkan. Saat menginjakan kaki di pekarangannya, baru pesing dan bau kotoran domba serta kelinci menyambut kedatangan saya.

Di sana saya berbincang dengan kedua orang tuanya yang saat itu baru pulang dari kebun. Ibunya menjelaskan bahwa tidak ada sedikitpun keganjalan saat Atep dilahirkan ataupun saat pertumbuhan masa bayinya.

“Saat bayi tidak ada masalah apa-apa. Tapi kalau sampai sekarang berbeda dengan teman-teman itu saya tidak tahu penyebabnya,” kata Ayahnya.

Tahu keadaan itu, ada usaha dari Ayahnya. Setiapkali bertemu dengan gurunya ia sampaikan keadaan sang anak dan berpesan untuk diurus lebih maksimal. Selebihnya kedua orangtuanya tidak tahu harus bagaimana cara membimbing anaknya itu, ditambah dengan kesibukan mereka di kebun. Walaupun ibunya tidak sesering ayahnya pergi ke kebun, namun ibu Atep disibukkan dengan pekerjaan membantu hasil panen kebun orang lain.

Salah satu teman Atep bercerita, saat kelas 4 SD Atep pernah tidak naik kelas disebabkan belum bisa membaca dan menulis dengan lancar. Setelah satu tahun berlalu, dan tak kunjung ada perkembangan, terpaksa gurunya meluluskan Atep ke kelas 5.

Sampai tulisan ini saya tulis, saya belum tahu penyebab Atep mengalami hambatan dalam hal membaca, menulis dan juga bertutur. Ini yang sedang kami cari. Kelemahannya membuat perasaan saya prihatin, tetapi sekaligus menyimpan optimisme, pasalnya Atep belum pernah bolos sekalipun. Ia punya semangat untuk belajar sekalipun dengan rasa minder. Mungkn untuk kebutuhan praktis dan cepatnya, saya membutuhkan bantuan dari pihak lain seperti psikolog.

Menurut saya, Atep harus bangkit dari kekurangannya itu. Teman-teman pengurus di Yayasan Odesa-Indonesia beberapakali menyampaikan bahwa di setiap kampung selalu ada anak atau orang yang memiliki rendah mental. Ada yang karena kurang gizi pada saat masa kanak-kanak, ada yang karena persoalan “kerusakan” rumah tangga akibat kawin-cerai orangtuanya, ada pula yang bahkan ditinggal pergi orangtuanya lalu diasuh oleh nenek-kakeknya yang kurang mampu. Atep tidak termasuk karena faktor itu karena kedua orangtuanya tergolong hidup baik walaupun dalam keadaan pra-sejahtera.

Setiap individu adalah aset sekalipun memiliki kelemahan. Atep adalah aset masyarakat. Ia bisa menjadi sesuatu yang banyak berguna atau tidak tergantung pada pendidikan. Dan inilah yang menjadi tantangan kami semua. Dan kelemahannya saya kira bukan bukan tidak bisa diubah, apalagi ia juga punya impian dan juga mengikuti setiap instruksi-instruksi baru. Ia ingin maju, itu sangat terasa setiapkali saya berinteraksi dengannya dalam kelas minggu sore di puncak Bukit itu.

“Saya ingin jadi pemain sepakbola terkenal,” katanya.

Nah, fisik tinggi dan sehat. Mungkin ini cocok buat masa depan Atep. Tinggal bagaimana ia punya saluran, punya kesempatan untuk mewujudkan impian itu. []

-Harti Tsaeni Alwarokil Jannah. Fasilitator Kursus Pengembangan Karakter dan Bahasa Inggris Odesa-Indonesia.

Keranjang Belanja