Bulan Oktober hingga November ini bagi petani Grup Tanaman Obat Cimenyan (Taoci) di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dianggap dua bulan penting penting untuk program tanam kelor (Moringa Oleifera). Sebab di tanah perbukitan 7 km dari Kota Bandung itu, pernah mengalami kegagalan tanam karena kurang memperhatikan situasi.
“Tanah Perbukitan Cimenyan ini memang subur, tapi jenis tanahnya sebagian besar merah liat. Kalau musim hujan tampak gembur dan rumput pun mudah tumbuh, tapi begitu kena kering beberapa hari saja sering menggeras bahkan dalam waktu 1 bulan tidak hujan bisa pecah-pecah. Untuk masa pertumbuhan jelas ini tidak menguntungkan karena bisa merusak akar. Tanah liat merah itu bahkan kalah bagus dengan tanah brangkal,” katanya.
Pernah pengalaman terjadi kerusakan ratusan tanaman kelor. Terjadi pada tahun 2016 lalu saat Rusmana memulai ujicoba tanam di ladang dengan bibit pendek setinggi 25 cm pada bulan Pebruari. Pohon kelor memang tumbuh, tapi hanya pada 3 bulan musim hujan. Selanjutnya ia kelimpungan karena air tidak cukup, dan tanah liat menggeliat merusak banyak akar primer.
“Banyak yang tak tertolong karena berat merawatnya,” katanya.
Karena memiliki studi perbandingan perlakuan tanaman pada media tanam lain yang berhasil, maka tahun ini budidaya Kelor petani Cimenyan sudah mendapat bekal panduan. Bahkan di tanah liat yang sulit berkembang itu, Rusmana sudah punya cara. Pengalaman kegagalan disertai kegigihan eksperimen dengan beberapa media tanam, membuat Rusmana dan belasan petani yang mulai tanam kelor tidak lagi menganggampangkan atau merasa kesulitan. Caranya?
Pertama, bibit disiapkan 5 atau 6 bulan sebelumnya. Rusmana memulai pembibitan dari biji di media tanam polybag sejak bulan Juni 2018, dan dengan usia bibit pada polybag 20 cm itu ia berhasil menghasilkan pohon kelor setinggi 75 hingga 100 cm.
Kedua, media tanam pada tanah liat, apalagi tanah yang lama tidak terurus, diolah dulu oleh rusmana. Ia bongkar struktur tanahnya dengan mencangkul lazimnya petani menanam jagung. Kemudian setelah mengendap 1 minggu, ia lobangi agak lebar yang diisi oleh media tanam khusus.
Ketiga, memanfaatkan kesempatan musim hujan di awal supaya pada masa pertumbuhan hingga 6 bulan mendatang terus mendapatkan siraman air hujan.
Menurut Rusmana, pemilihan bibit dilakukan dengan bibit yang sudah tinggi, minimal 75 cm. Lebih bagus lagi kalau sudah setinggi 1 meter di polybag. Ini efektif karena sistem penumbuhannya dilakukan dengan area terbatas dan bisa dikerjakan di pekarangan ruma bahkan saat musim kemarau dengan sistem penyiraman yang terkontrol.
“Ini lebih baik daripada menanam kecil langsung di ladang tapi proses penyiraman dan mengurus gulma lebih repot,” terangnya.
Soal media tanam Rusmana menekankan pentingnya tanah gembur, terutama pada tanah merah liat yang unsur hara dan mikroorganisme susah berkembang. Menanam kelor tidak cukup mengandalkan tanah dan pupuk kandang, melainkan juga butuh kerenggangan tanah supaya mineral tetap bertahan baik dan microorganisme tumbuh baik.
Media tanamnya yang dipakai Rusmana adalah campuran tanah di sekitar pohon bambu (bagus unsur hara dan kegemburannya), dicampur gilingan sabut kelapa karena bagus untuk menahan air hingga 30 persen, dan pupuk kandang. “Supaya lebih maksimal bisa ditambah kompos-kompos daun dan rerumputan lainnya. Dan yang lebih bagus kalau ada kedebok pisang yang membusuk,” jelasnya.
Sedangkan pada soal musim Rusmana menggunakan kesempatan awal musim hujan, terutama November sebagai kerja tanam ladang setelah sebelumnya pada musim kemarau menumbuhkan bibitnya. Namun hal ini tidak terlalu prinsip seandainya pengairan di musim kemarau berjalan baik.
“Bisa kapan saja tanam, hanya saja menurut saya air hujan itu memiliki kelebihan luar biasa dibanding harus menyiram dengan air biasa dan menambahkan beragam cairan pupuk olahan. Yang penting bibit jangan kecil, minimal usia 6 atau 7 bulan, itu lebih efektif. Dan jangan lupa media tanam yang tepat serta air hujan. Dalam waktu 35 hari, kita sudah berhasil memanennya lebih banyak,” jelasnya.
Model pengembangan yang dilakukan Rusmana tersebut dimaksudkan untuk mengatasi masalah pada lahan paling sulit dan program tanam skala besar. Menurut Rusmana tidak semua keadaan tanah sesulit di kampung halamannya. Misalnya ia punya pengalaman menanam kelor dengan usia bibit 3 bulan setinggi 30 cm, namun pertumbuhannya luar biasa hebat, saat ia lakukan di lingkungan Asrama Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka. Di pesantren KH. Maman Imanulhaq tersebut Rusmana tidak terlalu ribet karena hanya melobangi tanah berdiameter 30 x 20 cm ditambah pupuk kandang. Hasilnya?
“Dalam waktu 3 bulan pertumbuhan kelor melesat cepat hingga tiga meter, sementara di saya baru tumbuh 1 meter dengan bibit yang sama dan jadwal tanam yang sama. Sekarang kami bisa mengatasinya,” terangnya.[Adi]
Pembibitan Kelor Bandung Jual Bibit Kelor
Komentar ditutup.