Dalam buku berjudul The Power of Trees, Peter Wohlleben menceritakan sebuah hal yang menyadarkannya tentang betapa besar pengaruh pohon terhadap perubahan iklim. Saat itu, Peter sedang melakukan proses pembuatan film dokumenter dari bukunya yang berjudul The Hidden Life of Tree.
Dalam proses pembuatan dokumen tersebut, Peter bertemu dengan Pierre Ibisch. Beliau adalah seorang profesor di Eberswalde University for Sustainable Development. Holy Halls, tempat mereka bertemu memang tidak terlalu besar, tetapi itu adalah salah satu hutan pohon beech tertua yang ada di Jerman.
Beberapa pohon yang tumbuh di sana bahkan sudah berusia lebih dari 300 tahun. Saat masuk ke sana, Peter merasa seolah sedang dipeluk oleh hutan purba terakhir yang ada di tengah Eropa itu.
Setelah berkeliling, Peter melihat pohon beech raksasa yang sudah patah dan rusak. Bagian yang tersisa hanyalah celah sempit yang ditutupi kulit kayu. Namun di sana mulai tumbuh mahkota pohon baru yang halus. Sisa pohon yang kecil menjaga pohon dan akar tua itu tetap hidup. Meskipun tidak ada hujan selama seminggu dan membuat lahan di hutan menjadi kering dan berdebu, sisa pohon beech raksasa itu tetap lembab saat disentuh.
Saat menyentuh kayu yang membusuk itu, rasanya seperti sebuah spons, dan saat ditekan keluarlah air yang cukup banyak. Hutan purba kecil ini penuh dengan kelembaban, sebuah keajaiban mengingat seberapa kering saat musim dingin sebelumnya.
Baca juga: Belajar dari Kekuatan Solidaritas Pohon Beech
Keajaiban Pohon dalam Menyelamatkan Lingkungan
Hal yang paling menakjubkan bagi Peter Wohlleben adalah saat Ibisch menunjukkan dua peta di hadapannya. Peta pertama yang dibuka menunjukkan berbagai macam bagian lanskap di pinggiran kota Berlin. Terlihat ada padang rumput, lahan agrikultur, hutan, dan danau bersama komunitasnya. Masing-masing area memiliki warna berbeda seperti peta topografi.
Kemudian Ibisch menjelaskan tentang peta kedua yang merupakan peta temperatur. Bagian dengan warna biru mengindikasikan suhu dingin dan merah mengindikasikan daerah yang suhunya panas.
Peta ini dibuat dalam periode waktu selama 15 tahun menggunakan data satelit. Suhu diukur saat musim panas pada bulan Juni-Agustus, saat hari sedang tidak berawan sehingga satelit bisa mendapatkan pemandangan daratan dengan jelas tanpa penghalang. Sementara untuk suhu permukaan, diukur saat tengah hari.
Data ini dikumpulkan selama total 470 hari. Berdasarlan data yang sudah dikumpulkan dan tergambar dalam peta suhu tersebut menunjukkan bahwa gelombang panas bukan hanya disebabkan oleh perubahan iklim, tetapi juga karena hutan alami yang mulai dihancurkan dan lanskap bertransformasi menjadi perkebunan, lahan pertanian, dan komunitasnya.
Hasil akhir dari peta temperatur itu menunjukkan daerah Berlin berwarna merah gelap, sedangkan danau yang ada di sekitarnya berwarna biru gelap. Tentu saja hal ini tidak terlalu mengejutkan karena rata-rata suhu di Berlin saat musim panas di siang hari bisa mencapai 33o celcius, sementara di bagian danau tidak pernah lebih dari 19o celcius.
Namun ada sesuatu yang lebih menarik, yaitu hal yang terjadi di hutan saat musim panas. Jika melihat peta secara sekilas memang tidak terlalu terlihat, tapi ternyata area bersuhu dingin itu juga termasuk hutan gugur purba (hutan yang punya ciri khas pepohonannya akan menggugurkan daun di akhir musim tanam). Pohon beech dan oak yang ada di hutan ternyata mampu berfungsi seperti air. Mereka mendinginkan lanskap hingga suhu di hutan gugur ini mencapai 15o celcius.
Daerah yang terbuka dengan padang rumput dan lahan pertanian saja suhunya masih 10o celcius lebih hangat dari area hutan. Di samping itu, ternyata masih ada hal yang mengejutkan bagi Peter Wohlleben, yaitu perkebunan pinus. Hasil yang tampak di peta suhu itu memperjelas fakta bahwa perkebunan monokultur ini tetap tidak bisa menggantikan hutan yang sesungguhnya.
Suhu di perkebunan pinus tersebut bisa mencapai 8o celcius lebih hangat daripada hutan gugur purba. Efek pendingin dari hutan terutama yang masih alami memang tidak main-main. Ini menjadi alasan kuat bagi kita, manusia untuk menjaga kelestarian alam terutama hutan dengan baik.
Dengan menjaga hutan dan terus berusaha memperbaiki kualitas ekologi di hutan maka daerah itu bisa menjadi salah satu solusi terbaik dalam mengurangi dampak pemanasan global. Terbukti dari data yang sudah dikumpulkan, hutan punya cara ajaibnya sendiri untuk bisa mengatasi masalah di lingkungannya, termasuk suhu yang meningkat.
Baca juga: Donasi Hutan Arcamanik Melalui Penyebaran Bibit Buah-Buahan
Penulis: Arinda Eka Putri
Admin: Fadhil Azzam