Pelayanan Sekolah Samin Odesa untuk Anak Petani Desa

Prihatin atas ketidakadilan pendidikan di perdesaan, Yayasan Odesa Indonesia membuka ruang berbagi pemikiran pendidikan. Belasan praktisi pendidikan berkumpul di Kantor Yayasan Odesa Indonesia Pasir Impun Cimenyan Kabupaten Bandung, Minggu 30 Juli 2019.

Menurut Faiz Manshur, Ketua Odesa Indonesia, forum kegiatan ini dimaksudkan untuk berbagi pemikiran, terutama memberi masukan kepada pegiat pendidikan Odesa Indonesia yang selama 3 tahun belakangan ini memberikan layanan pendidikan non-formal kepada anak-anak dan petani di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

“Berbagi pemikiran ini penting karena kita harus mendengar pengalaman dari lain pihak untuk mencari celah model-model praktik pembelajaran,” kata Faiz.

Pada pembukaan tersebut Faiz Manshur melaporkan kegiatan Yayasan Odesa Indonesia dilatarbelakangi oleh masalah ketidakadilan pemerintah. Ia mencotohkan kasus di Cimenyan, sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung yang jaraknya hanya kisaran 7-15 km dari Kantor Gubernur Jawa Barat sampai saat ini tidak memiliki sekolah SMA.

“Itu satu hal. Hal lain, mengapa terjadi keterbelakangan pendidikan adalah karena pemerintah tidak peka terhadap persoalan mikro sehingga rendahnya partisipasi pendidikan hingga 9 tahun wajib belajar, rendahnya kompetensi guru, dan perhatian ekstra pada ekonomi keluarga buruh tani tidak dilakukan,” paparnya.

Yuliani Liputo, fasilitator pendidikan Odesa Indonesia yang baru saja melayani pendaftaran kegiatan pendidikan Informal Sekolah Samin Odesa memberikan laporan, bahwa salahsatu persoalan keterbelakangan pendidikan di perdesaan adalah soal pelayanan model pendidikan yang diberikan kepada siswa, padahal anak-anak tersebut memiliki kemampuan yang dahsyat dalam hal membaca termasuk menulis.

“Kami melihat ada kelemahan-kelemahan dari anak dengan kemampuannya. Bahkan pada awalnya dulu pernah ada anak yang menangis karena merasa tertekan ketika kita suruh membaca. Begitu kami terapkan model sekolah bebas apresiasi dalam hal menggambar, menulis dan mengapresiasi bacaan, mereka terbuka dan sangat bagus potensinya,” terang penerjemah yang bekerja di Penerbit Mizan Bandung ini.

Sementara itu, SH Suryoprayudo, dari Duta Digital Informatika partner Google for Education menyampaikan bahwa pendidikan saat ini mestinya harus ke arah Project based learning dengan arah membiasakan peserta didik untuk berpikir kreatif dan inovatif dengan melakukan kegiatan yang langsung bersentuhan dengan permasalahan yang ada di masyarakat sekitar mereka. Tujuannya, sebagai bentuk pengabdian kepada lingkungan di mana mereka tinggal supaya peserta didik dapat ikut berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungannya.

“Menurut saya, sekolah Samin Odesa Indonesia ini merupakan sekolah masa depan. Kenapa?, ketemu guru tidak harus setiap hari. Ketika masuk sekolah mereka tinggal diskusi. Saya mencontohkan bahwa pendidikan di 4.0 adalah praktik cyber pedagogy. Kemudian pada proses sinkronos itu baik tatap muka maupun tatap maya adalah memanfaatkan pengetahuan untuk kesejahteraan,” papar mantan Kepala Bidang Radio TV dan Film Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud RI ini.

Era yang sekarang ini menurut Suryo, Pertama, situasi pembelajaran kelas harus membebaskan agar anak bisa maksimal mengamati, memahami dan menguji coba. Kedua, masuk kelas bisa dengan online maupun offline, dan ketiga service, yaitu proses keterlibatan siswa memproduksi pengetahuan berbasis interaksi di masyarakat dan menemukan solusi dalam mengatasi masalah.

“Pendidikan itu harus mendorong siswa untuk terlibat berpartisipasi dalam masyarakat untuk memperbaiki keadaan ke arah yang lebih baik,” jelasnya.

Sebelum acara Focus Group Discussion (FGD) pagi hari Yayasan Odesa Indonesia menggelar pembukaan sekolah Samin yang salahsatu acaranya ialah belajar bermain teater untuk tujuan pengembangan potensi anak bersama Dramawan Boy Worang Boy Worang, Teater Bisa Menjadi Media Pembelajaran Aktif

Komentar ditutup.

Keranjang Belanja