Oleh FAIZ MANSHUR. Ketua Yayasan Odesa Indonesia
Baru-baru ini Budayawan Hawe Setiawan membuat karikatur aneh; ada orang sedang buang air besar di atas brak kayu berpagar bambu di pinggir kali. Tergambar pula ilustrasi bangunan perkotaan metropolitan yang menampakkan kemegahan. Di karikatur itu ia tuliskan kalimat “Parit Van Java” dan “World Toilet Day 2020”.
Pesan karikatur itu sederhana: kalau istilah “Paris van Java” selama ini dikenal sebagai idiom tentang keindahan Kota Bandung seindah Kota Paris, maka “Parit van Java” berkata, Bandung tak seindah Paris.
Maksud Budayawan Hawe Setiawan tentu saja bukan dalam rangka menjelek-jelekkan Kota Bandung, melainkan bertujuan supaya kita semua, pada Hari Toilet Sedunia 19 November ini, melihat ulang persoalan Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Karikatur itu juga perlu dibaca sebagai idiom tentang kesenjangan antara kekayaan dan kemiskinan, alias ketidakadilan sosial. Parit van Java juga merupakan sebuah kritik terhadap pemerintah yang senantiasa ingin kotanya dipandang seindah Paris tetapi tidak mau mengurus masalah perairan; sumber primer kehidupan setiap spesies dan pilar keberlangsungan ekologi.
Ada masalah besar di Metropolitan Kota Bandung karena sampai saat ini kebiasaan warga BABS tak kunjung berkurang secara massif. Kita juga banyak mendapat informasi tentang kegagalan Pemerintah Kota Bandung mencapai target pembangunan pada setiap tahunnya. Sampai saat ini, jumlah warga Kota Bandung BABS masih mencapai lebih 700ribu jiwa. Padahal tahun 2019 lalu Pemerintahan Kota Bandung mengatakan akan menuntaskan 100 persen warga yang BABS. Nyatanya?
Di bawah ini terdapat data penurunan warga yang BABS di Kota Bandung dari data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019. Tersebutlah, pada tahun 2015 di Kota Bandung masih terdapat 239.314 keluarga yang BABS. Di tahun 2016 terdapat 236.533 keluarga (turun 2.781). Pada tahun 2017 terdapat 226.384 keluarga (turun 10.149). Tahun 2018 terdapat 224.318 keluarga (turun 2.066). Pada tahun 2019 terdapat 210.991 keluarga (turun 13.327).
Dengan kemampuan kerja yang rendah tersebut, bagaimana kita bisa mempercayai optimisme penyelesaian masalah BABS di Kota Bandung yang jumlahnya melewati angka setengah juta penduduk? Tanda tanya besar.
Memperbaiki kepemimpinan
Masalah sanitasi adalah masalah yang berada dalam kehidupan kultural sehingga setiap usaha mengubah keadaan mesti memasuki ruang kultural. Tak cukup urusan duit, tak juga cukup dengan koordinasi antar birokrasi. Dan sungguh tak cukup jika pemerintah hanya rajin konferensi pers. Urusan ini menyangkut model kepemimpinan yang elitis bin eksklusif yang harus berubah ke arah organik.
Prinsip pertama yang harus diterapkan dalam memimpin perbaikan sanitasi adalah munculnya kesadaraan kemanusiaan. Ingat, urusan sanitasi (perilaku hidup bersih, akses air,dan limbah) adalah urusan Hak Asasi Manusia, bukan sekadar urusan statistik sehingga dengan sedikit pengurangan lantas merasa berpretasi.
Masalah BABS harus dihentikan sampai titik nol. BABS harus didudukkan sebagai problem kemanusiaan karena di dalamnya memuat madharat yang besar dari bakteri Escherichia coli yang bisa mengancam nyawa. Mencegah madharat dengan menjaga kesehatan harus diutamakan ketimbang mengobati. Satu orang berak sembarangan bisa berdampak pada orang lain.
Bagaimana kalau 700ribu jiwa tinjanya merajalela di selokan dan sungai? Jangan kaget kalau kita baca data tentang penyakit yang menimpa warga kota Bandung di Badan Pusat Statistik(BPS) yang pada kenyataannya banyak berkorelasi dengan tinja manusia.
Memperbaiki kepemimpinan juga perlu memperbaiki anggaran. Kalau anggaran selalu minim untuk perbaikan sanitasi, berarti harus ada usaha penambahan dengan cara mengurangi anggaran lain yang kurang penting.
Jalan baru
Kita sudah jauh tertinggal dalam pembangunan sanitasi di banding negara-negara lain yang selevel seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Pilipina. “Kerja cerdas” dan “kerja keras” harus menjadi tumpuan setiap kepala daerah. Jangan menunggu orang memperkarakan kepala daerah dengan tuntutan Hak Asasi Manusia. Sekian data kegagalan target pembangunan sanitasi di Kota Bandung harus dievalusi secara sungguh-sungguh oleh internal Walikota Bandung. DPRD juga harus serius dalam masalah ini. Kenyataan buruk tidak akan membaik hanya dengan janji. Juga tidak akan selesai dengan meminta pemakluman atas kekurangan anggaran.
Supaya fair saya sampaikan juga, kritik ini bukan semata untuk walikota Bandung yang sekarang sedang memerintah. Walikota Bandung sebelumnya juga tidak mampu mengubah keadaan BABS secara radikal. Dan perlu saya sampaikan pula bahwa kecenderungan pemimpin yang lemah seperti di atas melanda ratusan kepala daerah lain.
Urus parit
Tetangga kota Bandung, Kabupaten Bandung yang juga punya problem besar karena kerjanya minimalis sehingga saat ini, dari 3,93 juta penduduk, masih terdapat 646,26 ribu warga yang masih Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Sekarang sedang ramai kampanye pemilihan bupati.
Sayangnya dari ketiga Calon Bupati Bandung itu, saya belum melihat desain program yang meyakinkan untuk mengatasi problem ini. Ada pula Kota kecil yang tak kalah joroknya sehingga harus lebih serius berbenah, yaitu Kota Cimahi. Dengan penduduk sekitar 600ribu jiwa masih terdapat 127,64 ribu orang yang masih buang air sembarangan.
Parit van Java merupakan sebuah cermin bahwa kita harus melakukan tindakan empati karena mengurus sanitasi akan banyak berhubungan dengan orang-orang miskin. Jika kita terus berimajinasi tentang Bandung seindah Paris tetapi melupakan parit yang kumuh, maka kita tidak akan menemukan solusi karena pada rakyat jelata itulah akar persoalan kita.
Ingat sejarah. Munculnya masyarakat yang beradab selalu lahir dari kemampuan pemerintahan mengurus sungai sebagai sumber kehidupan, bukan sebagai sumber pembuangan tinja.
Mesopotamia dengan sungai Eufratnya. Mesir dengan sungai Nil-nya berhasil mengukir sejarah. Peradaban Tiongkok juga lahir dari Sungai Kuning (Huang He).
Bandung Raya punya banyak sungai. Sebuah aset besar yang terlantar. Selamat Hari Toilet Sedunia. Berbenah segera!
Bantu Keluarga Miskin Mendapatkan Air Bersih dan Toilet Sehat
[Sumber Pikiran Rakyat 19 November 2020]
Komentar ditutup.