Mengubah Nasib dengan Cara Yang Sederhana





Mendengar kata tani, masyarakat kita lebih dekat dengan konotasi negatif, seperti miskin, tidak mencukupi kehidupan, terbelakang, dan diklaim sebagai profesi. Menurut Ketua Yayasan Odesa Indonesia Faiz Manshur, hal tersebut harus diakui memang menimpa masyarakat. Namun bukan berarti bertani harus ditinggalkan.

“Yang harus ditinggalkan itu cara berpikir, cara memandang, dan kemudian cara mengubahnya. Bertani itu budidaya pangan, pilar dasar kekuatan peradaban bersanding dengan tiga kekuatan lain yaitu ternak, literasi dan teknologi,” katanya kepada test.odesa.id, senin, 30 Oktober 2017.



Menurut Faiz keadaan atau nasib perlu diubah karena budidaya pangan merupakan kebutuhan paling mendasar. Sebab menurutnya, warga Indonesia susah sejahtera karena mudah larut dalam kegiatan baru yang menjauhkan dari urusan pangan sementara yang tepat semestinya memperbaharui tradisi yang ada menjadi lebih maju.

Ia mencontohkan misalnya, mengapa petani miskin karena tidak diperbaharui modelnya. Banyak ilmu pengetahuan baru yang efektif tanpa modal besar bisa dijalankan untuk memperbaiki keadaan para petani, misalnya dengan memilih jenis tanaman baru, mengelola pasca panen secara sederhana dan menjualnya melalui sistem baru melalui internet.

“Kita terbelakang karena satu hal yang mendasar yaitu upgrading ilmu pengetahuan tidak berjalan di kalangan pertanian. Tidak ada pendidikan baru pada petani. Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan negara hanya sedikit yang tepat dan itupun hanya untuk segelintir orang dan tidak menyasar pada para petani apalagi buruh tani,” katanya.



Tani Pekarangan
Berdasarkan pengalaman memperbaharui keadaan di basis kegiatannya, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung melalui Yayasan Odesa Indonesia Faiz Manshur memastikan para petani yang mendapatkan pendampingan memperbaharui model bertani-nya setahap demi setahap bisa lebih optimis mengubah keadaan. Para petani yang banyak waktu mengangur misalnya, digerakkan untuk menambah volume kerja dengan model tani pekarangan.

“Masih banyak waktu yang menganggur. Petani tidak setiap hari sepanjang bulan sepanjang tahun bekerja. Ini kalau kita mau jeli. Petani bekerja produktif paling hanya 9-12 hari. Dan pada setiap harinya juga masih banyak peluang mengerjakan sesuatu dalam hitungan jam secara produktif. Akumulasi waktu luang itu kalau didayagunakan bisa mensejahterakan,” katanya.



Tani Pekarangan menurut Faiz Manshur sangat penting digalakkan karena termasuk efektif. Hal itu disebabkan petani sudah punya modal dasar seperti penanaman, pemantauan masa tanam hingga panen. Modal dasar itu harus dikelola dan dikembangkan. Misalnya dengan menambah ilmu mengolah pupuk, memanfaatkan limbah untuk microorganisme secara sederhana, memanfaatkan penataap ruang pekarangan beberapa meter persegi secara rapi dan kemudian juga mendorong penjualan melalui internet. Bahkan tanpa penjualan melalui internet pun hasil sayuran bisa dijual ke warung-warung terdekat.

“Ini perkara kecil, tapi Indonesia itu memang susah maju karena tidak mampu menyelesaikan masalah kecil. Maunya penghasilan besar tapi pengalaman dan ilmu minim. Ini semacam dagelan. Bahkan dulu memiliki tanah luas pun tidak mampu diurus malah dijual. Tanah hilang panen keluh kesah. Prinsipnya kalau ada sisa tanah kecil pekarangan harus diolah. Kalau tidak mampu mengolah yang kecil mana mungkin bisa mengelola yang besar,” terangnya.-Adi/choril


Keranjang Belanja