Diversifikasi Pangan di Indonesia
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang diberkahi kekayaan keanekaragaman hayati melimpah. Hal inilah yang menjadikan Indonesia sebagai negara potensial dalam bidang produksi pangan lokal. Indonesia setidaknya memiliki 77 jenis tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat, 228 jenis sayuran dan 389 jenis buah-buahan. Oleh karena itu, sebagian besar daerah di Indonesia memiliki identitas pangan lokal yang beraneka-ragam. Namun potensi keragaman pangan lokal di masing-masing daerah mulai tergerus doktrin homogenisasi pangan yang berlangsung sejak kebijakan revolusi hijau diterapkan. Kondisi ini turut merubah food habit (kebiasaan makanan) dari masyarakat Indonesia.
Pada akhirnya, masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap konsumsi beras sebagai sumber bahan pangan pokok. Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk yang mengkonsumsi beras di Indonesia mencapai 98,35%. Artinya, hampir seluruh penduduk Indonesia tergantung terhadap konsumsi beras. Disisi lain, produksi beras dalam negeri terancam menurun akibat beragam permasalahan multidimensi yang menjerat petani seperti halnya tingginya harga input, keterbatasan modal, dan perubahan modal.
Di tengah ketidak-pastian suplai pangan pokok, kondisi ini semakin diperparah dengan realita produksi pertanian yang semakin terkomersialisasi. Petani semakin cenderung mengikuti ritme produksi berdasarkan permintaan pasar. Mode produksi pertanian berbasis pasar akan menuntut petani untuk mengikuti pola tanam monokultur. Sebab, tuntutan pasar menghendaki output produksi yang sesuai dengan preferensi komoditas yang diinginkan konsumen saja. Sehingga keragaman tanaman dalam kebun menjadi berkurang akibat penerapan sistem tanam monokultur. Oleh sebab itu, keberagaman jenis pangan sudah terbatasi sejak di level produksi. Kondisi ini dapat memicu fenomena food dessert dimana suatu daerah menjadi sulit atau kehilangan akses terhadap pangan dengan kualitas sehat dan beragam. Fenomena food dessert ini berpotensi menyebabkan paparan daerah yang mengalami rawan pangan kian masif.
Baca juga: Gerakan Pangan di Indonesia Lemah. Odesa Punya Solusi
Pentingnya Edukasi Ragam Pangan Lokal
Secara spesifik, pemerintah perlu berorientasi pada langkah edukasi konsumen dalam mengenalkan ragam pangan lokal. Sektor pendidikan memiliki peran penting dalam memberikan edukasi ragam pangan lokal sebab pendidikan dapat menjadi sarana dalam memantik kesadaran kritis generasi muda. Dalam implementasinya, pendidikan diversifikasi pangan lokal harus diimplementasikan secara berkesinambungan. Hal ini dikarenakan tidak mudah untuk merubah food habit keluarga yang sudah terbentuk sejak puluhan tahun silam. Oleh karena itu, solusi yang efektif adalah melakukan intervensi program kepada kelompok muda. Sebab, kelompok muda adalah generasi penerus yang menjadi harapan dalam tercapainya inovasi pembaruan untuk kemajuan bangsa. Aktualisasi dari program pendidikan diversifikasi pangan bagi kaum muda dapat diinternalisasikan melalui lembaga pendidikan formal.
Sekolah memiliki peran signifikan dalam membangun kerangka berpikir generasi muda dalam merespon persoalan pangan dan lingkungan. Dengan demikian, pendidikan diversifikasi pangan perlu diintegrasikan dengan kurikulum sekolah guna mendorong perbaikan sistem pangan. Sehingga siswa tidak hanya mengenal tanaman padi sebagai sumber pangan utama. Namun mereka juga dapat mengenal tanaman pangan lainnya seperti halnya hanjeli, sorghum, sagu, umbi-umbian dan lain-lain. Peranan lembaga sekolah tidak hanya sebatas memberikan materi terkait pengenalan varietas tanaman pangan. Lebih dari itu, inovasi pembelajaran perlu mentargetkan aspek kognitif dari siswa.
Siswa perlu diberikan pembelajaran praktik dalam menanam tanaman pangan, hortikultur, maupun tanaman obat keluarga di sisa-sisa ruang atau lahan pekarangan rumah atau sekolah mereka. Dengan demikian, pembelajaran budidaya tanaman pangan ini dapat menjadi skema yang bermanfaat dalam memberikan pengetahuan produksi sekaligus menjadi upaya dalam meregenerasi petani muda. Selain itu, inovasi pembelajaran kognitif juga dapat dilakukan melalui kegiatan memproses tanaman pangan lokal menjadi produk pangan olahan. Kegiatan ini dapat menjadi alternatif untuk membangun preferensi konsumsi pangan lokal kepada generasi muda.
Referensi:
Badan Ketahanan Pangan. (2020). Roadmap Diversifikasi Pangan 2020-2024. https://badanpangan.go.id/
Battersby, J., & Crush, J. (2016). The making of urban food deserts. Rapid Urbanisation, Urban Food Deserts and Food Security in Africa, 1–18.
Prasetyo, Y. E. (2024). Membedah Indeks/Peta Ketahanan Pangan & Pentingnya Indeks/Peta Kedaulatan Pangan Nasional. https://p4w.ipb.ac.id/en/
Penulis: Kinanti Indah Safitri
Penulis adalah seorang dosen dari Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Abdurrab, Riau. Penulis merupakan lulusan program Doktor Ilmu Lingkungan di Universitas Padjadjaran. Adapun penulis konsern di bidang kajian sosiologi-lingkungan, ekologi-politik, dan pengelolaan lingkungan.
Admin: Rizki Anggita Dewi