Memahami Keadaan Rakyat Indonesia
Oleh Faiz Manshur Ketua Odesa Indonesia
Kalau kita rutin mengalami persoalan sosial secara makro, maka bisa kita simpulkan bahwa Indonesia sedang dirundung masalah serius.
Pertama, konsumsi rumah tangga sangat rendah. Banyak orang, terutama yang berpendapatan di bawah Rp. 2 juta perbulan sangat tertekan dalam urusan belanja.
Kedua, pekerjaan informal (yang tidak bergantung pada gaji) mengalami stagnasi panjang sejak pandemi covid-19.
Sejak dua tahun pasca pandemi Covid-19, tak cukup membuat wirausahawan mikro optimis.
Sebagian besar dari mereka lebih memilih ikhlas menerima sedikit laba, dan bersabar dengan cara berpikir, lebih baik daripada menganggur.
Hal yang sulit dalam pekerjaan informal dialami para petani karena pengalaman pada dua tahun lalu, sekalipun hasil panen dalam keadaan baik, tetapi harganya sering buruk.
Banyak petani, dan ini berimbas pada buruh-tani, yang hanya bisa memburu kecukupan untuk makanan senilai rata-rata Rp.400-600 ribu setiap bulan.
Dengan peta di atas, kita bisa menyimpulkan terdapat lebih 80 juta pekerja sektor informal yang mengalami stagnasi dan hanya 40 juta pekerja di sektor formal yang mungkin bisa dianggap lebih aman karena ada sumber andalan pendapatan berupa gaji.
Stagnasi ekonomi, apalagi jika dikaitkan dengan rendahnya pendapatan, terlebih lagi gurita kemiskinan sedemikian akut, maka sebuah pemerintahan harus benar-benar serius memperhatikan masalah ini.
Pertumbuhan ekonomi kita yang tak pernah berada di atas 6 persen jelas merupakan sebuah penggambaran konkret di mana kita tidak bisa berdiam diri.
Belum lagi kita punya pengalaman bahwa dengan tumbuhnya perekonomian yang grafiknya hanya kisaran 1,2 hingga 2 persen juga tak memberi dampak bagi pemerataan pada kelompok miskin.
Dari tahun ke tahun Indonesia menyandang negara dengan kesenjangan yang tak teratasi.
Dampak yang mudah ditemui saat ini adalah, anak yang semestinya sekolah SMP terpaksa berhenti pada level SD. Yang semestinya sekolah SMA berhenti pada SMP dan yang semestinya bisa kuliah hanya lulus SMA.
Pada sisi lain kita juga menyaksikan, produksi pertanian kita semakin lemah karena petani mengalami krisis air.
Musim hujan telat datang menunda lebih dua bulan kegiatan kerja pertanian. Sementara itu di rumah-rumah penduduk banyak warga kesulitan air bersih.
Selain itu kita juga memiliki problem gawat berupa banyak orang kekurangan gizi plus stunting yang tak kunjung teratasi secara massif.
Berlanjut kemudian ternyata banyak orang mengalami depresi bahkan terjadi peningkatan gejala sakit jiwa sebesar 10 persen.
Harus diakui, peran negara melalui pemerintahan hasil produk demokrasi kita belum menggembirakan.
Peran politisi dalam mengelola anggaran pemerintah lebih banyak mengarah pada dimensi individu dan kelompok.
Biaya politik yang begitu tinggi menjadikan anggaran pemerintah sering menjadi tempat untuk perburuan pengembalian, selanjutnya untuk meraup keuntungan dengan korupsi.
Memahami realitas rakyat Indonesia memang tidak boleh pesimis karena masyarakat sipil kita memang tangguh.
Tetapi kelewat optimis misalnya dengan mengatakan “Indonesia akan digdaya pada 2040” itu juga mimpi di siang bolong.
Sebab nyata terjadi kapasitas sumber daya manusia kita sangat lemah, ditambah dengan ekonomi yang sangat lemah.
Karena itu kita mesti lebih serius untuk memikirkan bagaimana keadaan ekonomi rakyat kecil harus terus dinamis sekaligus terus memompa gerakan pembangunan ke arah perbaikan sumberdaya manusia.
Jangan miskin dan jangan bodoh. Ini yang mesti diingat selalu.[]
Dampak Perubahan Iklim Bagi Petani
Packing Pakaian dan Perabot Sumbangkan Kepada Orang Miskin
6 JENIS BANTUAN KEMANUSIAAN TEPAT SASARAN DAN BERKELANJUTAN
Bantuan kemanusiaan sangat penting untuk warga masyarakat lapisan bawah. Sebab terdapat banyak keluarga pra-sejahtera atau fakir-miskin yang tidak mendapatkan dampak dari pembangunan.
Pada sekup-sekup kecil di perdesaan warga lapisan bawah memiliki ragam problem seperti kekurangan gizi, kekurangan air bersih, kesulitan sekolah, minimnya akses pekerjaan, dan lain sebagainya.
Yayasan Odesa Indonesia memiliki cara pandang sendiri pada urusan kemanusiaan ini. Bantuan untuk fakir-miskin bukan hanya butuh tepat sasaran, melainkan butuh berkelanjutan.
Berdiri sejak tahun 2016, Odesa Indonesia mengembangkan model gerakan sosial yang membedakan dengan model bakti sosial.
Selain gerakan sosial memberikan bantuan kemanusiaan, Odesa Indonesia juga menggerakkan para petani untuk mengambil peran pembangunan ekologi atau mengatasi krisis lingkungan di Kawasan Bandung Utara yang mengalami kerusakan hebat akibat pembangunan liar dan praktik pertanian monokultur. Baca Selanjutnya