OLEH BUDHIANA KARYAWIJAYA. WARTAWAN SENIOR.
Dari perkampungan itu turun pakai sepeda motor sebentar, maka warga akan menemui beberapa mini market. Ke sanalah juga anak-anak jajan: beli es krim, coklat, atau makanan kecil. Kasirnya berpakaian seragam rapi, ramah dan selalu tersenyum. Anak-anak sangat terkesan degan keramahan mereka. Anak-anak melihat betapa sang kasir memegang uang terus menerus.
Sementara, di kampung yang jalannya rusak itu, puluhan truk tiap hari lalu lalang. Truk menembus jalan berbatu, dan kalau hujan licin. Sudah 71 tahun negeri ini merdeka, tapi jalan di utara Kabupaten Bandung yang jarak dari Metropolitan Kota Bandung (2-14 km) ini masih seperti zaman Revolusi (ya Bandung… bukan antah berantah).
Sopir-sopir truk seperti jagoan yang gagah, menaklukkan medan-medan berat sambil mengangkut pasir, kayu batu, sayuran dan lain-lain. Anak-anak laki-laki menonton kegagahan itu, betapa sang sopir memacu adrenalinnya.
Setiap hari Minggu, belasan anak tumplek di sebuah rumah di salahsatu kampung Desa Cikadut yang merupakan tempat kegiatan Yayasan Odesa-Indonesia. Anak-anak ini mengisi waktu luangnya dengan belajar Bahasa Inggris. Yang menarik, usulan pelatihan bahasa Inggris ini justru datang dari mereka.
Seperti biasa kalau kita mengajar anak-anak, pasti ada saat kita bertanya apa yang menjadi cita anak-anak. Dan ada beberapa jawaban mereka yang menarik:
Yang perempuan: ingin jadi kasir ****mart!
Yang laki-laki: “Ingin jadi supir truk!”
Tentu profesi kasir atau supir truk bukan profesi haram. Malah sejauh untuk memenuhi nafkah, itu adalah bagian dari jihad keluarga. Namun, kita bisa membaca bahwa imajinasi sangat ditentukan oleh kondisi lokal. Dan status sosial mempengaruhi imajinasi.
Bagi LSM atau individu relawan pemberdayaan, sangat perlu untuk membuat program literasi akar rumput berbasis anak-anak. Literasi bukan cuma membangun perpustakaan desa, akan tetapi upaya mencerdaskan anak-anak, dan usaha membangkitkan imajinasi anak bahwa mereka “berhak” hidup lebih baik di masa depan. Mereka harus diyakinkan bahwa mereka harus menggantungkan cita-cita setinggi langit.
Yakinkan bahwa anak-anak kita bisa jadi dokter, jenderal, insinyur, astronot…bahkan presiden. Literasi juga meliputi penanaman keyakinan bahwa Tuhan dengan caraNya yang misterius akan mengijabah cita-cita mereka.
Upaya pemberdayaan harus menyertakan gerakan membangun imajinas. Biarkan anak-anak menggambar rumah bersayap sehingga bisa pergi ke manapun tanpa kehilangan sarapan pagi. Biarkan anak-anak berpuisi tentang bersatunya matahari dengan bulan. Biarkan anak-anak menulis cerita tentang adu balap cepat melawan cahaya dst..dst.. karena pemberdayaan harus dimulai dari membangun imajinasi.
****
Kerja membangun imajinasi bisa dilakukan siapapun, termasuk kita semua. Tanyalah pembantu rumah tangga kita, atau tukang rumput yang membersihkan pekarangan kita. Tanyalah saudara-saudara kita yang kurang beruntung.
Tanyakan apa imajinasi dia tentang anak-anaknya di masa depan?
Kalau jawabannya sama seperti anak-anak desa di atas, segera ingatkan bahwa anak-anaknya punya hak untuk meraih bintang, sama seperti anak-anak orang kaya lainnya. Karena sekali kita bercita-cita, maka kita akan berdoa pada setiap saat dan berupaya mengejarnya.
Yakinkan bahwa kasih sayang Tuhan yang misterius itu akan hinggap pada mereka yang punya cita-cita dan doa. Bila kita bisa menyadarkan seorang saja dari lapisan yang kurang beruntung itu, maka kita adalah bagian dari upaya besar membangun bangsa ini. []