Boy Worang, Teater Bisa Menjadi Media Pembelajaran Aktif

Siang di Pasir Impun Cimenyan. Jalan menuju wisata Curug Batu Templek yang biasanya sepi itu tampak riuh. Puluhan anak berlari-lari dalam suasana riang gembira.

“Kita sampai di sini. Sekarang waktunya minum. Habis minum kita belajar drama bersama Om Boy,” kata Rizki Alifza.

Sejak pagi, Rizki Alifza, fasilitator Sekolah Samin Odesa Indonesia memimpin kegiatan anak-anak berolahgara. Minggu pagi itu, Yayasan Odesa Indonesia memulai kegiatan sekolah Samin. Setelah anak-anak rehat sejenak, Boy Worang, Dramawan kawakan era 1970an itu mengajak anak-anak berkumpul.

“Adik-adik suka menonton film?” tanya dramawan yang pada tahun 1986 itu membentuk grup opera khusus untuk anak-anak bersama Tetty Kadi itu.

“Suka…………..” jawab anak-anak serempak.

“Nah, untuk jadi pemain film kita perlu belajar. Ayo kita mulai,” ajak Boy.

Satu jam lebih anak-anak desa yang kebanyakan dari keluarga petani itu mendapatkan praktik pembelajaran teater. Mereka tampak riang gembira mendapatkan satu persatu instruksi seniman keturunan Minahasa ini.

Pukul 11.30, Boy menutup pelatihan drama itu dengan pertanyaan.

“Kalau nanti kita belajar lagi masih mau?

“Mauuu……………….” jawab anak-anak kompak.

Praktik sekolah yang diterapkan Yayasan Odesa Indonesia setiap minggu untuk anak-anak petani selalu mengarah pada usaha penciptaan media pembelajaran aktif. Anak-anak mendapat pengetahuan dari praktik kebersamaan. Suasana yang diciptakan dalam setiap kegiatan literasi selalu mengacu pada usaha kebebasan berekspresi setiap peserta didik di ruang terbuka. Dan menurut Boy Worang, teater merupakan bagian penting dalam kegiatan pendidikan.

Teater membangun karakter
Boy Worang yang juga pengurus Yayasan Odesa Indonesia menjelaskan bahwa teater atau drama sangat berpotensi untuk terobosan membangun karakter peserta didik. Ketika banyak cara dilakukan untuk membangkitkan keaktifan anak terhambat seperti yang dialami banyak anak-anak desa tertinggal, teater memberikan jalan keterbukaan.

“Dalam teater ini ada komunikasi, gaya, kekompakan, solidaritas dan lain sebagainya. Dengan praktik aktif melalui prosedur-prosedur latihan misalnya, anak yang mengalami kebuntuan ekspresi bisa cepat berubah. Bahkan bisa mengembangkan imajinasi yang lebih luas,” kata Boy Worang.

Boy melanjutkan, John Robert Power yang dikenal sebagai personal development juga membangun kegiatan pendidikannya dari teater. “Kebetulan saat saya bekerja di perbankan dulu juga mendapat pengalaman dari Robert Power. Karena saya orang teater jadi nyambung. Bagus untuk pendidikan” terang Boy.

Praktik teater pada pagi itu memberikan catatan penting dari Boy Worang. Ia menemukan salahsatu titik kelemahan partisipasi pada kelompok laki-laki yang kalah aktif ketimbang perempuan.

“Ini baru pertama. Nanti praktik kedua dan selanjutnya akan kita lihat. Kita juga akan dampingi setiap anak yang mengalami hambatan tertentu,” terangnya. test.odesa.id

Komentar ditutup.

Keranjang Belanja