BANDUNG: 11 Kilometer berjalan. Pak Enang (45 tahun), bakul panggul dari Kampung Pondok Buahbatu, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Setiap pagi jam 5:00 membawa barang dagangannya dari kampungnya menuju ke Kota Bandung, tepatnya di Perumahan Arcamanik, dengan menempuh jarak perjalanan 11 km. Jalan desa dari Pasir Impun sampai Hutan Arcamanik sampai saat ini tidak ada transportasi publik sehingga hanya ojeg yang melayani perjalanan warga, tentu dengan biaya mahal.
Pak Enang dan teman-teman bakul panggul lainnya menjadikan kegiatan ini mata pencaharian sehari-hari karena mereka tidak memiliki tanah yang cukup untuk bertani. Terkadang mereka bekerja sebagai buruh tani, terkadang nguli bangunan, tapi ia lebih suka memilih bakul karena cukup dengan modal belanja Rp 200.000 bisa dijalankan.
Ditanya apakah dalam sehari bisa mendapatkan keuntungan sampai 100.000?
Pak Enang menjawab tersipu, “Kalau habis paling hanya untung 70-80 ribu. Terkadang hanya dapat Rp 50.000”, katanya saat ditemui Odesa-Indonesia, Kamis, 16 Maret 2017 di tengah perjalanannya di dekat Kantor Desa Cikadut, Cimenyan, Kab.Bandung. Penghasilan tersebut sebenarnya bukan laba bersih karena masih harus dipotong uang makan dan ongkos ojeg pulang sore harinya sebesar Rp 20.000.
Pak Enang menjajakan jualannya di kawasan Kota Bandung, sekitar Pasir Impun, Lapas Sukamiskin, hingga Perumahan Arcamanik. Terkadang ia pun berjualan di kawasan Jalan Nasional AH.Nasution, Kota Bandung. Terkadang ia menjual alpukat dan pisang, di waktu lain bisa berganti sayuran atau jenis buah lain, tergantung ketersediaan dari hasil pertanian di kawasan Hutan.
Pak Enang, sebagaimana kebanyakan warga Cimenyan pedalaman pinggir Hutan adalah kelompok warga yang tidak mendapatkan pelayanan publik dari pemerintah. Kehidupan mereka di Kawasan Bandung Utara (KBU) rata-rata miskin. Ia punya dua anak yang semuanya sudah bekerja, semuanya hanya tamatan Sekolah Dasar. Istrinya bekerja di kebun sebagai buruh tani. [Faiz Manshur]
Youtube