Potret Buram Pendidikan di Kecamatan Cimenyan (2)

“KAMI BUTUH SEKOLAH YANG DEKAT”
SEJAK lama warga di sejumlah desa yang masuk wilayah Cimenyan, menyadari adanya ketimpangan dalam soal akses pendidikan bagi anak-anak mereka. Keinginan agar anak-anaknya menempuh pendidikan yang layak, agar tidak seperti orangtua mereka yang kebanyakan hanya lulus SD, cukup besar. Namun harapan tinggal harapan, karena seringkali terbentur kenyataan ketidakmampuan mereka menyediakan biaya transportasi.

15409982_10211512511828905_1010219087_o

“Karena itu, jalan keluarnya mungkin perlu ada sekolah setingkat SMP dan SMA yang lokasinya tidak terlalu jauh dari pemukiman warga desa. Carilah lokasi yang cocok, sehingga bisa dijangkau dari mana-mana. Dengan demikian, para orangtua tidak perlu bingung untuk ongkos kendaraannya. Saya yakin, warga di sini juga punya keinginan agar anak-anaknya maju. Kami tidan ingin nasib anak-anak sama seperti kami begini. Harus ada perubahan. Karena itu kami mendukung adanya sekolah itu,” ujar Engkos (45) warga Cikawari, Desa Mekarmanik, yang mengaku hanya lulusan SD tersebut.




Hal senada juga diungkapkan Encang (55) warga Parabonan, DesaMekarmanik. Bagi petani penggarap ini, pemerintah tampaknya perlu memikirkan kemungkinan didirikannya sekolah menengah kejuruan (SMK) bidang pertanian di sekitar tempat tinggalnya. SMK jenis itu cocok sekali dengan wilayah Kec. Cimenyan yang didominasi lading-ladang pertanian.

“Menyediakan uang jajan dan transportasi Rp 50.000 sehari agar mereka bisa sekolah di SMP atau SMA, sesuatu yang sulit kami penuhi. Nah, kalau sekolahnya cukup dekat kan enak. Apalagi kalau SMK-nya bidang pertanian, nanti ada manfaatnya kalau anak-anak lulus sekolah,” ujar Encang kepada “GM” pekan lalu.

Harapan para orangtua itu juga diiyakan Sri Mulyani (43 tahun), Wali Kelas 6 SD Mekarjaya, Desa Mekarmanik. Menurut dia, banyak muridnya yang lulus dari sekolah tersebut tidak bisa menuntaskan pendidikannya di jenjang SMP. Meskipun sekarang mayoritas siswanya pasti masuk SMP terdekat, namun di tengah jalan mereka berhenti. Begitu juga yang lulus SMP, ketika masuk SMA putus di tengah jalan.

“Wilayah ini sangat membutuhkan SMP dan SMA. Transportasi dengan jalan rusak dan juga mahalnya ongkos membuat banyak anak sering putus sekolah. Tidak ada transportasi angkutan umum. Sementara itu orangtua juga lebih memaksakan diri membelikan motor ketimbang anaknya naik ojeg. Problemnya kemudian dengan motor itu anak-anak malah keluyuran,” tutur alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini.

Dari pembicaraannya dengan para orangtua murid, kata Sri Mulyani, sebenarnya mereka memiliki semangat tinggi untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi. “Kami sangat berharap ada SMP dan SMK untuk keberlangsungan pendidikan generasi penerus di sini. Sekolah SMK yang cocok untuk masuk lapangan kerja sangat ditunggu,” tambahnya.




Sekolah tempatnya mengajar berada sekitar 600 meter sebelah utara Kampung Sentakdulang atau berada 1 km di sebelah selatan SD Cibentar. Siswa SD Mekarjaya kebanyakan berasal dari kampung-kampung terdekat seperti Cisanggarung bagian utara dan kampung Sentakdulang. Seperti SD lainnya, siswa SD Mekarjaya selalu dipadati siswa tiap tahun ajaran baru.
(enton supriyatna sind/”GM”)** Sumber Galamedia, Jumat 30 Desember 2016.

Komentar ditutup.

Keranjang Belanja