Pak Tardi adalah petani kelahiran 1954 dan Jajang merupakan petani muda kelahiran 95. Mereka berdua sedang memasang paranet untuk persemaian kelor.
Di tengah terik hari itu, saya terus mengamati mereka sambil sesekali bertanya. Apa saja yang akan ditanam selain kelor?
“Nanti saya akan menanam hanjeli dan sorgum,” kata dia.
Pak Tardi yang berusia 65, menjadi petani karena tidak ada pekerjaan lain. Sementara Jajang adalah lulusan STM, memilih bekerja di ladang karena ingin mempelajari wanatani atau tani agroforestry, bertani yang tidak merusak lingkungan hidup dan alam sekitar.
Itu mengapa Jajang bergabung ke Odesa. Belajar. Belajar. Belajar. Dan terus begitu.
Semangat Pak Tardi di usia 65 ini pun tidak kalah dengan Jajang. Sepekan sebelumnya, ia meminta bacaan pertanian untuk ia pelajari. Bertani selama puluhan tahun tidak membuat telinganya tertutup pada pengetahuan baru.
Setiap pekan, Pak Tardi bersama beberapa petani tua lain berkumpul menyatu dengan petani muda seperti Jajang, Huda, Misbach, dan lain sebagainya. Termasuk berkumpul bersama para mahasiswa dan wartawan senior, dosen, seniman yang menjadi pengurus Odesa Indonesia, yang rajin membina para petani.
Lintas usia, lintas profesi dengan prinsip penuh kebersamaan belajar telah banyak mengantarkan pergerakan Odesa Indonesia sebagai organisasi yang kuat dalam urusan pembaharuan ekonomi, pendidikan dan kesehatan bagi para petani. -Abdul Hamid.