Oleh Astrid Novianti
Penulis Freelancer. Kontributor website odesa.id
Logic in Reality untuk untuk Perbaikan Lingkungan – Perubahan kecil dalam satu elemen bisa menjadi dampak besar, dan dengan solusi yang tepat, hal tersebut dapat menjadi kunci untuk menjawab tantangan yang kita hadapi.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang tidak memberi ruang untuk merenung sejenak tentang dunia tempat kita hidup. Namun, jika kita berhenti sejenak dan menatap lebih dalam, kita akan menyadari betapa eratnya hubungan antara manusia dan alam.
Setiap langkah yang kita ambil, baik itu kecil maupun besar, meninggalkan jejak yang memengaruhi keseimbangan yang sangat rapuh di sekitar kita. Apa yang kita lakukan hari ini akan berdampak pada masa depan, tidak hanya bagi kita, tetapi juga bagi generasi yang akan datang. Inilah saatnya untuk memahami bahwa ekologi dan keberlanjutan menjadi inti perhatian kita untuk memahami bagaimana tindakan manusia memengaruhi diri kita dan dunia di sekitar kita.
Ekologi, pada intinya, menggali hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan tempat mereka berkembang, sedangkan keberlanjutan berfokus pada menjaga keseimbangan alam dan pengelolaan sumber daya alam agar tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Konsep keberlanjutan yang muncul pada akhir abad ke-20, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa merusak kemampuan bumi untuk menyediakan kebutuhan di masa depan. Meskipun kesadaran akan pentingnya kedua konsep ini semakin tumbuh, tantangan besar masih menghadang dalam merealisasikan tujuan keberlanjutan. Masalah ekonomi, ideologi, dan psikologis sering menjadi penghalang dalam mendorong perubahan sosial yang esensial untuk mengatasi krisis lingkungan yang semakin mendalam.
Baca juga: Menemukan Harapan di Ladang yang Terlupakan
Mendorong Perubahan Melalui Pendekatan Fleksibel
Konsep Logic in Reality (LIR) menawarkan pendekatan baru yang dapat membantu kita menghadapi tantangan keberlanjutan global. Berlandaskan pada prinsip fisika, LIR mendorong cara berpikir yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan kompleks dalam ekosistem. Konsep ini mengingatkan kita bahwa dalam sistem ekologis, perubahan kecil di satu elemen dapat mempengaruhi keseluruhan sistem—prinsip yang sangat relevan untuk keberlanjutan.
Dengan mengadopsi LIR, kita dapat lebih memahami dan merespons interaksi ekologis yang sulit diprediksi, serta mengatasi hambatan ekonomi, ideologi, dan psikologis yang menghalangi tercapainya tujuan keberlanjutan. Dalam dunia yang terus berubah, LIR bisa menjadi kunci untuk menciptakan perubahan sosial yang mendalam dan sistematis demi melindungi bumi bagi generasi mendatang.
Keberlanjutan seringkali terhambat oleh tantangan ekonomi, terutama karena banyak model ekonomi yang ada saat ini tidak memperhitungkan dampak ekologis dari eksploitasi sumber daya alam. Model ekonomi yang hanya fokus pada pertumbuhan tanpa memperhatikan keterbatasan alam justru memperburuk masalah lingkungan dan mempercepat kerusakan ekosistem. Ketergantungan pada industri yang merusak alam, seperti deforestasi dan penambangan bahan mentah, meskipun menguntungkan dalam jangka pendek, merusak keberlanjutan jangka panjang planet ini. Tanpa mengintegrasikan aspek ekologis, ekonomi sering mendorong eksploitasi berlebihan yang mengancam masa depan bumi.
Selain itu, faktor psikologis juga memainkan peran besar dalam menghalangi tercapainya keberlanjutan. Meskipun kesadaran akan dampak buruk konsumsi terhadap lingkungan semakin meningkat, banyak yang masih kesulitan untuk berubah. Dissonansi kognitif—ketegangan antara pengetahuan tentang dampak buruk dan kenyataan tindakan yang tetap dilakukan—adalah salah satu penghalangnya. Misalnya, meskipun mengetahui bahwa penggunaan plastik sekali pakai merusak laut, banyak yang tetap memilih menggunakan plastik karena praktis. Kebiasaan yang terinternalisasi dalam budaya konsumerisme semakin memperburuk masalah ini.
Pengaruh Kebijakan Lingkungan
Masalah ini semakin kompleks dengan kebijakan lingkungan yang seringkali tidak efektif. Kebijakan pengurangan emisi karbon, seperti dorongan penggunaan kendaraan listrik, belum mampu mengubah kebiasaan masyarakat yang masih bergantung pada kendaraan berbahan bakar fosil. Kebijakan ini juga sering gagal menyentuh aspek psikologis dan ideologis, seperti ketakutan terhadap teknologi baru atau kekhawatiran bahwa perubahan tersebut dapat merugikan ekonomi dan gaya hidup.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi organisasi dan institusi untuk mendorong perubahan sosial dengan pendekatan yang lebih realistis dan relevan dengan kenyataan. Banyak organisasi masih menggunakan pendekatan yang terlalu abstrak, jauh dari masalah yang dihadapi masyarakat sehari-hari.
Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan transdisipliner yang menggabungkan ilmu pengetahuan, filosofi, dan konteks sosial yang ada. Filosofi ekologis yang lebih efektif harus mampu menyentuh dan merespons realitas sosial masyarakat, agar perubahan yang diinginkan dapat terwujud.
Berdasarkan paparan itu, dalam mencapai keberlanjutan yang sesungguhnya, kita perlu memahami lebih dalam bagaimana hubungan antara manusia, alam, dan ekosistem bekerja. Ini nggak cuma tentang mengelola sumber daya alam dengan bijak, tapi juga tentang mengubah cara kita berpikir dan bertindak.
Konsep Logic in Reality (LIR) memberikan dasar yang kuat untuk mengembangkan filosofi ekologi dan keberlanjutan yang lebih efektif. Pendekatan ini nggak hanya mendorong kita untuk bertindak secara nyata, tapi juga membantu kita melihat tantangan ekologis dengan cara yang lebih luas dan mendalam. Oleh karena itu, langkah pertama untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan adalah dengan mulai mengubah cara kita berpikir dan bertindak.
Baca juga: Inovasi Memajukan Desa dengan Menanam Buah
Penulis: Astrid Novianti
Admin: Fadhil Azzam