Aktivitas Sajid di Sekolah Samin basis Arcamanik

Belajar Empati dari Praktik Mengajar di Sekolah Samin

Belajar Empati dari Praktik Mengajar di Sekolah Samin

Oleh Sajid Dhiyaurrahman
Relawan Sekolah Samin Odesa

Saya bergabung dengan Odesa Indonesia pada Desember 2023. Odesa merupakan organisasi sosial-budaya yang bergerak di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Tujuan organisasi ini adalah untuk mewujudkan kesejahteraan hidup warga pra-sejahtera di Kawasan Bandung Utara, atau lebih tepatya fokus di beberapa desa di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Jawa Barat.

Odesa Indonesia memberi kesempatan bagi mahasiswa seperti saya untuk mempraktikkan pengabdian pada masyarakat. Di Odesa, saya menjadi relawan Sekolah Samin, atau juga disebut Sekolah Sabtu-Minggu.

Sekolah Samin merupakan salah satu program Odesa berupa sekolah informal yang diadakan setiap Sabtu dan Minggu. Tujuannya untuk melayani kegiatan belajar anak-anak petani. Sampai saat ini terdapat 12 lokasi (kampung) yang menjadi tempat kegiatan. Para relawan baik yang kuliah S1 seperti saya atau S2 menjadi bagian penting dalam kegiatan ini. Setiap hari minggu kami berkonsentrasi memberikan pelayanan di kampung-kampung tersebut.

Saya bergabung di dalamnya. Niat saya tentu saja untuk ikut serta dalam pengabdian masyarakat. Latar belakang mengapa penting kita terlibat dalam kegiatan sosial, apalagi dalam hal pendidikan karena saya melihat ada kenyataan yang jauh berbeda antara anak-anak desa yang terbelakang dengan anak-anak dari keluarga mampu.

Di zaman ini, banyak orang yang mampu lebih cenderung individualis. Masyarakat kita yang berada dalam situasi ekonomi kapitalis terbawa dalam pola pikir individualis. Seringkali para akademis dan intelektual memiliki hidup dalam situasi eksklusif, terasing dari problem masyarakat lapisan bawah.

Apa yang didapat dari pendidikannya berupa kecerdasan ditujukan untuk proyek riset yang bisa membawa keuntungan bagi institusi dan dirinya sendiri. Sementara keadaan masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari apa yang dilakukan kaum intelektual tersebut.

Ini merupakan hal yang sangat disayangkan. Bukannya menguntungkan masyarakat luas, keahliannya diutamakan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan institusinya. Dengan mengikuti Odesa, kami para relawan dapat mengenal masyarakat secara langsung serta memahami kebutuhan-kebutuhannya, sekaligus berusaha sebisa mungkin untuk terlibat mengatasi masalah tersebut. Dan salahsatu wujud mengatasi masalah kemiskinan dan keterbelakang pendidikan adalah mengajar di sekolah Samin.

Saatnya Ke Desa untuk Belajar Empati

Pada awalnya, saya tidak mengetahui pendekatan yang baik dalam mengajar anak-anak di desa. Saya menyampaikan materi dengan cara yang sama seperti guru di sekolah; menulis di papan tulis lalu menjelaskan supaya anak-anak memahami.

Ini bukanlah cara mengajar yang buruk, tetapi sekarang saya tahu bahwa ini bukan satu-satunya cara mendampingi peserta didik. Karena Sekolah Samin bersifat informal, cara mendidiknya dapat bervariasi tergantung kebutuhan dan keinginan anak-anak.

Lama kelamaan, saya lebih mengenal anak-anak yang menjadi peserta didik Sekolah Samin. Jenjang usia anak-anak sangat luas, mulai dari anak kecil yang belum masuk sekolah sampai anak SMP.

Kebutuhan atau problem anak juga berbeda-beda. Ada anak yang kemampuannya sudah sesuai dengan tingkat sekolahnya, ada juga anak yang kemampuannya ada di bawah tingkat sekolahnya. Anak SD yang belum bisa membaca harus didampingi secara khusus agar dapat belajar membedakan dan menyuarakan huruf.

Memahami dan Memperhatikan Anak

Minat anak-anak juga beragam. Ada anak yang senang dikasih soal matematika, ada juga yang tidak. Beberapa anak senang membaca buku baru yang dibawa kakak-kakak pengajar, ada juga yang tidak tertarik sama sekali. Ada anak yang biasanya hanya ingin menggambar, ada juga yang senang bermain teka-teki.

Minat anak-anak dapat menunjukkan potensi yang dimiliki oleh mereka. Anak-anak yang senang mendengar cerita memiliki imajinasi yang kuat. Anak-anak yang senang mengerjakan soal matematika memiliki kemampuan berpikir logis yang dapat terus diasah.

Anak-anak yang senang menggambar atau membuat karya seni memiliki kemampuan berpikir kreatif yang dapat terus diasah.

Sangat disayangkan jika pengembangan kemampuan-kemampuan tersebut tidak difasilitasi oleh pendidikan yang mereka tempuh. Itulah alasan seorang pengajar harus mempertimbangkan juga minat dan keinginan anak-anak, tidak hanya kebutuhan mereka dalam ranah akademis.

Kewajiban seorang pendidik atau fasilitator tidak terbatas pada pengetahuan tentang ilmu dan seni. Pendidikan yang dapat mengembangkan rasa empati, kasih sayang, dan kecerdasan emosional sangat diperlukan oleh anak.

Tanpa pendidikan yang seperti itu, perkembangan anak tidak terjamin berjalan dengan baik. Bisa saja seorang anak sangat pintar dalam mengerjakan soal atau memahami isi tulisan, tetapi tidak pernah berkembang secara emosional.

Contoh terbesar dalam hidup seorang anak setelah orang tuanya adalah guru. Jika orang tua maupun guru seorang anak tidak menjadi contoh yang baik dalam menangani emosi, dari mana lagi ia akan mendapatkan hal itu?

Dengan demikian, seorang pendidik tidak hanya memperhatikan isi materi yang ia sampaikan, tetapi juga caranya bersikap kepada anak-anak.

Saya sebagai fasilitator di Sekolah Samin ingin menjadi tempat anak-anak dapat bernaung. Saya selalu mendengarkan cerewet anak-anak walaupun saya tidak selalu memahami semua perkataan mereka, karena menurut saya hal itu penting untuk perkembangan emosionalnya.

Anak-anak tidak akan mendapatkan contoh yang baik jika saya cuek dari cerita mereka.

Wawasan Hidup Yang Lebih Luas

belajar berempati
Kegiatan Sekolah Samin di Kampung Waas Mekarmanik Cimenyan Kab.Bandung.

Sejak pertemuan awal dengan anak-anak Sekolah Samin di mana saya mengajar sama halnya dengan guru sekolah, saya telah mencoba berbagai hal dalam mengajar.

Waktu saya kecil, saya senang membaca buku National Geographic World Atlas for Young Explorers. Buku itu berisi informasi tentang berbagai negara di setiap benua, yang disajikan dengan peta setiap wilayah dan foto-foto indah dari tempat-tempat tersebut.

Sampai saat ini saya masih memiliki buku tersebut, sehingga pada suatu hari saya membawa buku itu untuk ditunjukkan kepada anak-anak.

Anak-anak senang melihat foto-foto di dalamnya. Foto orang asing memakai pakaian adatnya, binatang-binatang yang lucu, dan arsitektur yang sangat berbeda dengan bangunan yang ada di Indonesia.

Anak-anak menjadi cerewet dan bertanya-tanya. “Itu patung apa?”, “Kalau gereja ada di mana?”, “Orangnya kok gitu?”, rasa penasaran anak-anak tidak terbatas.

Saya juga sempat mengajar bahasa asing kepada anak-anak di Cisanggarung Atas Desa Cikadut Mereka belajar menyapa dan memperkenalkan diri dalam bahasa Jepang dan bahasa Turki.

Saya senang melihat mereka berusaha menyampaikan perkenalan diri dalam bahasa Jepang walaupun terlihat sulit. Sejak itu mereka selalu meminta saya mengajar bahasa asing lagi.

Bahan ajar seperti itu saya sampaikan bukan untuk membuat anak-anak ingin meninggalkan Indonesia dan kampungnya. Saya sendiri tidak pernah ke Jepang maupun ke Turki, tetapi saya tetap mempelajarinya.

Menurut saya, belajar tentang negara asing dan dunia luas memiliki efek yang lebih penting daripada kemampuan untuk berkomunikasi manakala berkunjung ke sana. Efek tersebut yaitu empati. Dengan mempelajari dunia luar, kita mengasah kemampuan kita untuk memahami orang yang tidak sama dengan kita.

Di era individualisme seperti sekarang, itulah yang sangat penting bagi saya untuk diamanatkan kepada anak-anak. Anak-anak harus dibekalkan agar dapat menelusuri dunia yang semakin terobsesi dengan kekayaan pribadi.

Ilmu tanpa berempati akan menghasilkan intelektual yang tidak peduli dengan masalah-masalah yang membebani masyarakat negaranya sendiri, apalagi masalah global.

Maka, anak-anak tidak hanya perlu diajarkan ilmu, matematika, dan membaca, tetapi juga cara berempati, mengasihi, dan mengendalikan emosi dan impulsifnya.

Anak-anak harus diberikan ruang dan kesempatan untuk mendalami rasa penasarannya dan mengeluarkan “cerewetnya: Agar pada dewasa nanti, bisa mendapatkan kesempatan berpikir lebih bebas dan mengambil pilihan aktualisasi sosial sesuai dengan pilihan yang dipilihnya secara merdeka.[]

 

Keranjang Belanja