“Kota-kota di Cekungan Bandung kian rentan dilanda bencana. Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, dengan penduduk 7,5 juta jiwa itu merana.”
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyatakan alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara menyebabkan kawasan tersebut mengalami degradasi lingkungan yang sangat memprihatinkan. Maraknya pembangunan sarana komersial turut berkontribusi terhadap menurunnya daya dukung dan daya tampung kawasan tersebut.
Kota Bandung, salah satu kota besar di Indonesia, semakin sering mengalami bencana banjir yang parah, terutama saat musim hujan. Banyak yang mengaitkan fenomena ini dengan buruknya sistem drainase kota atau urbanisasi yang tidak terkendali. Namun, salah satu faktor utama yang sering terabaikan adalah dampak dari krisis lingkungan yang terjadi di wilayah perbukitan di sekitar Bandung, khususnya di Bandung Utara.
Alih Fungsi Lahan di Perbukitan, Pemicu Bencana Banjir
Perbukitan Bandung Utara dulunya merupakan kawasan hijau yang kaya akan hutan dan vegetasi alami. Hutan-hutan ini berperan penting dalam menahan dan menyerap air hujan, menjaga stabilitas tanah, serta mencegah banjir di kawasan dataran rendah, termasuk kota Bandung. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, terjadi alih fungsi lahan secara masif. Lahan-lahan yang sebelumnya ditumbuhi pepohonan besar diubah menjadi ladang pertanian monokultur, terutama untuk sayuran. Selain itu, pembangunan pemukiman dan vila di area perbukitan semakin memperparah kondisi tersebut.
Alih fungsi lahan ini menyebabkan hilangnya pepohonan besar yang memiliki kemampuan menahan air. Pohon-pohon ini digantikan oleh tanaman pendek, seperti sayuran, yang tidak memiliki sistem akar yang kuat untuk menahan air dalam jumlah besar. Ketika hujan turun dengan deras, air tidak lagi terserap dengan baik oleh tanah dan pepohonan, melainkan langsung mengalir ke bawah, menuju kota Bandung. Kondisi ini diperburuk oleh tanah yang semakin gersang akibat praktik monokultur yang merusak kesuburan tanah dan membuatnya lebih rentan terhadap erosi.
Contoh nyata dari fenomena ini adalah banjir yang melanda beberapa wilayah di Bandung dalam beberapa tahun terakhir. Banjir yang terjadi tidak hanya menyebabkan genangan air yang luas, tetapi juga menutupi jalanan dan pemukiman dengan lumpur yang tebal, memperburuk kerugian material dan menyulitkan upaya pembersihan. Fenomena ini menunjukkan bahwa krisis lingkungan di perbukitan tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga membawa bencana ke kota di sekitarnya.
Sementara itu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan penanganan banjir sudah komprehensif. Pemerintah telah menyiapkan dana untuk membiayai infrastruktur pengendali guna menahan banjir sebesar Rp10 triliun.”
Baca juga:
Erosi Melanda Kawasan Bandung Utara karena Pemerintah Tak Paham Kebutuhan Petani
Solusi yang Harus Ditempuh
Untuk mengatasi banjir yang terus berulang di kota Bandung, solusi tidak bisa hanya difokuskan pada perbaikan drainase kota. Pendekatan yang lebih menyeluruh harus melibatkan upaya restorasi lingkungan di wilayah perbukitan Bandung Utara. Beberapa langkah penting yang perlu diambil antara lain:
- Reboisasi dan Restorasi Hutan
Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam program reboisasi untuk menanam kembali pohon-pohon besar yang dapat menahan air dan mengurangi risiko banjir. Area-area yang telah rusak parah akibat praktik monokultur dan pembangunan pemukiman perlu dipulihkan dengan menanam vegetasi yang tepat, seperti pohon-pohon keras dan tanaman endemik yang memiliki fungsi ekologis penting. - Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Regulasi yang lebih ketat diperlukan untuk mengendalikan alih fungsi lahan di wilayah perbukitan. Pengubahan lahan dari hutan menjadi ladang pertanian atau pemukiman harus dibatasi dan diatur dengan bijak untuk memastikan kelestarian lingkungan tetap terjaga. - Pertanian Berkelanjutan
Para petani di wilayah perbukitan perlu diberikan edukasi dan dukungan untuk mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Sistem pertanian agroforestri, yang mengkombinasikan tanaman dengan pepohonan, bisa menjadi solusi untuk mempertahankan kesuburan tanah dan kemampuan tanah dalam menyerap air. - Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan
Setiap pembangunan pemukiman baru di kawasan perbukitan harus mempertimbangkan dampak ekologisnya. Desain bangunan harus disesuaikan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan, seperti penggunaan teknologi ramah lingkungan dan pengaturan drainase yang baik.
Banjir di kota Bandung tidak dapat dipisahkan dari krisis lingkungan yang terjadi di perbukitan Bandung Utara. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali, hilangnya vegetasi alami, dan praktik pertanian monokultur telah menyebabkan efek domino yang menghantam dataran rendah, termasuk kota Bandung. Untuk menghentikan siklus bencana ini, langkah-langkah perbaikan harus dilakukan mulai dari hulu hingga hilir, dengan fokus pada pemulihan lingkungan di perbukitan. Hanya dengan demikian, bencana banjir yang terus mengancam kota dapat diminimalisir dan masa depan yang lebih berkelanjutan dapat tercipta.
Penulis: Fida Afifah
Admin: Rizki Anggita Dewi