altruisme odesa

Altruisme untuk Mengatasi Kemiskinan

Altruisme untuk Mengatasi Kemiskinan

Oleh Faiz Manshur
Ketua Odesa Indonesia

Ada banyak sikap saat kita menghadapi orang miskin. Yang paling dominan adalah sikap simpati. Sikap ini biasanya berupa rasa kasihan, tetapi hanya berhenti pada sikap merasakan, bukan berbagi perasaan.

Sikap yang kedua berupa empati, sebuah rasa kasihan yang melahirkan tindakan untuk segera berbagi dengan apa yang dimiliki atau apa yang bisa dilakukan. Empati dilakukan secara individual tanpa menyertakan pihak lain dan biasanya dilakukan secara spontan dan terbatas sekadar bisa mengatasi persoalan parsialnya.

Sikap ketiga adalah altruisme, yakni sebuah perasaan berbasis empati namun kemudian melahirkan tindakan yang lebih luas dengan pengorbanan tanpa pamrih untuk sebuah solusi berkelanjutan. Tindakan altruisme ini biasanya akan meliputi berbagai unsur seperti energi, materi, waktu dan ilmu.

Altruisme Sebagai Paradigma Hidup

Apakah hanya ada tiga sikap ini dalam memandang orang miskin? Tidak. Tiga cara pandang di atas lebih bersifat positif. Di balik itu, terdapat tiga cara pandang yang negatif lain yang bertentangan dengan semangat kemanusiaan. Pertama, ada jenis sikap blaming, yakni sikap menyalahkan orang miskin dengan mencari-cari legitimasi dari penyebab latar belakangnya seperti mengatakan bodoh dan malas. Kedua, sikap apatis dengan menganggap urusan kemiskinan atau penderitaannya bukan merupakan urusan dirinya. Sikap ketiga adalah sikap mencurigai dengan menganggap orang miskin memiliki kecenderungan kriminal.

Dari enam model respons ini, kita memiliki sikap yang mana? Anda bisa merenungkan sendiri cara pandang Anda selama ini.

Sikap simpati terhadap orang miskin banyak dimiliki orang. Merasakan kasihan mudah dilakukan karena gratis dan cara melakukannya juga mudah, yaitu dengan tidak melakukan apa-apa. Sedangkan pada level kedua di mana empati itu mengharuskan orang memberi perhatian khusus, semakin sedikit dilakukan karena membutuhkan waktu untuk perhatian, termasuk pengorbanan tertentu. Biasanya juga dilakukan pada ruang lingkup terbatas, misalnya bisa berempati pada saudara sendiri tetapi tidak pada keluarga lain. Bisa berempati pada etnik sendiri tetapi tidak berempati pada etnik lain. Bisa berempati pada sesama agama, tetapi tidak untuk pemeluk agama lain. Dan seterusnya.

Sedangkan pada sikap altruisme, seringkali lebih sempit lagi. Batas-batas untuk menjadi pelaku altruistik ini biasanya berasal dari ketidakmampuan menjalankan rangkaian dalam mengatasi masalah yang kompleks. Orang yang mengambil tindakan kebaikan biasanya hanya melakukan kebaikan secara parsial: pada level empati. Mengapa demikian? Karena untuk menjalankan altruisme, kebaikan tanpa pamrih sampai masalah kemiskinan teratasi membutuhkan kompleksitas tindakan yang seringkali harus menyita empat unsur, yaitu materi, energi, waktu, dan ilmu.

Menuju Tangga Puncak Altruisme

Tentu kita semua berharap bisa memasuki level kemanusiaan dengan altruisme yang sempurna. Sikap menolong dan menjadikan sebuah kemiskinan sebagai persoalan bersama yang harus diatasi bersama adalah sikap bijaksana. Kalau pada level yang terendah dari sisi kemanusiaan kita, yaitu simpati, maka melatih empati adalah keharusan.

Setelah empati berkembang, kita bisa melanjutkan memasuki pelatihan untuk mengaktifkan sikap sosial-kemanusiaan kita pada level altruistik. Sebagaimana kita tahu bahwa empati perlu dilatih, altruisme dengan keikhlasan tertinggi (dengan pendampingan untuk mengentaskan persoalan) juga membutuhkan latihan secara rutin.

Caranya, ialah membuat kelompok yang seide dan memiliki hasrat untuk mencapai kualitas spiritual. Terus terhubung dan fokus pada urusan pelayanan pada kaum miskin sekaligus berkomitmen mengatasi persoalan secara mendasar- bukan sekadar membantu secara parsial, melainkan mengusahakannya secara berkelanjutan untuk dampak baik yang berkelanjutan.

Kalau dalam penerapan empati kita belum tentu bisa berbuat banyak karena ia hanya modal berupa “merasakan apa yang orang rasakan” dengan sedikit pengorbanan. Untuk mencapai derajat kemanusiaan yang berkualitas, maka kita harus memasuki ruang altruisme, yakni tindakan yang tidak sekadar memberi perhatian yang di dalamnya memuat “pertolongan” komplit sampai tahap melihat orang miskin tersebut benar-benar tertolong (bukan hanya ditolong).

Untuk membaktikan diri pada altruisme biasanya membutuhkan kerjasama dengan banyak pihak. Altruisme adalah sikap penting dalam hidup dan menjadi titik penting kualitas personal manusia karena dalam menjalankan misi kemanusiaan kita akan memasuki pengorbanan meliputi empat hal, yaitu waktu, energi, materi dan ilmu.

Altruisme dan Ketulusan dalam Pengorbanan

altruisme

Hal yang paling menonjol dari keberhasilan laku altruisme adalah sikap tanpa pamrih untuk mendapat timbal-balik dari apa yang dilakukan. Dalam empati memang membutuhkan keikhlasan juga, tetapi tingkat keikhlasannya biasanya minimalis karena sekadar berbagi (baik berupa perasaan, perhatian dengan waktu atau materi). Ada pengorbanan tetapi pengorbanannya bersifat terbatas dari yang dimiliki. Sementara untuk mencapai derajat altruisme yang tinggi, seseorang dituntut bukan hanya memberikan yang ada, melainkan mengusahakan yang kurang. Altruisme sejati membutuhkan pengorbanan dengan perjuangan untuk maksimal sampai tahap apa yang ditolong benar-benar tertolong secara permanen, bukan tertolong sesaat.

Itulah mengapa kita penting untuk mengumpulkan orang-orang yang memiliki empati untuk kemudian melatih diri bersama ke level menjadi pelaku altruis. Altruisme yang baik tentu saja membutuhkan perangkat kolektif yang kuat yang di dalamnya memiliki empat unsur yaitu, materi, waktu, energi dan ilmu. Dengan empat perangkat kerja ini, masalah-masalah yang dihadapi orang miskin tidak lagi bersifat tambal sulam atau parsial, melainkan lebih komprehensif dan dampaknya akan jauh berbeda dengan sekadar menjalankan misi empati.

Contoh Penerapan Altruisme

Pada masalah kemiskinan, cara-cara tertentu yang harus dilakukan secara mendasar dan konsisten dengan melihat konteks kehidupan orang miskin. Ada yang harus memakai jalur pendidikan panjang secara formal maupun informal. Ini berlaku bagi anak-anak miskin. Programnya tentu saja bersekolah formal dan mendapatkan tambahan pendidikan informal/nonformal. Kita pun harus mendampinginya agar mereka tidak sekadar asal lulus, melainkan lulus dengan kemampuan kerja dan kemampuan sosial yang baik.

Ada yang harus menyertakan materi besar karena orang miskin kebanyakan tidak bisa mengatasi persoalan untuk pemenuhan kebutuhan dasar hidup. Misalnya orang miskin seringkali menderita karena kekurangan air bersih. Program sanitasi dengan penyediaan air bersih harus diwujudkan dan pada saat yang sama juga butuh pendampingan edukatif.

Pada petani yang pendapatan rendah seringkali terdapat kelemahan pada dimensi ilmu, alat kerja, termasuk problem struktural seperti akses jalan, akses air, pupuk dan lain sebagainya. Karena itu penting di dalam kerja mengatasi masalah ekonomi ini dilakukan pemetaan pada sejumlah problem dan dalam menjalankan altruismenya membutuhkan sikap cerdas untuk membuat inovasi (penyelesaian masalah) dengan menyusun program berbasis skala prioritas yang memungkinkan orang miskin mendapatkan peningkatan ekonomi secara memadai dan bersifat jangka panjang.

Di Yayasan Odesa Indonesia misalnya, kami menjalankan tindakan berbagi bibit tanaman buah-buahan kepada ribuan petani miskin. Dengan banyaknya tanaman buah yang ditanam petani miskin, mereka bisa mendapatkan akses gizi, meningkat ekonomi karena perdagangannya dan bahkan ladang mereka semakin subur dan produktif serta menghasilkan dampak baik yang meluas karena peran pohon buah yang ditanam menghasilkan perbaikan oksigen.

Altruisme perlu menjadi paradigma hidup setiap orang yang menginginkan kualitas kemanusiaan kita tidak berhenti sebagai makhluk sosial. Dengan memahami esensi simpati, empati dan altruisme inilah kita bisa mengukur sejauh mana sikap dan perilaku kita selama ini. Setelah tahap kesadaran altruis untuk kemanusiaan bisa kita miliki, selanjutnya kita bisa mengembangkannya untuk altruisme pada lingkungan hidup.[]

Baca juga: Solusi Kemiskinan Butuh Literasi Yang Tepat

Penulis: Faiz Manshur

Admin: Fadhil Azzam

Keranjang Belanja