Untuk Apa Odesa Indonesia didirikan?

OLEH FAIZ MANSHUR.
Ketua Odesa-Indonesia

Melalui tulisan ini saya ingin menjawab satu pertanyaan yang sering ditanyakan teman-teman di luar kepengurusan Odesa-Indonesia; “untuk apa Odesa-Indonesia didirikan?”

Lazimnya dalam semangat pergerakan, kami mendesain sebuah tindakan bersama yang bisa diharapkan menciptakan perubahan di masyarakat. Sasaran yang diambil adalah kelompok sipil pada lapisan paling bawah (pra-sejahtera) yang selama ini menjadi beban berat negara Indonesia karena politik kita belum punya kemampuan mengatasi masalah tersebut. Sebelum berdirinya Odesa Indonesia, kami adalah pegiat Civic Islam yang bergiat sejak 2014. Pemikir pertama yang mengulirkan gagasan ini adalah AE Priyono, Peneliti LP3ES.

Di forum-forum kajian Civic Islam tersebut kami mendefinisikan diri sebagai gerakan sosial berbasis kewargaan yang ingin mengembangkan ide dan praksis MENGAPA CIVIC ISLAM?

Odesa Indonesia
Odesa Indonesia

Dengan kata lain, berdirinya Yayasan Odesa Indonesia adalah wahana konkret pergerakan atas rumusan gagasan Civic yang sebelumnya kami rumuskan. Tentu saja keberangkatan dalam mengambil peran tersebut bukan karena rasa memiliki kemampuan superior, melainkan lebih atas dorongan untuk menciptakan inovasi dalam pergerakan masyarakat sipil; menciptakan model-model baru guna melahirkan cara baru dalam mengatasi masalah pada akar rumput.

Dengan target itu, kami berharap muncul harapan penyelesaian persoalan itu lahir dari gerakan politik informal dan syukur-syukur bisa diserap sebagai gerakan politik formal. Menurut kami, inovasi gerakan itu harus diciptakan terus-menerus karena situasi kehidupan mengalami evolusi. Inovasi dalam mengatasi masalah masyarakat sipil ini sangat penting karena mustahil tercipta kualitas demokrasi jika warga –apalagi mereka adalah penyedia produksi pangan itu– hidup dalam situasi kesejahteraan yang rendah.

Kami punya garis dalam pergerakan perwujudan keadaaban bangsa ini harus berangkat dari kekuatan pangan, kekuatan ternak, kekuatan literasi dan kekuatan teknologi. Membangun keadaban tanpa berpijak pada empat pilar tersebut hanya akan terjerumus pada utopia belaka. Dan pertanian merupakan sektor terbesar dengan segala rupa-rupa problemnya harus diurus, didekati dan bukan dijauhi. Kita bangsa yang memiliki basis pertanian tetapi bukan bangsa agraris. Kita punya basis produksi pangan yang kuat tetapi kenyataan membuktikan kita hanyalah bangsa konsumen yang boros dengan kebiasaan impor. Kebiasaan membeli bukan karena kaya, melainkan karena miskin kreativitas dalam produksi pangan.

Lokus gerakan Odesa Indonesia terletak pada Kawasan Bandung Utara (KBU), lebih fokus lagi pada Kecamatan Cimenyan, dan bahkan lebih fokus lagi sejauh ini baru mampu pada Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut, serta beberapa kampung pada Desa Mandala Mekar, Mekarsaluyu, Cimenyan, Ciburial, Sindanglaya.

Spirit gerakan Odesa Indonesia adalah transformasi sosial (dibedakan dengan revolusi sosial). Transformasi yang kami jalani ini memiliki garis teleologis yang jelas. Arahnya adalah membangun keadaban, atau dalam imajinasi nation-state ala republikanisme disebut common good. Produksi gagasannya adalah menciptakan virtue pada masyarakat dengan orientasi civic-virtue. Itulah mengapa kami selalu mengumpulkan nilai-nilai (values) dalam lapangan global; tak peduli kearifan lokal atau kearifan global. Semuanya diujicoba dalam lapangan kegiatan melalui tiga bidang pokok yang diambil yaitu Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan.

Dalam tataran kehidupan bernegara kami mengusung nilai-nilai republikanisme. Semangat pokok kami adalah “tindakan”. Bertindak bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai sarana yang bertujuan menghasilkan hasil akhir/goal. Kami menjauh dari kerangka berpikir politik liberal yang cenderung metafisis dalam melihat persoalan kehidupan kewargaan dan kewarganegaraan. Karena perubahan harus melalui dasar tindakan/aksi/amal kami sangat serius memegang prinsip “necessity is the mother of invention” dan meninggalkan prinsip “need taught him with”.

Kita pegang teguh kaidah “memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan adalah yang terpenting”, tetapi “pengetahuan macam apa yang dibutuhkan” itulah yang harus terus diseleksi. Agar ilmu pengetahuan yang diamalkan tersebut menghasilkan goal, maka kaidah gerak penyebar pengetahuan selalu bersandar pada prinsip “menjadi pengajar adalah pelayan”; melayani kebutuhan-kebutuhan yang relevan dengan kebutuhan basis.

Itulah mengapa pada masa proses awal banyak sekali strategi-strategi gerakan lebih banyak didapatkan dari faktor serendipity. Kita boleh merasa memiliki pengetahuan dan pengalaman, tetapi prinsip kerjanya tetap bersandar pada kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat. Setiap menemukan keadaan di luar dugaan atau di luar jangkauan pengetahuan yang kita miliki, maka sesegera mungkin kita belajar dan cepat-cepat melakukan praktik kerja di lapangan.

Kami percaya bahwa memasyarakatkan pengetahuan adalah cara terbaik mengubah keadaan, namun itu selalu membutuhkan proses yang tak semudah menyebarkan pengetahuan pada lapisan kelas menengah yang telah terkotak dalam sistem formal modern seperti sekolah-sekolah/kampus-kampus formal. Namun sesulit apapun kita juga punya jalan penyelesaian yang efektif. Misalnya, kemudahan akses ilmu pengetahuan melalui internet merupakan modal utama kita mudah mendapatkan bekal pengetahuan, yang dengan cepat kita terapkan bersama para petani.

Orang berpendidikan bisa jadi jago (teori) dalam banyak hal, tetapi itu tiada berguna manakala yang diajarkan adalah pengetahuan yang tidak relevan untuk menjawab persoalan. Bagi kami, slogan “Knowledge is power” hanya berlaku manakala telah memiliki bukti untuk memperbaiki keadaan. Sebab slogan kata benda abstrak itu hanya akan menjadi lipstik manakala tidak ditransformasikan menjadi kata kerja (verb).

Objektivikasi setiap ilmu pengetahuan adalah kaidah pokok dalam setiap usaha penyebaran gagasan. Maka, berkiprah di Odesa Indonesia harus senantiasa memegang prinsip menjadi pembelajar setiap kegiatan mengajar; belajar memahami secara tepat, belajar mengerti persoalan yang paling mendasar, meninggalkan ego/arogansi intelektual untuk tidak memaksakan paham tertentu dan pada akhirnya harus membuktikan ilmu itu digunakan dan berkembang sebagaimana perkembangan kuman.

Dalam pandangan kami, Kecamatan Cimenyan, yang berada Kawasan Bandung Utara itu, merupakan problem mendasar kehidupan bernegara. Hak-hak warga sipil terabaikan (atau lebih tepatnya teraniaya) oleh negara. Pada perbukitan yang dihuni keluarga buruh tani itu, puluhan ribu warga tidak mendapatkan hak-hak ekonomi, sosial dan pendidikan sehingga kebudayaannya tidak berkembang ke arah common good, melainkan mundur ke dalam masyarakat yang rusak.

Kami menemukan kenyataan, kehidupan orang-orang dengan “budaya miskin” itu kini mengalami “kemiskinan budaya”. Sekalipun ada birokrasi negara, masyarakat Cimenyan bukannya mengarah pada proses pemberadaban, melainkan berjalan mundur ke arah kehidupan yang barbarian. Kami berani menyatakan bahwa inilah bukti birokrasi negara dengan aktornya tidak memiliki kontribusi dalam mengatasi persoalan warga Kawasan Bandung Utara (KBU).

Pada target pencapaian gerakan di masyarakat adalah perubahan yang konkret. Itulah mengapa kami harus berani mengambil resiko dengan memainkan peranan kegiatan pada bidang pertanian yang mungkin pada masa-masa sebelum berdirinya Organisasi Odesa Indonesia itu tidak terbayangkan oleh para pendiri/pengurus. Salahsatu contohnya, kami harus “menjadi petani” (setidaknya ikut bertani bersama dengan menyediakan bibit, mengolah pupuk, memasarkan hasil produksi petani, mendorong tumbuhnya tanaman-tanaman baru yang belum ada, dan juga menjembatani jejaring sosial antar petani). Kehidupan para petani kecil ini adalah sebuah realita yang harus diubah secara bersama.

Pada target internal pengurus Odesa-Indonesia adalah meraih ilmu-ilmu baru dari lapangan, terutama ilmu yang berkaitan dengan transformasi sosial. Kami adalah orang pergerakan, bukan aktivis yang bergiat serampangan gaya aktivisme; hobi menuntut hak atas nama warga tetapi abai terhadap pendampingan secara langsung.Dari pengalaman bekerja sebagai orang pergerakan itulah kami mendapatkan banyak cara baru untuk membangun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar memiliki kemampuan produktif mengolah Sumber Daya Alam (SDA). Prinsip kami, “bereskan manusia jika ingin membereskan urusan alam.”

Banyak sekali pengalaman baru yang kemudian mengubah pemikiran kami tentang hubungan antara warga dengan negara karena sebenarnya hidup di perkotaan –yang selain semrawut ternyata juga menjerumuskan pada pola pikir yang “kuper”;salah satu contoh kurang pergaulan itu adalah tidak bisa memahami kehidupan warga perdesaan secara mendalam sehingga tak punya cara untuk mengubah keadaan secara bersama-sama. Kalau gagal memahami kehidupan perdesaan dan kehidupan keluarga petani maka akan gagal memahami keindonesiaan. Beraktivitas di perdesaan pinggir Kota Bandung itu membuat kami merasa mendapatkan “fakultas” dengan beragam jurusan yang saban hari memberikan sumber pengetahuan tentang kehidupan manusia, hewan dan pepohonan.

Kembali pada pertanyaan, “untuk apa Organisasi Odesa-Indonesia didirikan?” Ialah untuk melahirkan model baru pendidikan kemasyarakatan. Pendidikan yang melahirkan karakter para pendidik (fasilitator) untuk memahami kebutuhan pengetahuan masyarakat dan masyarakat bisa memproduksi pengetahuan. Itulah mengapa Odesa-Indonesia sangat terbuka pada siapapun yang ingin memproses bersama dalam aktivitas kegiatan seperti amal sosial, pendidikan luar sekolah, pendampingan ekonomi, sharing keilmuan dan lain sebagainya.

Kami menjadikan Odesa-Indonesia sebagai lokomotif pendidikan yang diharapkan bukan saja mampu melahirkan produksi pangan, melainkan produksi pendidik/fasilitator yang produktif melahirkan perubahan pada beragam ilmu pengetahuan, dan salahsatu tonggak lahirnya perubahan yang meluas adalah karena kemampuan kita melahirkan gagasan-gagasan yang tertulis; terjabarkan secara jelas dan bisa diserap oleh masyarakat secara luas.

Kita harus melahirkan produksi ilmu pengetahuan yang bersumber dari kerja di bumi kehidupan; mengolah pemahaman tentang gagasan besar, mengimplementasikan secara konkret pada laboratorium lokal, dan memasak untuk menghasilkan nutrisi intelektual. Kalau dalam urusan pangan dunia modern butuh Superfood, maka dalam bidang sosial kita butuh Superknowledge, yang kurang lebih substansinya ialah menyediakan pengetahuan-pengetahuan yang praksis dan bisa diserap sebagai sumber inspirasi untuk perbaikan kualitas manusia (demos).

Ilmu pengetahuan yang lahir dari proses produksi sendiri (kreatif) adalah kegiatan manusia yang paling terpuji. Dan kami percaya, pendidikan terbaik bersumber dari guru terbaik, yaitu kenyataan. Kenyataan yang buruk adalah guru terbaik yang akan membawa kita meraih kebahagiaan manakala kita benar-benar mampu mengubahnya menjadi lebih baik. Kesengsaraan hidup orang-orang melarat adalah sumber inspirasi hidup yang penting untuk mengubah keadaan kita dan mereka.

Siapakah kita? Adalah para jurnalis, dosen, aktivis LSM, pengusaha, politisi, orang pergerakan.

Siapakah mereka? Adalah keluarga petani kecil (peasant), penyedia produksi ekonomi yang jumlahnya puluhan juta, yang sengsara karena negara tidak mampu menjawab problem secara tepat dan cepat.

Kemiskinan ada penyebabnya. Kekayaan ada penyebabnya. Lahirnya kesenjangan dalam bidang apapun merupakan benih-benih kerusakan yang harus ditanggulangi dengan semangat keadilan. Teologi dan ideologi kami lepas dari kenaifan (ketidaksadaran) kaum metafisis. Kami bekerja untuk tugas kemanusiaan dengan kepercayaan bahwa semua ini harus dilakoni secara bersama-sama. Tak ada tindakan yang berhasil dalam kehidupan tanpa jalinan relasional antar sesama.[]

BACA Tentang Odesa: Pangan, Ternak, Literasi dan Teknologi
BACA Pegiat Odesa Indonesia

Keranjang Belanja