Tani Pekarangan: Menjawab Problem Ekonomi Covid19

Oleh BASUKI SUHARDIMAN.
Pendamping Ekonomi Petani Yayasan Odesa Indonesia.
Bekerja di Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Institut Teknologi Bandung

Tani Pekarangan: Menjawab Problem Ekonomi Covid19

Tani pekarangan. Terdengar tradisional dan bernuansa masa lalu. Sekalipun begitu,konsep ini sesungguhnya memiliki kekuatan besar untuk pertahanan dan pengembangan kekuatan hidup rakyat. Kuba, Cina, Belanda, Amerika Serikat dan beberapa negara lain sudah memberikan contohnya.

Di Amerika Serikat, seorang insinyur dan ahli kebun Mel Bartholomew (1981) menciptakan istilah Square Foot Garden. Sepetak lahan yang bermakna untuk produktivitas pangan sehat bergizi. Bartholomew membuat konsep secara tersistem karena sebelumnya kebun pertanian selalu dibayangkan oleh orang identik dengan pekerjaan kasar di ladang luas, menyita waktu, dan orang harus menjadi “kumuh” ketika mengurus tanah.

Dengan konsepnya, ia ingin agar, selain lahan kecil produktif, juga bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa harus menyita waktu. Dengan kata lain, bertani tidak harus mengambil “keprofesian” petani.

Prinsip ini juga laras dengan pandangan seolah Ulama tradisional yang berpikir maju, KH. Fuad Affandi, Pengasuh Pesantren Agribisnis Al-Ittifaq Rancabali Bandung yang pernah melontarkan gagasan “jangan ada waktu dan lahan menganggur.”

Nilai dan Karakter

Adanya Pandemi Covid-19 atau tidak, sesungguhnya tani pekarangan multak dilakukan karena konsumsi rakyat bawah adalah kebutuhan dapur. Lain dari itu, masyarakat kita juga masih berstatus rendah gizi akibat ketidakseimbangan konsumsi antara sayuran, buah-buahan, termasuk kekurangan sumber protein hewan dari ternak kecil.

Rumah tangga rakyat rata-rata menghabiskan Rp 6.000 hingga Rp 8.000 rupiah setiap hari ( Rp 180.000- Rp 240.000 setiap bulan). Belum lagi kalau kita bicara konsumsi buah dan konsumsi telor, daging, dan buah. Di sinilah Tani Pekarangan menemukan sisi strategisnya.

Yang utama dari sasaran pelaku tani pekarangan tentu saja yang memiliki pekarangan. Itu bagi individu atau level keluarga. Adapun level kolektif bisa mengusahakan lahan mangkrak di sekitar kampung dengan gerakan berjamaah. Masih banyak lahan warga yang tidak diurus. Sekalipun orang sudah memiliki pekerjaan yang tetap, namun sebagian masih punya waktu dengan durasi satu jam di pagi hari dan satu jam di sore hari. Bisa jadi pula kalau suami tidak bisa mengurus, tani pekarangan bisa diurus oleh istri dan anak-anaknya.

Tani Pekarangan dalam pengertian yang esensial adalah gerakan pendidikan ekonomi, kesehatan dan sekaligus pembentukan karakter hidup. Ekonomi bisa hemat. Ini strategi paling mendasar karena kalau kita tidak bisa meningkatkan pendapatan, strategi minimalnya adalah mengurangi pengeluaran. Dalam ilmu pertanian dikenal sebagai subsistence crops; makan dari hasil yang ditanam untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Sayuran yang ditanam sendiri jelas lebih sehat karena kita akan mendapatkan nilai gizi yang berkualitas dari kesegaran hasil panen. Saatnya melayani tubuh kita, dan tubuh keluarga kita dengan gizi yang berkualitas. Kita bisa mengusahakan anekaragam sayuran yang memiliki kandungan gizi yang baik, menegakkan anekaragam hayati, mendapatkan sayuran/buah/daging segar. Kapan kita butuh sayuran, bukan merogoh kocek, melainkan mengambil tampah menuju kebun. Itulah prinsip menegakkan kemandirian.

Strategi memulai

Mengubah keadaan dari konsumsi menjadi produksi adalah langkah paling berat tetapi di sana akan muncul perubahan besar. Sayangnya, pemerintah kita tidak pernah serius urusan pembangunan Sumber Daya Manusia bagi orang kecil dengan strategi kecil yang mendasar seperti ini. Padat karya biasanya habis pekerjaan hilang kembali nafkahnya. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya berjalan sesaat.

Tani Pekarangan yang dijalankan oleh Pemerintah melalui Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) sering jatuh pada kepentingan pragmatis. Biasanya bulan Mei atau juni PKK bergerak mendorong beberapa keluarga dengan anggaran tertentu. Menjelang pesta Agustusan dilombakan. Habis Agustusan bubar tanpa bekas. Ini dilakukan berulang-ulang tanpa pernah ada usaha perbaikan.

Mulailah! Bicarakan program ini kepada orang yang memiliki lahan pekarangan. Kepada sedikit orang tidak jadi soal; dengan gagasan yang simplel. Tujuannya adalah untuk konsumsi rumah tangga. Baru kemudian kalau sudah berlebih nanti boleh dijual. Bicarakan pada orang yang memiliki perhatian terhadap tanaman. Jangan khawatir, pada setiap kelompok masyarakat level 100 orang, selalu ada orang baik yang bisa direkrut menjadi pelopor. Kampanye terbaik bisa dilakukan saat kita memanen. Tunjukkan hasil nyata.

Pelatihan Tani Pekarangan Odesa

Setiapkali ingin usaha kita selalu berhadapan dengan ketakutan penjualan. Sayangnya, rasa takut itu muncul bukan karena fakta, melainkan takut terhadap ketakutannya sendiri. Logika usaha adalah, di mana ada barang, di situ pasar akan tercipta. Kalau nanti over produksi bagaimana? Bagus!. Itu artinya berhasil produktif. Orang cerdas tak mudah dibuat pusing. Ada tetangga kita yang bisa kita berikan cuma-cuma. Itu artinya sedekah. Kita tidak akan tambah miskin manakala berbagi sayuran kepada tetangga. Kalau tetangga kita juga menanam dan sekampung produksinya melimpah? Bagus. Kita bisa menjualnya pada pedagang kecil baik yang berjuangan keliling maupun jualan menetap.

Jenis sayuran yang ditanam apa? Hampir semua sayuran yang selama ini kita konsumsi memiliki varian-varian gizi. Ada puluhan jenis sayuran yang bisa ditanam di polybag, sebagian lebih baik ditanam di tanah langsung seperti tanaman Kelor (Moringa Oleifera) yang gizinya luar biasa bagus. Beberapa jenis buah juga bisa dihasilkan dari tanam polybag, seperti Ciplukan (Cecendet) untuk mendapatkan vitamin C yang bagus.

Prinsipnya yang ditegakkan dalam tani pekarangan adalah untuk menghasilkan sumber gizi. Sumber gizi terbaik tentu saja berbasis anekaragam tanaman. Jika terlalu banyak merepotkan, bisa dengan sistem memilih 5-7 jenis saja. Atau bahkan bisa juga seseorang hanya menanam dua jenis sayuran, tetapi secara kolektif tetangga lain menanam jenis tanaman lain sehingga nanti bisa tumbuh gerakan barter gizi. [Sumber naskah: Harian Pikiran Rakyat, Selasa 16 Juni 2020]

Baca juga Tani Pekarangan Efektif Menjawab Problem Ekonomi Petani

ekonomi covid19
ekonomi covid19

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja