Praktik Gerakan Kebudayaan Berbasis Budidaya Kelor Odesa Indonesia 2019

Gerakan Kebudayaan Odesa:

Sebuah laporan kerja akhir tahun 2019 gerakan kelor (moringa oleifera) Odesa Indonesia.

Tahun 2016 lalu, Yayasan Odesa Indonesia menemukan banyak petani di desa-desa Kecamatan Cimenyan yang memiliki problem kurang terpenuhi layanan kesehatannya.

Sekalipun bisa menggunakan kartu KIS/BPJS tetapi urusan sakit tidak semata gratisnya biaya di Rumah Sakit. Bagi keluarga miskin, urusan biaya pengobatan menjadi beban berat. Ada biaya menunggu di RS berhari-hari, ada juga kehilangan matapencaharian karena mereka adalah buruh tani (tak kerja tak ada pemasukan). Belum lagi biaya transportasi. Banyak orang sakit terlantar karena tidak ada elemen pendukung yang menyehatkan, terutama pada makanan dan pola hidup.

Pengurus Odesa Indonesia setiap hari memiliki aktivitas pengorganisasian petani untuk urusan pertanian, pada akhirnya harus menjawab problem kesehatan. Membangun Sanitasi, terutama sarana Toilet, memberikan penyuluhan kepada orangtua dan anak, menggelar kegiatan pemeriksaan secara gratis.

Yayasan Odesa Indonesia menemukan Kelor setelah meneliti anjuran-anjuran resmi Badan Pangan dan Pertanian Dunia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO/PBB).

Kelor (Moringa Oleifera) merupakan salahsatu sumber pangan pendukung yang bisa menyehatkan warga masyarakat, terutama para petani karena relevan dengan sejumlah penyakit yang diderita warga, sebut saja, Jantung, Asma, Asam Urat, Stroke, radang gigi/gusi, pemasok gizi untuk ibu hamil dan menyusui, juga bisa menjadi solusi pada sebagian anak-anak petani yang mengalami kurang gizi.

Atas dasar penemuan itu, sumber pangan kelor dijadikan salahsatu tanaman yang perlu dikembangkan. Tujuan utamanya adalah menghasilkan sumber gizi di masyarakat petani, syukur-syukur juga menjadi penghasilan tambahan ekonomi.

Di Kecamatan Cimenyan, tempatnya Yayasan Odesa Indonesia berkegiatan, Kelor dikenal sebagai tanaman mistis, berguna untuk mempercepat orang sekarat yang susah meninggal. Juga diyakini sebagai pengusir hantu atau penolak kekuatan susuk. Hanya itu. Pengetahuan turun-temurun yang tak begitu penting sementara pengetahuan medis secara ilmiah kelor merupakan sumber gizi penting bagi manusia, hewan, dan lingkungan untuk penjernih air dan bisa menjadi solusi pertanian guna mencegah erosi.

Telah luas diketahui, Kelor merupakan sumber pangan bergizi yang sangat strategis bagi perubahan kesehatan masyarakat karena daun kelor lebih banyak bermanfaat dengan meminimalisir pengolahan. Daun kelor mentah bahkan bisa menjadi lalapan. Untuk pengolahan supaya bisa lebih awet juga bisa dilakukan secara trandisional dengan mengeringkan kelor secara bersih dan tidak memakai cahaya matahari.

Tujuannya supaya kandungan mineral dan vitamin tidak rusak. Itu cocok untuk kultur tropis Indonesia. Sedangkan di negara-negara gurun, kebanyakan harus membuat serbuk karena panen kelor lebih susah dan mereka harus menyimpannya untuk mengonsumsi secara rutin. Daun kelor di Indonesia tumbuh melimpah di musim hujan, sedangkan di musim kemarau biasanya daun tetap berkembang sekalipun mengalami penyusutan antara 40 hingga 70 persen.

Hasil Konkret Kerja Budaya Budidaya Kelor Odesa

APA YANG DILAKUKAN ODESA DENGAN KELOR?

Yayasan Odesa Indonesia memulai mengampanyekan kelor dengan membudidayakan secara internal. Petani bernama Ujang Rusmana, 38 tahun, mendapat amanat untuk mengembangkan kelor. Dimulai dari usaha menanam dari batang/stek. Tetapi karena karena kebutuhan berjumlah banyak sementara bibit stek sangat minim dan harus mencari keluar daerah, solusinya kemudian mengembangkan dari biji. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangan. Masing-masing bisa dikerjakan.

Saat mensosialisasikan kepada para petani, Yayasan Odesa Indonesia mengalami kesulitan karena kelor belum diketahui manfaatnya. Tetapi lama kelamaan, terutama setelah ada orang sakit sembuh atau badan lebih bugar dengan mengonsumsi sayuran atau teh kelor, biasanya langsung ketagihan dan menceritakan kepada saudara dan sanak keluarga.

Sehabis lebaran di tahun 2017 dan 2018 peminat Kelor meningkat karena pada masa lebaran itulah sosialisasi antar warga berjalan secara natural. Itulah mengapa pada Ramadan tahun 2018 dan 2019, Yayasan Odesa Indonesia mengumpulkan ratusan keluarga petani dan menjelaskan pentingnya kelor untuk sumber pangan bergizi, juga menjelaskan manfaat sorgum, hanjeli, bunga telang, daun afrika dan lain sebagainya.

Banyak orang sakit yang kemudian kini mencari kelor. Karena banyak petani belum menanam, mereka sering kerepotan mengambil daun kelor. Pohon-pohon kelor yang ditanam Ujang Rusmana sering diminta banyak orang, tak jarang dicuri. Begitu juga pohon kelor yang ditanam petani Toha di Mekarmanik, sering diminta orang, dan sering raib karena semakin banyak orang tahu manfaat kelor.

Gerakan Kebudayaan Odesa: Yayan Hadian, pemuda penggerak pertanian ramah lingkungan. Mendorong ratusan petani menanam kelor, sorgum dan hanjeli.
Gerakan Kebudayaan Odesa: Yayan Hadian, pemuda penggerak pertanian ramah lingkungan. Mendorong ratusan petani menanam kelor, sorgum dan hanjeli.

Sejak awal tahun 2018, peminat Kelor di Desa Cikadut dan Desa Mekarmanik mulai meningkat, bahkan meluas ke wilayah kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Cileunyi. Di luar dugaan, justru yang banyak peminatnya adalah warga Kota Bandung, Bogor dan Jakarta yang sering membutuhkan daun kelor.

Sejalan dengan kisah-kisah sembuh atau lebih sehatnya para petani, kelor semakin diterima masyarakat. Di antara kisah yang mendorong orang mengonsumsi kelor adalah tentang cerita Ibu petani yang kanker payudaranya, sembuh dari asma, sembuh sakit (radang gusi/gigi), sembuk asam urat, sembuh stroke, atau badan terasa bugar setelah dalam satu minggu rutin mengonsumsi kelor.

Sembuhnya sakit menjadi pemicu orang mau mengonsumsi Kelor. Tetapi prinsip Odesa Indonesia adalah mendorong warga untuk menanam dan mengonsumsi kelor sebagai bagian pangan keseharian. Kalau sakit tetaplah ke dokter, tetapi urusan sakit melibatkan pola hidup sehat dan pola makan yang sehat, termasuk lingkungan harus sehat. Kelor harus lebih strategis dikembangkan sebagai sumber gizi dan terus dibudidayakan agar membentuk tradisi lalu terbangun kebudayaan yang bernilai dari kerja budidaya. Itulah mengapa yayasan Odesa Indonesia terus memasok pengetahuan secara ilmiah dengan cara popular dalam menjelaskan kepada masyarakat petani.

Gerakan Kebudayaan Menarik Kerja Para Petani dengan budidaya

Gerakan Kebudayaan Menarik Kerja Para Petani dengan budidayaOdesa Indonesia adalah sebuah Yayasan yang menaruh perhatian pada bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Kelor masuk dalam bingkai visi gerakan kebudayaan tersebut. Adapun misi dan programnya diterapkan oleh Grup Pertanian Tanaman Obat Cimenyan yang dibentuk untuk mewadahi praktik kegiatan pertanian herbal dan tanaman pangan bergizi lainnya.

Tahun 2016 Ujang Rusmana, mendapat mandat menjadi Ketua untuk menggerakkan kegiatan pembibitan. Beberapa petani mendapat bantuan melaksanakan kegiatan pembibitan dari biji. 12 petani didorong untuk membibitkan kelor dan hasil bibitnya dibeli oleh Yayasan. Sebagian dijual ke kota (untuk biaya kelanjutan), sebagian dibagikan secara gratis kepada petani untuk ditanam di ladang atau pekarangan. Para pembibit tidak semua berjalan karena banyak faktor. Tetapi setidaknya dari 6 pembibit yang aktif, hasil pembibitan semakin rutin, kontinyu dan semakin berkualitas. Bahkan pada akhir tahun 2018, Odesa Indonesia berhasil menghasilkan bibit sejumlah 8.000. Berlanjut kemudian pada tahun 2019 berhasil membibitkan 18.000 bibit. Ribuan bibit terus menyebar, terutama pada kalender taham Oktober, November, Desember hingga bulan maret mendatang. Agenda kerjanya, setiap musim kemarau dimulai pembibitan, saat musim hujan tiba digerakkan menanam di ladang.

Kerja-kerja Grup Pertanian tanaman Obat Cimenyan yang sejak Agustus 2019 dipimpin Oleh Yayan Hadian, 23 Tahun, terus aktif mendedikasikan gerakan pertanian ramah lingkungan. Program kerja pembibitan kopi berlanjut, demikian juga dengan gerakan tanam sorgum dan hanjeli. Sementara Yayasan Odesa Indonesia terus memasok wacana pemikiran di media massa dan menjalin banyak jaringan untuk program-program kegiatan ini.

Dalam dinamika gerakan Odesa Indonesia, bidang pertanian dengan pembaharuan model agroforestry ini nyaris tidak ada hambatan yang berarti. Seberapa modal bisa diajalankan, itulah yang menjadi target kegiatan bersama usaha pertanian lain pada tanaman sorgum, hanjeli, daun afrika, buah tin, dan lain sebagainya.

Satu hal yang menjadi masalah adalah bahwa pohon kelor lambat tumbuh kawasan Cimenyan, Cilengkrang, dan Cileunyi Kabupaten Bandung karena kemungkinan lokasi ketinggian tanam di atas 850 mdpl. Sementara kita punya bukti kegiatan tanam di area perkotaan Bandung, Padalarang, Cianjur,, Majalengka, Temanggung yang ditanam pada ketinggian 600 mdpl hasil panennya bisa lebih cepat dan besar-besar.

Pelukis Herry Dim aktif mengampanyekan kelor di kalangan seniman, Hawe Setiawan (Dosen Universitas Pasundan) aktif mengampanyekan kelor di media. Budhiana Kartawijaya (Peneliti/Wartawan Senior) dan Basuki Suhardiman (Peneliti ITB) membangun jaringan perluasan di kalangan NGO dan Kampus. Enton Supriyatna (Wartawan Senior) aktif turun mensosialisasikan budidaya kelor dengan cara blusukan bersama Didin Sudeni (Pengusaha Service Mobil Blazer), Toha dan Rusmana (Keduanya petani). Faiz Manshur (Ketua Odesa Indonesia) aktif menggali penelitian-penelitian gerakan pertanian ramah lingkungan. Sementara pengurus yang lain yang bertugas dalam bidang pendidikan dan amal sosial seperti Nina Natawijaya, Andini Putri, Baiquni, Yuliani Liputo, juga punya kewajiban mensosialisasikan gerakan pertanian ramah lingkungan.

Hasil Budidaya Kelor yang ditanam di ladang-ladang petani atau secara langsung diurus Grup Taoci sebenarnya sudah sangat bagus karena selain budidaya juga berhasil menggulirkan produk Teh Kelor yang terbukti banyak memberi dampak pada mereka yang mengonsumsi kelor secara rutin. Bahkan banyak orang yang menyatakan lebih suka dengan teh kelor (hijau kering) hasil olahan Taoci karena lebih terasa manfaatnya dibanding saat mereka mengonsumsi serbuk atau produk lain. Dari situlah loyalitas “konsumen” mulai terbangun.

Gerakan Kebudayaan dengan Budidaya Kelor
Gerakan Kebudayaan dengan Budidaya Kelor
BEBERAPA CATATAN PENTING GERAKAN BUDIDAYA KELOR ODESA:
  1. Para petani malas menanam kelor tapi saat butuh untuk obat bingung mencari daun kelor. Solusi harus terus didorong dengan diskusi-diskusi rutin berkaitan dengan manfaat. Selalu ada hasilnya saat komunikasi tepat sasaran dan dilakukan dengan secara baik. Jangan memaksa pada orang yang tidak minat. Kerja Odesa Indonesia memilih jalan kesadaran dengan penyadaran. Kelor bukan satu-satunya program kerja budidaya, tetapi sangat strategis untuk terus digalakkan.
  2. Membantu secara gratis tidak selalu tepat karena pada ukuran keberhasilannya bukan sekadar menanam, melainkan merawat. Banyak petani yang mau tanam tapi tidak serius merawat. Pohon banyak yang mati atau tidak produktif. Karena itu setiap petani harus terus mendapatkan edukasi baik secara lisan maupun dengan tulisan.
  3. Iming-iming penghasilan tidak selalu menarik perhatian karena banyak alasan orang untuk berhitung, termasuk tidak tahu mau menghitung. Petani banyak bekerja atas dasar kebiasaan temurun. Jangankan kelor atau jenis tanaman baru, budidaya yang mereka lakukan sebelumnya dan terbukti memberi keuntungan pun tetap dilakukan. Mengapa? Karena mereka sebenarnya hanya menjalankan kebiasaan, bukan berhitung secara ekonomi, apalagi menghitung soal manfaat kesehatan dan manfaat lingkungan. Petani masih berpikir bahwa setiap kerja tanam harus menghasilkan uang. Itu biasa karena mindset kerja bertani memang tujuannya uang (sekalipun tujuan itu juga tidak terbukti karena banyak petani tidak mampu sejahtera karena hasil pertanian yang diurusnya. Bahkan mereka sadar pertanian sayuran adalah perjudian.). Jadi sangat tidak wajar menuntut petani untuk bertani untuk hidup lebih bergizi apalagi merawat lingkungan. Masalah ini tentu bukan semata urusan kelor, melainkan soal pola pikir, soal pilihan-pilihan untuk hidup ke arah yang lebih baik.
  4. Usaha Odesa Indonesia dalam urusan Pangan Sehat dan Bergizi bersandar pada penyadaran dan membentuk tradisi. Cepat atau lambat tidak perlu jadi ukuran kesuksesan. Yang terpenting dijalankan dengan model-model inovatif. Kita punya kesempatan banyak hal dan dengan alokasi waktu panjang untuk terus menjalankan. Kesuksesan gerakan ini manakala kelak puluhan tahun menjadi tradisi dan yang paling bisa mensukseskan ini adalah para petani itu sendiri, bukan pengurus Yayasan. Apa guna pengurus Yayasan pinter-pinter dan cepat sadar tetapi petani sendiri tidak berhasil membentuk tradisi baru. Kita bangun kultur gerakan ini dengan mendorong para pemuda dan petani yang memiliki kesadaran tinggi. (Hasil laporan kerja kolektif Grup Pertanian Tanaman Obat Cimenyan.-Faiz Manshur)

LIPUTAN BERAGAM KEGIATAN BUDIDAYA DAN MANFAAT KELOR Ragam Kegiatan Odesa di Youtube

3 komentar untuk “Praktik Gerakan Kebudayaan Berbasis Budidaya Kelor Odesa Indonesia 2019”

  1. Pingback: Odesa Indonesia: Tiga Nilai dalam Pertanian untuk Perbaikan Masyarakat Desa – Odesa Indonesia

  2. Pingback: Kerja Kebudayaan Berbasis Botani Bergizi Untuk Indonesia

  3. Pingback: Perubahan Iklim: Babagaimana Petani Mencegah Erosi?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja