Petani di antara Mitos Kelor dan Kumis Kucing





CIMENYAN: Sejak agustus 2016 silam kegiatan produksi pertanian Odesa Indonesia di antaranya adalah mengembangkan tanaman herbal Kelor dan Kumis Kucing. Keduanya punya nilai ekonomi dan kesehatan. Namun ada sedikit isu yang perlu direspon karena adanya isu yang bersifat mistis.

Oleh sebagian petani, kelor dianggap tanaman pengusir hantu. Kelor juga dianggap sebagai peluruh ilmu kebal atau pengasihan. Orang yang memakai susuk untuk tujuan kekebalan tubuh atau pengasihan akan luruh jika makan daun kelor. Sementara di luar dugaan, Kumis Kucing juga merupakan tanaman yang ditabukan. Oleh beberapa petani Cimenyan katanya Kumis Kucing tidak boleh dipegang bungannya terutama oleh anak gadis yang masih perawan karena bisa menyebabkan sulitnya mendapatkan jodoh.

Mitos-mitos seperti ini sebenarnya hanya wacana. Tidak terlalu menganggu kegiatan Odesa Indonesia berada di tengah-tengah petani di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Bahkan setelah mendapatkan penjelasan tentang manfaat tanaman, terutama melalui video-video tanaman herbal, para petani kaget akan kandungan manfaat. Sebagian besar mereka pun tidak menolak saat diberikan bantuan bibit. Mungkin saja, di luar pengetahuan relawan Odesa, sebagian dari petani ada yang tidak tertarik karena alasan itu. Namun sejauh ini tidak menganggu kegiatan.

Di balik isu-isu tersebut, ada dua hal yang penting disampaikan. Pertama, ini merupakan bukti bahwa pengetahuan tentang kedua tanaman itu sudah lama ada di masyarakat karena semua pengetahuan tersebut berasal dari leluhurnya. Kakek atau orang tua mereka yang memberikan pengetahuan tersebut. Sayangnya pengetahuan yang didapat petani tidak mendidik sehingga tidak menimbulkan dampak gerakan.

Kedua, tidak ada pendidikan tentang tanaman obat di kalangan petani. Kecenderungan petani hanya tahu tentang tanaman pangan yang biasa ditanam tanpa penjelasan yang memadai. Misalnya wortel, tomat atau pisang pun hanya diketahui sebagai penghasil pangan yang layak tanam karena bisa dimakan dan bisa dijual. Dengan kata lain pengetahuannya tak lebih dari urusan perut dan duit, belum menyangkut hal-hal yang detail mengarah pada pengetahuan kesehatan. Bahkan pada dimensi ekonomi pasar pun kebanyakan hasil tani tidak diolah, melainkan hanya dijual setelah panen.




Kebanyakan orang yang menceritakan mitos tersebut bukan berarti percaya atau kalaupun percaya bukan berarti keukeuh (ngotot) atas kepercayaan yang didapat dari leluhurnya. Minat petani bertanam atau tidak akan sangat bergantung pada pengetahuan tentang manfaat, tingkat kesulitan tanam, kemampuan mengadakan bibit dan nilai ekonomi. Itulah kenapa saat petani mendapatkan manfaat-manfaat dari tanaman herbal para petani tetap menerima hal baru.

Tanaman-tanaman herbal seperti kelor, kumis kucing, daun afrika, pegagan, sereh, dan puluhan tanaman herbal lainnya sangat penting digerakkan. Para petani bisa menanam tanpa harus menggusur tanaman pertanian yang mereka garap sebelumnya. Mereka bisa memanfaatkan lahan pekarangan, lereng-lereng dan tanah kosong lainnya.




Gerakan pendidikan pertanian melalui pengetahuan baru bagi petani sungguh bermanfaat. Para petani membutuhkan sumber-sumber pengetahuan dan mereka mudah menyerap pengetahuan tersebut karena mereka tiada kesulitan dalam urusan budidaya tanaman. Adapun persoalan pemanfaatan pasca panen dan marketing kita semua butuh ketelatenan yang lebih lama untuk membuat mereka berdaya.-Sadur Sentosa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja