Petani dan Ciuman Sang Nabi

SEGERA setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad menata seluruh sendi kehidupan masyarakat. Tidak ada sehari pun dijalani dengan sia-sia. Nabi selalu bergerak, memastikan kondisi warganya. Hingga beliau kenal betul dengan berbagai profesi yang dijalani warga Madinah.


Setiap Nabi menyambangi mereka, warga Madinah menyambutnya dengan sukacita. Nabi menyalami mereka satu persatu. Hingga sampai pada seorang lelaki yang tampak ragu untuk menyodorkan tangannya.

Nabi meraih tangan itu dan bertanya, “Mengapa tanganmu kasar seperti ini?” Lelaki itu menjawab, “Tangan saya kasar dan keras seperti ini, karena setiap hari bekerja sebagai pemecah batu, ya Rasulullah. Saya mencari nafkah untuk keluarga.”

Nabi kemudian mencium dengan khidmat tangan lelaki yang bernama Saad bin Muadz tersebut dan berkata, “Inilah tangan pekerja keras yang digunakan untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Tangan ini tidak akan tersentuh api neraka.”

Nabi memperlihatkan pada kita bagaimana seharusnya pekerja keras dihargai. Memberitahu kepada kita, betapa Allah memberi keistimewaan terhadap pekerja keras. Manusia paling mulia, mencium tangan yang mulia.

Ayatullah Khomeini, Bapak Revolusi Iran, sadar betul akan kekuatan para pekerja dan nilai spiritual di dalamnya. Maka pada sebuah pidato di awal gerakan perlawanannya pada rezim Shah Iran, dia berucap, “Jika hari itu (saat belajar) saya mencium tangan ulama, maka hari ini saya akan mencium tangan para pekerja. Demi Allah, berdosalah orang yang tidak mau protes”. Pidato pada 1963 itu mengakibatkannya dibuang ke Turki.

Ada dua pilihan yang sama-sama mulia, menjadi orang yang mencium tangan pekerja atau menjadi pekerja yang tangannya dicium Nabi. Tidak usahlah menjadi pekerja yang membangun piramid, untuk sebuah keagungan yang mematikan.


Seperti juga Saad bin Muadz si tukang batu, maka para petani juga pekerja keras. Demikian pula para buruh pabrik, buruh perkebunan, peternak sapi, atau para pedagang keliling yang keringatnya terus mengalir. Tangan-tangan mereka insya Allah tidak akan tersentuh api neraka.

Para petani adalah penanam pohon, yang memberi manfaat bagi kehidupan banyak orang. Profesi ini adalah salah satu pekerjaan yang mendapat jaminan pahalanya akan terus mengalir setelah kematiannya.

Sebuah hadis yang menjelaskan delapan pekerjaan yang pahalanya terus mengalir bagi setiap anak Adam, meski dia sudah meninggal dunia.


Kedelapan perbuatan itu meliputi: 1. Orang yang mengajarkan ilmu; 2. Orang yang mengalirkan air/irigasi; 3. Orang yang menggali sumur untuk pentingan umum; 4. Orang yang menanam pohon; 5. Orang yang membangun masjid; 6. Orang yang mewariskan mushaf; 7. Orang yang meninggalkan anak yang bisa memintakan ampunan; 8. Orang yang membangun jalan.

Maka, berbanggalah menjadi petani. Terlebih lagi menjadi petani yang mampu menyejahterakan kehidupannya. Di dunia sejahtera, di alam keabadian berlimpah pahala. [Enton Supriyatna Sind)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja